DARI berbagai cara mencegah kehamilan, suntikan memang termasuk yang paling digemari ibu-ibu -- setelah alat kontrasepsi pil -- terutama di negara berkembang. Sejak tahun 1960-an, bahan suntikan yang selama ini berisi hormon progesteron DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) dan NET-EN (Non-Estiteron Enantat) mulai diperkenalkan di Indonesia. Dan sejak itu pula, kontrasepsi suntikan menjadi kian populer. Hingga kini hampir enam juta ibu-ibu di sini mengikuti KB lewat suntikan. Padahal jenis kontrasepsi yang disuntikkan setiap tiga bulan sekali ini bukannya bebas dari masalah. Para akseptor biasanya mengalami berbagai keluhan. Antara lain datangnya tamu bulanan tak teratur. Kadang-kadang lebih cepat atau lebih panjang, atau bisa pula tak mengalami menstruasi sama sekali. "Sekitar 50 persen akseptor pada tahun pertama mengalami gangguan haid," kata Dokter Biran Affandi, ahli kandungan dan kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI). Karena berbagai akibat samping itu, organisasi kesehatan dunia (WHO) mencari alternatif untuk meredam berbagai keluhan yang muncul. Menurut Biran Affandi, WHO sejak 1977 meneliti secara farmakodinamik dan farmakokinetik beberapa preparat obat KB suntikan dengan berbagai dosis. Hasilnya, kata Ketua Kelompok Kerja Reproduksi Manusia FK-UI yang ikut dalam penelitian WHO ini, adalah formula suntikan baru. Namanya Cyclofem. Bagaimana cara kerja dan efek obat suntikan KB ini Sabtu lalu diteleseminarkan dan diperkenalkan secara luas kepada para dokter di seluruh Indonesia. Kecuali agar dipahami oleh para dokter, tentu obat itu perlu dikampanyekan agar diperkenalkan pula pada para akseptornya. Cyclofem sebenarnya tak jauh berbeda dengan pil KB yang berisi kombinasi hormon progesteron dan estrogen. Namun, Cyclofem tak juga dapat dikatakan persis sama dengan suntik KB sebelumnya. "Ini obat lama yang dimodifikasi sehingga kelihatan baru. Sebab, kalau membuat baru, biayanya jauh lebih mahal," kata Biran Affandi. Di Indonesia penelitian penggunaan Cyclofem dimulai sejak 1981 lalu dan tahun ini mulai produksi, sedangkan WHO melakukan penelitian sejak 1978. Komposisi obat suntikan lama dosis DMPA 100 mg. Dalam Cyclofem, kandungan DMPA hanya 25 mg plus bahan tambahan berupa estradiol sipionat dengan takaran 5 mg. Bahan tambahan itu disisipkan, kata Biran Affandi, untuk menstabilkan menstruasi. Dengan demikian, bila tadinya, dengan obat lama, siklus haidnya tak teratur, diharapkan datangnya haid menjadi lebih tepat waktu setelah menggunakan obat baru ini. Kapan Cyclofem boleh digunakan? Untuk memastikan agar obat itu tak digunakan ibu-ibu yang sedang hamil, maka akseptor boleh disuntik lima hari setelah haid. Suntikan berikutnya diberikan lagi setiap 30 hari. Jika akseptor lupa atau ada halangan, suntikan bisa ditoleransi kurang atau lebih dari tiga hari. Fungsi Cyclofem adalah mencegah terjadinya ovulasi atau pematangan sel telur. Obat itu juga bisa menipiskan lapisan endometrium (dinding rahim) sehingga rahim tak mampu menjadi cantelan sel telur (nidasi). Fungsi ketiga, obat itu juga membuat pekat cairan mukus pada leher rahim sehingga membuat sperma sulit mencapai posisi sel telur. Secara teoretis kegagalan kontrasepsi ini berkisar dari 0,3 sampai 3 per 100 wanita/tahun. Maksudnya, hanya 0,3 sampai 3 orang wanita yang hamil dari 100 wanita yang menggunakan Cyclofem selama satu tahun. Namun, dalam percobaan di Jakarta, selama setahun dengan 200 responden, angka kegagalannya nihil. Dalam hal mengatur haid, Cyclofem menjajikan hasil yang lebih memuaskan daripada obat suntikan lama. Berdasarkan penelitian WHO, 90% pemakai Cyclofem mengalami datang bulan lebih teratur. Masalah inilah yang sering dikeluhkan para ibu yang menggunakan suntikan lama setiap tiga bulan itu. Hanya saja, pemakai Cyclofem dituntut harus lebih rajin. Sebab, tiap bulan mereka mesti menyodorkan bokongnya untuk ditusuk jarum suntik. Cara suntik sebulan sekali ini, menurut Biran affandi, bisa menguntungkan akseptor dibandingkan yang tiga bulanan karena, dengan Cyclofem, jika ibu-ibu ingin punya anak lagi, bisa "dinormalkan" dengan lebih cepat. Di Indonesia, Cyclofem kini diproduksi oleh PT Tunggal. Pabrik yang berlokasi Jakarta Timur ini merupakan satu-satunya produsen obat Cyclofem di dunia yang mendapat lisensi dari WHO. Selain digunakan di Indonesia, obat ini juga sudah diekspor ke beberapa negara antara lain Bangladesh dan Pakistan. Dengan hadirnya Cyclofem, apakah obat lama akan tergusur? "Belum tentu. Ada orang yang senang mamakai suntikan tiga bulan sekali," kata Rukmini Z. Abidin, presiden direktur pabrik itu. Gatot Triyanto dan G. Sugrahety Dyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini