Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kemoterapi atau kemo sering digunakan dalam pengobatan kanker. Tahukah Anda pengobatan kanker lain selain kemoterapi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengobatan kanker ternyata tidak hanya kemoterapi. Dilansir dari Medical News Today, Senin, 30 Agustus 2021, berikut adalah alternatif pengobatan kanker selain kemoterapi:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Terapi Fotodinamik
Terapi fotodinamik (PDT) merupakan pengobatan kanker yang menggunakan cahaya dari laser atau sumber cahaya lain untuk mengaktifkan obat yang membunuh sel kanker. PDT bisa digunakan untuk mengobati kanker kulit sel basal, kanker paru-paru, non-sel kecil, kanker kulit sel skuamosa stadium 0, Barrett's esophagus, serta tumor di kepala, di bawah kulit, atau di lapisan dan rongga organ.
Dengan pengobatan ini, kerusakan yang luas bisa dihindari karena obat tidak membunuh sel sehat dan terakumulasi dalam sel kanker. PDT juga tidak menyebabkan jaringan parut sehingga ia menjadi pilihan yang bagus bagi orang-orang dengan prakanker maupun kanker kulit.
Meski begitu, PDT bisa membahayakan sel normal dan menyebabkan efek samping, termasuk pembengkakan, luka bakar, dan nyeri. Beberapa orang dilaporkan mengalami kesulitan menelan, sakit perut, sesak napas, dan masalah kulit. Sementara efek samping lainnya tergantung pada area perawatan.
2. Terapi Laser
Pengobatan ini menggunakan sinar yang terfokus untuk memanaskan dan menghancurkan tumor kecil dan pertumbuhan prakanker. Dokter juga bisa menggunakan terapi laser untuk mengecilkan tumor yang menghalangi area saluran pencernaan dan membantu mengobati gejala, seperti pendarahan.
Laser juga dapat digunakan untuk menutup ujung saraf atau pembuluh getah bening setelah operasi yang mengurangi rasa sakit dan pembengkakan serta mencegah penyebaran sel tumor. Laser digunakan sebagai bagian dari PDT untuk mengaktifkan agen fotosensitisasi.
Terapi laser memungkinkan dokter mengangkat tumor tanpa merusak jaringan di sekitarnya sehingga mengurangi rasa sakit, pendarahan, infeksi, dan jaringan parut. Meski begitu, pasien dan tim bedah harus menggunakan pelindung mata untuk menghindari cedera. Selain itu, lebih sedikit profesional medis yang terlatih menggunakan laser dan biayanya yang mahal menyebabkan lebih sedikit rumah sakit yang menggunakan pengobatan ini.
3. Imunoterapi
Terapi biologis ini membantu pasien meningkatkan pertahanan alami untuk mengendalikan dan menghilangkan kanker. Imunoterapi bekerja dengan mengajarkan sistem kekebalan seseorang untuk mengenali dan menyerang sel kanker, meningkatkan sel kekebalan dan respons kekebalan.
Pengobatan ini bisa menargetkan sel kanker secara tepat sekaligus melindungi sel-sel sehat dari bahaya. Meski begitu, imunoterapi berisiko menyebabkan efek samping, seperti demam, kedinginan, dan kelelahan. Beberapa jenis imunoterapi juga bisa menyebabkan pembengkakan, penambahan berat badan, jantung berdebar-debar, atau diare.
4. Targeted Therapy
Targeted therapy atau terapi yang ditargetkan melibatkan dokter memberikan obat-obatan presisi untuk merawat orang secara individual daripada secara umum. Seperti namanya, terapi ini bisa menyerang sel kanker sambil membiarkan sel sehat seseorang tetap utuh.
Namun, terapi ini memiliki efek samping. Risiko paling umum adalah diare dan masalah hati. Beberapa orang juga mungkin bermasalah dengan pembekuan darah dan penyembuhan luka, peningkatan tekanan darah, dan masalah kulit.
5. Terapi Hormon
Beberapa jenis kanker bergantung pada hormon untuk pertumbuhannya sehingga terapi hormon bisa digunakan untuk memblokir atau mengubah hormon supaya pertumbuhan kanker dapat berhenti. Dokter biasanya menggunakan terapi ini untuk mengobati kanker payudara, endometrium, dan prostat yang bergantung pada hormon seks untuk tumbuh.
Kebanyakan terapi ini menggunakan obat oral yang bisa diminum pasien sehingga mereka tidak perlu infus atau suntikan. Terapi hormon juga bisa menyebabkan efek samping, tergantung pada perawatannya.
Misalnya, pria yang menjalani terapi hormon untuk kanker prostat bisa mengalami penurunan gairah seks dan disfungsi ereksi, pengeroposan tulang, kelelahan, dan penambahan berat badan. Sedangkan wanita juga bisa mengalami penurunan hasrat seksual, pengeroposan tulang, kelelahan, mual, dan risiko lebih tinggi terkena jenis kanker lainnya.
AMELIA RAHIMA SARI