Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tak Hanya karena Aktivitas fisik, Nyeri Leher Juga Bisa Disebabkan Faktor Stres

Biasanya, faktor penyebab sakit leher ini didiagnosa karena aktivitas fisik yang melelehkan. Namun dalam kondisi tertentu, fakta sejumlah penelitian medis membuktikan adanya hubungan antara nyeri leher yang disebabkan oleh faktor stres.

19 Oktober 2022 | 07.09 WIB

Ilustrasi wanita memegang leher / leher sakit. loyolamedicine.org
Perbesar
Ilustrasi wanita memegang leher / leher sakit. loyolamedicine.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Nyeri leher merupakan salah satu keluhan yang paling umum dialami sebagian besar orang. Biasanya, faktor penyebab sakit leher didiagnosa karena aktivitas fisik yang melelehkan. Namun, dalam kondisi tertentu, fakta sejumlah penelitian medis membuktikan adanya hubungan antara nyeri leher yang disebabkan oleh faktor stres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Yanfei Xie dalam penelitiannya yang diterbitkan di The Journal of Pain pada 19 Juni 2020 menunjukkan kondisi stres melibatkan respons fisik dan mental terhadap tekanan atau ancaman. Ini memiliki berbagai efek kesehatan, termasuk peningkatan ketegangan otot yang dapat menyebabkan nyeri leher dan area tubuh lainnya. Disebutkan pula stres berkontribusi pada fenomena yang dikenal dengan istilah “hyperalgesia”. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Secara sederhana, hyperalgesia digambarkan sebagai nyeri yang dirasakan akibat gangguan saraf. Menurut Xie, fenomena tersebut menyebabkan orang menjadi lebih sensitif terhadap sensasi nyeri. Lebih lanjut, mengutip penelitian terbaru berjudul Neck Pain: Global Epidemiology, Trends and Risk Factors, faktor psikologis selain stres yang menjadi penyebab nyeri leher, antara lain kecemasan, dukungan sosial buruk, hingga depresi. 

Jadi, berdasarkan penelitian tersebut tingkat stres terbukti mempengaruhi bagaimana orang merasakan sakit. Stres pada tingkatan yang lebih tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi pula untuk mengalami nyeri leher. Hasil penelitian tampaknya juga telah dibuktikan dalam beberapa fakta medis di salah satu rumah sakit di New York City. 

Direktur Rehabilitasi Ortopedi dan Olahraga di Beth Israel Medical Center, Robert Gotlin, mengungkapkan adanya lonjakan pasien nyeri leher setiap tahun. Di saat yang sama mereka juga mengalami stres kronis. “Seiring stres, setiap tahun saya pasti melihat lebih banyak pasien dengan nyeri leher di sini,” ujarnya dikutip dari Everyday Health. 

Gotlin merekomendasikan beberapa tips untuk meredakan nyeri leher akibat stres. Dimulai dari pengelolaan stres adalah tahap penting dari segala rencana perawatan untuk nyeri leher. Pun pasien perlu melakukan aktivitas fisik guna meredakan ketegangan otot-otot dan sendi leher. “Peregangan, gerakan dari sisi ke sisi, dan aktivitas fisik lainnya untuk melancarkan aliran darah di sekitar leher,” kata Gotlin. 

HARIS SETYAWAN 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus