Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah nonton adegan itu

Dua pemerkosa belia dihukum ringan di bangil, jawa timur. alasan majelis hakim, penjara anak-anak jauh dari domisili terhukum.

21 Mei 1994 | 00.00 WIB

Setelah nonton adegan itu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KORBAN kejahatan sudah selayaknya menuntut hukuman berat bagi pelakunya. Tapi seorang hakim memang harus mempertimbangkannya dari banyak faktor. Itu sebabnya majelis hakim Pengadilan Negeri Bangil, Jawa Timur, yang dipimpin Enggih Supranata, hanya mengganjar dua pelaku pemerkosa masing-masing 18 bulan dan 6 bulan penjara, akhir April lalu. Hukuman itu lebih ringan 6 bulan dari tuntutan jaksa. Pertimbangan Enggih, "Pelaku masih anak-anak. Kalau mereka orang dewasa, akan saya vonis 12 tahun." Kedua terhukum itu, sebut saja Aan dan Farid, berusia 14 dan 13 tahun, duduk di SMP. Dalam persidangan tertutup, mereka mengaku telah menodai tujuh teman sekampungnya, berusia enam hingga sembilan tahun, dua tahun belakangan ini. Ulah mereka terbongkar suatu siang, Oktober tahun silam. Ketika itu, "Saya melihat Farid sedang menindih anak saya," tutur Nyonya Sulis. Padahal, menurut Sulis, juga orang tua korban lainnya, sehari-hari Aan dan Farid di kampungnya, Baran Baru, Kecamatan Gempol, sekitar 20 km timur Surabaya, dikenal ramah. Kepada polisi, Farid (selalu ditemani Aan) mengaku telah menodai Titi 11 kali, sejak Titi masih duduk di TK. Korban lainnya dinodai empat hingga delapan kali. "Saya cuma menggesek-gesekkan itu saja," ujar Farid. Ia mengaku semua perbuatannya itu semata meniru adegan video dan film layar tancap yang kerap ditanggap di kampungnya. Menurut visum dr. Safuan Effendi, dari tujuh korban, empat anak selaput daranya koyak. Merujuk Pasal 45 KUHP, kata Enggih, majelis hakim punya tiga pilihan: mengembalikan Farid dan Aan ke orang tuanya, memutuskan mereka sebagai anak negara, atau menghukumnya. "Pilihan pertama tak mungkin karena orang tua mereka, buruh pabrik, sangat sibuk," kata Enggih kepada K. Candra Negara dari TEMPO. Dan karena penjara untuk anak negara sangat jauh dari domisili keluarga si terpidana -- hanya ada di Tangerang (Jawa Barat), dan Blitar (Jawa Timur) -- pilihan kedua pun tak masuk hitungan. Nah, jadilah pilihan ketiga: menghukum penjara. Itu pun, kata Enggih, majelis masih memberikan catatan: agar kedua bocah itu sebisa mungkin dihindarkan dari pengaruh terpidana orang dewasa.Moebanoe Moera (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum