Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Trauma adalah sebuah respon emosional di otak terhadap kejadian buruk yang pernah terjadi di masa lalu, seperti kecelakaan, sakit, pemerkosaan, atau bencana alam. Setelah peristiwa buruk terjadi, syok dan penyangkalan adalah hal yang umum terjadi pada seseorang. Akan tetapi, efeknya bisa berkelanjutan hingga jangka panjang, seperti emosi tidak terduga, kilas balik, bahkan gejala pada fisik seperti sakit kepala dan mual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam videonya yang berjudul "Melupakan Trauma Masa Lalu", dokter spesialis kesehatan jiwa dari RS Omni Internasional, Andri, mengatakan trauma seringkali dikaitkan dengan gangguan kecemasan. Saat gangguan kecemasan datang, seseorang dapat mengingat kembali memori yang menyakitkan meskipun ia sudah berusaha melewati masa tersebut. Baca: Kasus Ahok, Veronica dan Julianto Tio, Cara Hadapi Selingkuhan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disebabkan oleh sistem dalam otakhttps://www.tempo.co/tag/otak bernama amygdala. Menurut Andri, amygdala adalah pusat memori dalam otak yang menyimpan memori tentang segala sesuatu yang pernah terjadi dalam kehidupan seseorang. Amygdala memang mampu menyimpan seluruh memori. Akan tetapi, peristiwa yang memiliki makna akan lebih mudah diserap amygdala daripada memori yang tidak bermakna, baik memori buruk maupun memori baik.
Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi yang dipicu oleh hiperaktivitas amygdala akibat proses menghadapi peristiwa tertentu yang mengingatkan kita pada kondisi traumatik. Untuk mengatasi kecemasan, Andri menyarankan dua buah cara. “Ingatan tentu tidak akan bisa hilang, tapi persepsi bisa kita modifikasi,” ujar dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut. Baca: Suka Sindir di Twitter, Ini Cuitan 'Penting' Fadli Zon
Cara yang disarankan oleh Andri adalah mengikhlaskan kejadian yang pernah dialami. Dengan begitu, seseorang bisa mengurangi persepsi negatif atau kurang baik dari peristiwa buruk itu. “Tambah hal-hal positif di diri kita. Bagaimana pun, kita dalam hidup harus meng-input (nilai) positif di otak kita. Kalau nggak, sebaliknya (nilai) negatif yang akan muncul.”
Menurut Andri, jika seseorang terus memasukkan pikiran positif ke dalam otak, kita bisa memiliki kenangan yang lebih baik dan bermakna positif. Dengan begitu, otak akan mampu mengimbangi sehingga nilai positif bisa muncul ke alam sadar seseorang. “Memang tidak mudah melakukan itu. Makanya kita harus berupaya, memberi input positif pada pikiran kita agar lebih baik dalam berinteraksi atau berperilaku dengan orang lain. Baca buku positif, audio positif, dengar ceramah, dan bergaul dengan orang-orang positif agar bisa mendapat manfaat dari hal yang dilakukan.” Baca: Paspampres Harus Bisa Menembak dari Atas Motor dan Mobil Bergerak
Andri menekankan, kita adalah orang yang bertanggung jawab atas diri sendiri. Karena itu, penerimaan hal-hal yang pernah terjadi dalam hidup kita merupakan hal yang penting. “Terima saja dulu. Jangan disesali. Nyatakan kalau, ‘Saya bertanggung jawab pada diri sendiri dan saya ingin berubah menjadi orang lebih baik dan tidak mengingat trauma masa lalu',” katanya.
AMERICAN PSYCHOLOGICAL ASSOCIATION | MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA