Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun baru adalah musim resolusi hidup. Namun tak jarang, tekad yang dikobarkan sejak akhir tahun itu akan padam dalam hitungan tidak sampai tiga bulan.
Nah, bagi Anda yang ingin terlepas dari ketergantungan pada obat-obatan, merokok, atau alkohol, dan tetap ”beriman” pada resolusi Anda, ada baiknya menyimak tip yang diambil dari publikasi terbaru Universitas Harvard.
- Pertama, carilah pertolongan dari pihak lain dan ciptakan jaringan pendukung.
- Kedua, tetapkan hari berhenti, seperti ulang tahun atau perayaan pernikahan.
- Ketiga, gantilah lingkungan pergaulan Anda, dan hilangkan semua benda yang bisa mengingatkan Anda pada adiksi.
- Keempat, cobalah mencari keterampilan atau aktivitas baru. Pelajarilah dengan suka cita.
- Kelima, beranilah mengevaluasi kesalahan masa lalu mengapa Anda selalu gagal bila ingin berhenti merokok, menenggak alkohol atau obat-obatan.
Mendadak Pekak
PESTA tahun baru kurang afdal tanpa musik berdentam. Orang ramai berteriak. Begitu riuh hingga Anda sulit menangkap omongan orang. Bisa jadi, problemnya di otak, bukan di kuping Anda, karena otaklah yang mengontrol apa yang didengar telinga.
Ada semacam ”saklar” di sirkuit otak yang secara alamiah melemah seiring dengan bertambahnya umur. Ini mesti diwaspadai sebagai salah satu dari tanda-tanda awal hilangnya pendengaran—problem yang menimpa sepertiga kaum sepuh 65-75 tahun.
Para ahli masih berupaya menemukan cara meniadakan, atau paling tidak memperlambat, proses kerusakan saklar di sirkuit otak ini. Sebab, otak tak hanya menerima sinyal dari telinga, tapi juga mengirim balik sinyal itu. Ketika berada di lingkungan yang terlalu bising, saklar di otak ini secara otomatis mengirim pesan ke telinga agar mengurangi pasokan sinyal. Walhasil, daya kerja telinga pun melemah.
Seperti diberitakan AP pada akhir 2008, Robert Frisina dari Universitas Rochester, New York, melakukan penelitian terhadap tikus untuk mencari tahu penyebab kemerosotan daya dengar pada manusia. Tim ini menemukan penyebabnya: menurunnya pasokan dari sebuah struktur kunci di permukaan sel saraf di rangkaian saklar otak.
Yang juga berperan penting adalah bagian dalam telinga, tempat suara diubah menjadi sinyal saraf. Ini dilakukan oleh sel yang memakai rambut-rambut halus untuk mendeteksi gelombang suara. Sel ini bisa rusak karena penuaan atau karena terlalu sering dan lama berada di lingkungan yang bising.
Waspada Liburan di Gunung
LIBURAN di gunung memang menyenangkan. Namun waspadalah, pada hari pertama anak-anak bisa terserang penyakit pegunungan akut (acute mountain sickness). Gejalanya, sakit kepala, mual, kelelahan, dan sulit tidur. Sayangnya, sedikit sekali info tentang serangan ini. Banyak orang tua yang keburu panik sehingga memberikan obat yang sebetulnya tak perlu kepada anak-anak. Hasil penelitian tentang masalah ini dipaparkan di jurnal Pediatrics edisi awal 2009.
Jonathan Bloch, dokter dari Rumah Sakit Universitas Lausanne, Swiss, dan timnya melakukan penelitian terhadap 48 anak sehat yang baru kembali dari Jungfraujoch, kawasan wisata di dataran sangat tinggi. Untuk mencapainya, anak-anak yang rata-rata berumur 14 tahun itu mesti menanjak dengan kereta api dari ketinggian 568 ke 3.450 meter di atas permukaan laut.
Hasilnya, 37.5 persen dari responden mengalami serangan ini pada tiga hari pertama. Problem ini dengan sendirinya teratasi dua hari berikutnya, setelah anak-anak itu menyesuaikan diri.
Serangan ini memang relatif tak berbahaya, namun tetap patut diwaspadai berkembang lebih parah. Kalaupun mau menenggak obat, sebaiknya dibatasi hanya pada gejala yang timbul, misalnya obat sakit kepala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo