Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Serangan dari lapangan tenis

Penelitian dua dokter, menunjukkan bahwa sejumlah penderita serangan jantung adalah petenis amatiran dan semi prof. akibat stress dan kurang kontinu dalam latihan. (ksh)

6 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI sejumlah besar tulisan tentang penyakit jantung - yang belakangan ini sangat populer di dunia - tak pernah terdengar olah raga tenis sebagai salah satu sebabnya. Tapi, dua orang dokter dari Ujungpandang menemukan gejala yang barangkali khas Indonesia: sejumlah penderita serangan jantung datang dari lapangan tenis. Hasil penetilian mereka dikemukakan pekan lalu pada Kongres Kardiologi Indonesia di Surabaya, yang berlangsung 27-29 September. Penelitian yang dilakukan Dr. Santa Jota, 52, dan dr. Edu Tehupeiory,46, dimulai dari suatu pengamatan sekilas yang barangkali kebetulan saja. "Banyak pasien gawat datang dari lapangan tenis," kata Santa Jota, "dan rata-rata, anehnya, mereka masih muda." Maka, sejak 1980, dua dokter itu melakukan penelitian intensif terhadap semua pasien yang masuk ICCU (unit perawatan gawat darurat) karena serangan jantung di lapangan tenis. Sampai 1983, tercatat 23 orang (berusia 35-50 tahun) mendapat serangan. Dan, yang istimewa, semuanya tidak mengidap penyakit jantung sebelumnya. Para pendenta yang 23 orang itulah yang dijadikan bahan penelitian. Semua segi diteliti dengan cermat: profesi, lingkungan, jadwal latihan, faktor psikologis, kebiasaan, dan tentunya juga kesehatan mereka. Pada garis besarnya, penelitian itu menemukan bahwa 10 orang memang sesungguhnya mengalami serangan jantung, sedangkan yang 13 orang mengalami sakit dada hebat. Namun, semuanya bisa ditolong. Sebab utama serangan jantung dan sakit dada hebat itu, menurut Edu, adalah spasme, menciutnya pembuluh darah jantung secara tiba-tlba. Mengapa spasme terjadi, Santa menjelaskan karena tenis sering menuntut gerakan kejutan yang eksplosif, misalnya seorang pemain yang berdiri di sudut kiri tiba-tiba harus bergerak ke kanan. Akibatnya, kebutuhan oksigen pada jantung naik secara tiba-tiba pula. Faktor penyebab lain, "Main tenis di daerah tropis, apalagi siang hari, menyebabkan terkurasnya cairan tubuh," kata Santa, yang meraih gelar doktor di Universitas Rotterdam, Negeri Belanda. Akibatnya, tingkat kekentalan darah naik, dan aliran darah pada pembuluh darah jadi lambat. Sementara itu, Edu, yang mendapat brevet Keahlian Penyakit Dalam, tahun 1978, menyebutkan bahwa risiko main tenis pada pemain amatir dan profesional sangat berbeda. Selain latihan yang tidak teratur, pemain amatir datang dengan tujuan lain ke lapangan tenis. Pemain amatir ini, menurut Edu, umumnya eksekutif yang mencari relasi di lapangan tenis. Akibatnya, pembicaraan bisnis terjadi di lapangan. Ini menimbulkan stress. "Padahal, karena tenis eksplosif mestinya dilakukan tanpa stress," ujar Edu, yang juga pemain tenis. Pada penelitian Santa dan Edu itu tercatat empat penderita - termasuk pemain semiprofesional dalam arti sering mengikuti pertandingan kejuaraan - dan enam pemain yang berlatih sangat tidak teratur. Selebihnya berada di tengah dua pola itu. Dari data itu direkam perbedaan risiko pada penyelenggaraan kejuaraan dan permainan tenis reguler. Hasilnya, latihan tenis reguler mengandung risiko lebih tinggi (60%). Tentu saja, faktor kesehatan lain ikut menentukan mengapa seorang pemain amatir kena serangan jantung. Misalnya, faktor perokok, hipertensi, hiperkolesterol, dlabetes dan stress. Faktor risiko paling tinggi, menurut Edu, pemain yang mengidap diabetes (kencing manis) sekaligus perokok. Selebihnya: risiko diabetes 70%, perokok 60% hiperkolesterol 30%, dan hipertensi (darah tinggi) 20%. Tapi kedua peneliti itu mengakui, tenis bukan satu-satunya olah raga yang bisa mengundang serangan jantung. "Dalam literatur Barat, soal serangan jantung juga datang dari lapangan squash," kata Edu. "Padahal, main squash itu 'kan dalam gedung, jadi tak ada risiko disengat matahari" Di Indonesia kemungkinan serangan jantung, menurut Edu, bisa juga terjadi di cabang olah raga lain. "Orang lari pagi saja bisa kena serangan jantung, kok. Tapi kami kebetulan tak menelitinya," kata Edu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus