Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUNK football bisa diartikan sebagai konsep sebuah klub sepak bola yang sepenuhnya dijalankan secara bersama-sama dari, oleh, dan untuk suporter. Punk football merujuk pada klub sepak bola yang dimiliki dan dikelola oleh suporter. Dengan kata lain, klub sepak bola alternatif itu tidak bergantung pada sponsor dan mengusung kebersamaan dalam menjalankannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan punk football muncul di Eropa sebagai respons terhadap modernisme sepak bola. Gagasan itu kemudian tumbuh menjadi semacam subkultur yang menolak kapitalisasi sepak bola dan hendak mengembalikan sepak bola sebagai hiburan rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu muncul beberapa klub alternatif di Eropa yang mengusung ideologi punk football. Sebut saja klub United of Manchester yang terbentuk di Manchester, Inggris, pada 2005. Klub ini dibentuk oleh para suporter sebagai respons atas penjualan mayoritas saham klub Manchester United kepada Malcolm Glazer—taipan asal Amerika Serikat.
St. Pauli, klub alternatif asal Hamburg, Jerman, juga mengusung konsep punk football. Slogan “Do it yourself” begitu lekat dengan para suporter klub sepak bola yang berdiri sejak 1910 tersebut.
Klub-klub alternatif juga muncul di Indonesia. Mereka muncul lantaran merasa dunia sepak bola di Tanah Air begitu berjarak dengan para pendukungnya. Selain itu, karut-marut pengelolaan sepak bola ikut memantik kemunculan mereka.
Pada akhir 2021, berdiri klub Riverside Forest di Bandung, Jawa Barat. Berangkat dari semangat punk football seperti dua klub alternatif di Eropa, Riverside Forest tak muluk-muluk dengan target harus menjadi juara. Mereka lebih senang hadir mengkampanyekan sepak bola sebagai hiburan rakyat dan isu-isu sosial.
Sejumlah klub sepak bola alternatif yang dikelola secara swadaya oleh para suporter juga muncul di kota-kota lain. Di antaranya Tribun Kultur FC dan Port City Wanderers di Jakarta; Rainfall FC di Bogor dan Urbanside Collective Football di Bekasi, Jawa Barat; Kaliburg di Purbalingga, Jawa Tengah; serta Amigos di Malang, Jawa Timur.
Pendukung Rainfall FC di Bogor, Jawa Barat, 25 Agustus 2023/Dok Rainfall FC
Ichsan Ramadhan, suporter Tribun Kultur FC, merasakan atmosfer perayaan sepak bola secara utuh di dalam stadion setiap klub kesayangannya berlaga. Ichsan mendukung pemain yang merupakan teman sendiri, mengambil keputusan sebagai suporter yang dilibatkan, hingga bisa berekspresi secara bebas di dalam stadion.
Menurut Ichsan, mendukung klub sepak bola alternatif menjadi jalan baru untuk merayakan sepak bola sebagaimana semestinya. Sepak bola alternatif turut pula mengaburkan batas-batas rivalitas dan sentimen kedaerahan yang selama ini kerap terjadi di kancah sepak bola nasional. “Itu yang bisa kami lakukan,” ucap Ichsan.
Klub sepak bola alternatif juga kerap menggelar pertandingan kolektif sebagai respons atas berbagai isu. Saat peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2023, mereka menggelar laga bertajuk “Mayday Collective Football”. Kegiatan yang berlangsung di Progresif Sport Center, Bandung, itu diikuti enam klub amatir dari enam kota.
Sebagai respons atas kasus sengketa lahan warga Dago Elos, Bandung, turut digelar pula kegiatan bertajuk “Collective Football for Dago Elos” yang berlangsung di Stadion Mini Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Ada lima klub yang turut serta dalam perhelatan tersebut, yakni Urbanside Collective Football sebagai tuan rumah, Rainfall FC, Tribun Kultur FC, Kaliburg, dan Port City Wanderers.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dari Suporter untuk Suporter"