Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit jantung bawaan (PJB) dapat disebabkan karena malnutrisi atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan. Diagnosa dini dan penanganan menjadi masalah utama PJB karena sebaran fasilitas yang tidak merata di Indonesia sehingga banyak kasus berakhir dengan kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kesadaran masyarakat akan pentingnya skrining memang belum masif, ditambah lagi belum banyak cardio center yang mampu melakukan upaya skrining penyakit jantung bawaan," kata spesialis jantung dan pembuluh darah, Radityo Prakoso.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) angka kejadian PJB di Indonesia yang diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1.000 kelahiran hidup) setiap tahun, 30 persen di antaranya memperlihatkan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan di mana sebagian besar pasien PJB terabaikan atau tidak ditangani dengan benar.
Dia menuturkan seiring kemajuan teknologi di bidang kedokteran, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak, sebagian anak penderita PJB tidak perlu lagi mengalami operasi atau pembedahan terbuka. Metode pilihan utama untuk menangani kasus PJB tertentu adalah prosedur intervensi menggunakan kateter.
Intervensi menggunakan kateter memiliki beberapa keuntungan, di antaranya risiko atau komplikasi relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan waktu pemulihan yang lebih singkat, serta biaya yang lebih murah. Selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat.
Dalam program CSR dari Heartology Cardiovascular Center dan Brawijaya Hospital Saharjo, berkolaborasi dengan Yayasan Jantung Indonesia (YJI), tim spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu Radityo dan dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) menangani pasien anak dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka melakukan tiga prosedur, yakni dua prosedur Patent Ductus Arteriosus (PDA) Closure untuk bayi berusia 9 bulan, serta satu prosedur Atrial Septal Defect (ASD) Closure untuk anak berusia 8 tahun. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bantuan pencitraan murni dari ekokardiografi.
PDA adalah kondisi di mana pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri paru tetap terbuka. Lalu, lubang ditutup menggunakan alat penutupan PDA. Sementara itu, ASD adalah kondisi di mana adanya lubang pada serambi jantung yang mengakibatkan aliran darah jadi tidak normal yang kemudian ditutup dengan alat penutupan ASD.
Radityo menjelaskan tindakan intervensi kateter ini dilakukan dengan metode zero fluroskopi, tanpa radiasi. Radiasi dapat menimbulkan efek jangka panjang untuk pasien, dokter, dan tim laboratorium kateterisasi. Ario, Ketua Divisi Medis Yayasan Jantung Indonesia, berharap banyak kasus penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosa secara dini dan ditangani secara tepat sebab penanganan penyakit jantung bawaan yang tepat bisa meningkatkan tiga kali usia harapan hidup pasien.