Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menghindari Asma Kerja |
Waspadailah lingkungan kerja Anda. Perangkat pendingin udara (AC) yang kotor, misalnya, pasti kaya dengan debu, jamur, dan bakteri. Alhasil, bukannya membuat udara nyaman, AC kotor inilah yang antara lain turut menggenjot kejadian asma kerja di Indonesia.
Adalah Dianiati, spesialis paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, yang mengungkapkan tren peningkatan asma kerja. Meskipun belum tersedia data terperinci, Dianiati yakin, kian banyak karyawan yang mengalami kesulitan bernapas saat bekerja. Kesulitan napas ini jauh berkurang bila pasien berada jauh dari kantor. "Inilah yang disebut asma kerja," katanya dalam seminar "Asma dan Pengaruh Lingkungan Kerja", pekan lalu di Jakarta.
Laju peningkatan asma kerja, menurut Dianiati, terkait dengan makin pekatnya polusi udara di negeri ini. Sementara itu, gara-gara ekonomi sulit, banyak perusahaan cenderung mengetatkan anggaran pengelolaan kebersihan gedung perkantoran. Kesehatan sistem ventilasi ruang kantor pun sering terabaikan. Alhasil, tak sedikit karyawan yang mengalami asma atau gangguan fungsi paru yang menahun. Bila dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini mengundang berbagai infeksi yang membahayakan paru-paru.
Guna mengerem laju asma kerja, Dianiati meminta pengusaha memperhatikan kebersihan lingkungan dan perangkat kerja karyawan. Masker pengaman, misalnya, harus tersedia bagi karyawan yang bersentuhan dengan zat-zat pemicu asma. Selain itu, karyawan sebaiknya melakukan uji fungsi parumeliputi tes volume paru dan pemeriksaan adanya sumbatan pada rongga udara parusecara rutin. Dengan demikian, asma kerja bisa diatasi sejak dini dan produktivitas karyawan tetap terjaga.
Risiko Pria Berumur |
Kaum lelaki umumnya merasa aman punya anak di sepanjang umur. Mereka yakin, mutu sperma para pria akan tetap prima biarpun umur sudah menua. Lain halnya dengan perempuan, yang menghasilkan sel telur dengan kualitas yang menurun sejalan dengan pertambahan usia.
Namun, keyakinan tadi mulai dipertanyakan. Tim ilmuwan baru-baru ini membuktikan, makin tua usia laki-laki, makin tinggi pula risiko punya anak yang kelak mengidap gangguan jiwa berat, skizofrenia. Tim peneliti itu berasal dari Fakultas Kedokteran Universitas New York, Fakultas Kedokteran dan Bedah Universitas Columbia, dan Kementerian Kesehatan Israel. Mereka menganalisis riwayat kesehatan 87 ribu penduduk Yerusalem, Israel, yang lahir pada 1964 sampai 1976. Dari keseluruhan responden, tercatat 1.330 orang yang mengalami berbagai kelainan kejiwaan658 di antaranya menderita skizofrenia tanpa memiliki riwayat keluarga penderita penyakit itu.
Ternyata, tidak ada pola yang mengaitkan responden pengidap skizofrenia dengan usia ibu. Kaitan kuat justru muncul antara responden skizofrenia dan umur ayah saat mereka lahir. Analisis data menunjukkan, usia ideal menjadi ayah tanpa risiko punya anak skizofrenia adalah 25 tahun. Risiko ini berlipat dua kali pada lelaki yang jadi ayah dalam umur 45-49 tahun. Angka risiko berlipat tiga kali pada lelaki yang punya anak dalam usia 50 tahun ke atas. Semua kesimpulan ini dilaporkan dalam jurnal Archives of General Psychiatry edisi terbaru.
Jadi, para lelaki sebaiknya juga mempertimbangkan usia ideal saat merencanakan membentuk keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo