Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merokok Tidak Perburuk Kanker Payudara
Sesekali bolehlah ada kabar gembira bagi perokok. Menurut penelitian terbaru, merokok tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap penderita kanker payudara yang pernah maupun masih merokok. Kegiatan mengisap nikotin ini juga tidak memperburuk kondisi penderita pada tahap metastase atau masa awal kanker. ”Merokok juga tidak berpengaruh terhadap pilihan cara pengobatan kanker,” kata pemimpin riset Dr Matthew Abramowitz, ahli kanker dari Fox Chase Cancer Center di Philadelphia, Amerika Serikat.
Penelitian melibatkan 6.000 perempuan penderita kanker payudara berusia lebih dari 35 tahun. Satu dari 10 responden adalah perokok ketika didiagnosis menderita kanker. ”Penelitian ini tidak membuktikan apakah perempuan akan lebih mudah terkena kanker payudara apabila dia merokok,” kata Abramowitz seperti dikutip US News, Senin pekan lalu.
Semula, peneliti menduga bila seseorang menderita kanker payudara dan dia merokok, maka kondisinya akan makin buruk. Ini seperti pengaruh buruk rokok terhadap penderita kanker yang lain, misalnya paru, kepala, leher, tenggorokan, dan saluran urine.
Terapi Radiasi Tak Ganggu ’Mr. Happy’
Yang ini kabar menyenangkan bagi penderita kanker prostat. Ternyata terapi radiasi untuk mematikan sel-sel kanker—bahkan dalam dosis tinggi—tidak mempengaruhi kemampuan si laki-laki berhubungan seksual. Ini merupakan hasil penelitian tim dari Fox Chase Cancer Center di Philadelphia terhadap 155 pria penderita kanker prostat yang sedang menjalani intensity-modulated radiation therapy (IMRT), yakni terapi radiasi yang terarah pada sel-sel kankernya saja.
Sekelompok laki-laki menerima terapi dalam 38 sesi selama tujuh minggu dan tiga hari. Kelompok lainnya juga mendapat terapi sama namun dengan kekuatan radiasi lebih besar dalam 26 sesi selama lima minggu dan satu hari. Setelah enam bulan, satu tahun, dan dua tahun pascapengobatan, para peneliti tidak melihat penurunan kemampuan mereka dalam hal berhubungan seks.
Ketakutan para pria penderita kanker prostat untuk menjalani pengobatan radiasi selama ini adalah tidak dapat berhubungan seks pascaterapi alias berakibat ”Mr. Happy” tidak happy. ”Dengan terapi ini, jaringan-jaringan normal tetap bisa selamat, tidak ikut hancur,” kata pemimpin tim peneliti Dr. Mark Buyyounouski seperti dikutip situs HealthDay, Senin pekan lalu.
Vitamin D Tidak ’Sakti’
Selama ini orang percaya vitamin D punya kemampuan sebagai zat antikanker. Nyatanya, menurut penelitian terbaru National Cancer Institute di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat, ternyata vitamin D tidak sesakti yang dikira orang selama ini. Tingginya kadar vitamin D dalam darah tidak mampu mencegah kematian akibat kanker. ”Penelitian ini adalah yang pertama dalam melihat kaitan antara kadar vitamin D dalam darah dan kematian akibat kanker yang mengikutinya,” kata pemimpin peneliti Dr. D. Michal Freedman kepada Reuters Health, Selasa pekan lalu.
Hasil ini diperoleh dari analisis data atas 16.818 orang yang berpartisipasi dalam survei besar bertajuk National Health and Nutrition Examination Survey yang ketiga. Responden harus minimal berusia 17 tahun ketika survei pertama kali dijalankan antara 1988 dan 1994 dan dilanjutkan pada 2000. Level vitamin D dalam darah termasuk yang diukur ketika survei dimulai.
Selama periode penelitian, terjadi 536 kematian akibat kanker di antara para partisipan survei. Setelah dianalisis ternyata tidak ada korelasi antara tingginya level vitamin D dalam darah dan kematian akibat kanker. Korelasi hanya tampak pada penderita kanker usus besar. Menurut survei, orang dengan kadar vitamin D tinggi 72 persen lebih kecil kemungkinannya meninggal akibat kanker usus besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo