Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Jamu Nasional diperingati setiap 27 Mei. Tujuannya adalah untuk menghidupkan kembali keberadaan jamu di Indonesia. Penetapan hari jamu nasional dimulai karena eksistensi jamu di Indonesia semakin memudar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jamu adalah minuman herbal tradisional dari Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti akar, daun, buah, biji-bijian, atau rempah-rempah yang dicampur dengan air dan pemanis seperti gula atau madu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat Indonesia memanfaatkan jamu tidak hanya untuk mencegah penyakit, tetapi juga untuk menjaga kesehatan, pemulihan, kebugaran tubuh, dan kecantikan.
Asal Kata Jamu
Dilansir dari lib.ub.ac.id, kata jamu adalah singkatan dari dua kata, yaitu jampi yang berarti doa atau obat, dan husada yang berarti kesehatan. Jadi, jamu dapat diartikan sebagai obat untuk meningkatkan kesehatan. Jamu juga dikenal sebagai obat rumahan karena bisa dibuat sendiri di rumah dengan menggunakan rempah-rempah yang mudah ditemukan di sekitar kita.
Berbagai jenis jamu di Indonesia memiliki manfaat tersendiri. Contohnya, jamu kunyit asam digunakan untuk meredakan nyeri haid, menyegarkan tubuh, dan mencegah sariawan. Jamu beras kencur bermanfaat untuk menghilangkan pegal-pegal, meredakan batuk, meningkatkan nafsu makan, dan memperlancar peredaran darah.
Selain itu, jamu temulawak sangat populer sebagai obat untuk mengatasi hepatitis karena dapat mencegah penyakit hati dan menurunkan kolesterol. Tak kalah terkenal, wedang uwuh dapat digunakan untuk mengobati batuk, masuk angin, perut kembung, pegal linu, dan menyegarkan tubuh.
Sejarah Jamu di Indonesia
Dilansir dari kmtphp.ugm.ac.id, sejak masa penjajahan Belanda pada awal abad ke-17, dokter-dokter dari Belanda, Inggris, dan Jerman tertarik mempelajari jamu. Beberapa dari mereka menulis buku tentang jamu, seperti "Practical Observations on a Number of Javanese Medications" oleh dr. Carl Waitz pada 1829.
Seiring waktu, penemuan khasiat jamu semakin banyak. Konsumsi jamu dianjurkan sebagai upaya preventif untuk menggantikan obat yang mahal. Penggunaan jamu meningkat tajam selama penjajahan Jepang. Pada periode ini, tiga pabrik jamu besar berkembang pesat yaitu PT Jamoe Iboe Jaya (1910), PT Nyonya Meneer (1919), dan PT Sido Muncul (1940).
Hingga akhir abad ke-20, penelitian tentang bahan alam Indonesia, termasuk tanaman, hewan, dan mineral, dilakukan secara individu oleh institusi pendidikan atau lembaga penelitian pemerintah.
Kilas balik Hari Jamu Nasional
Kurangnya perhatian pemerintah dalam melindungi hak kekayaan intelektual dan hak paten peneliti Indonesia menyebabkan banyak tanaman asli Indonesia dipatenkan di luar negeri, seperti xanthorrizol dari Curcuma xanthorriza, buah merah (Pandanus conoideus), dan andrografolid dari sambiloto (Andrographis panniculata).
Karena semakin pudarnya eksistensi jamu di Indonesia, pada 27 Mei 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal tersebut sebagai hari kebangkitan Jamu Indonesia dan meresmikan jamu sebagai kearifan lokal Indonesia.
Penambahan pasal baru (pasal 48 ayat 1) dalam UU no 36 tahun 2009 tentang pengobatan dan perawatan herbal adalah salah satu upaya pemerintah untuk melestarikan jamu.
Di bidang pendidikan, pada tahun 2010, Universitas Indonesia meresmikan Program Magister Herbal Indonesia di Departemen Farmasi FMIPA atas prakarsa Rektor UI dan PT Martina Berto. Program ini memiliki dua peminatan, yaitu Herbal Medik dan Estetika Indonesia.
Saat ini, penerapan kurikulum jamu atau obat tradisional dalam program pendidikan dokter masih menjadi usulan di Konsil Kedokteran Indonesia dan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam standar kompetensi dokter Indonesia.
UGM.AC.ID | MOJOKERTO KAB
Pilihan editor: Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Dimakamkan di Tapos Bogor Siang Ini