Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas: Pilkada Langsung Bukan Berarti Buruk

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan ide pemilihan kepala daerah atau pilkada tak langsung yang dicetuskan Prabowo.

22 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sedang menyiapkan pengkajian soal pilkada lewat DPRD.

  • Menurut politikus Gerindra itu, ide pilkada tak langsung tidak berkaitan dengan manifesto partainya kembali ke UUD 1945 asli.

  • Menjadi Menteri Hukum, Supratman menemukan ribuan peraturan yang tumpang-tindih.

DENGAN slogan keberlanjutan, Presiden Prabowo Subianto melantik Supratman Andi Agtas tetap sebagai Menteri Hukum. Politikus Partai Gerindra ini dilantik menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di ujung masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menggantikan Yasonna Laoly, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, seiring dengan konflik antara Jokowi dan partainya itu serta menjelang perubahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun Presiden Prabowo Subianto memecah kewenangan Supratman dengan memisahkan urusan hukum dan hak asasi manusia serta urusan imigrasi dan lembaga pemasyarakatan. Supratman kini menjabat Menteri Hukum dengan jumlah pegawai tinggal 8.000 dari sekitar 67 ribu sewaktu Kementerian Hukum masih berbentuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Tugas lebih ringan, tapi masalah masih banyak,” kata Supratman kepada Sunudyantoro dan Yosea Arga Pramudita dari Tempo pada Kamis, 5 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski kewenangannya berkurang, Supratman masih berkuasa menangani pengesahan organisasi, termasuk partai politik. Ia menteri yang berwenang menentukan keabsahan pengurus partai politik yang diakui pemerintah. Ini adalah tugas paling krusial bagi Menteri Hukum, terlebih ketika ramai masalah dualisme partai seperti pada era pemerintahan Jokowi. “Kepengurusan partai terkadang menimbulkan dinamika,” ujar politikus yang lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, itu.

Dua pekan setelahnya atau pada Kamis, 19 Desember 2024, ia kembali menerima permintaan sesi tanya-jawab untuk menjelaskan gagasan pemilihan kepala daerah melalui dewan perwakilan rakyat daerah atau pilkada tak langsung. Ide yang dilontarkan Presiden Prabowo ini, dengan alasan menghemat biaya, menurut Supratman, akan masuk paket omnibus law politik.

Seberapa serius pemerintah memuluskan ide Prabowo mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD?

Saya belum mendapat instruksi khusus dari Presiden. Beliau sudah melontarkan gagasan itu untuk menyambut usulan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Sebagai pembantu presiden, saya menyiapkan pengkajian. Jadi saya sudah punya barangnya ketika sewaktu-waktu Presiden bertanya.

Bukankah itu kemunduran demokrasi?

Enggak. Jangan terlalu jauh. Pencalonan kepala daerah harus melalui partai politik karena konstitusi mengaturnya begitu.

Apa kerisauan Prabowo sehingga melontarkan gagasan itu?

Tidak ada satu sistem yang sempurna. Pilkada langsung membuat partisipasi publik terbuka lebar. Namun apakah praktik demokrasi itu sudah substansial atau masih prosedural? Menurut penilaian saya, kita masih menjalankan demokrasi prosedural.

Ada kekhawatiran ide pilkada lewat DPRD akan menjadi pintu masuk pemilihan presiden kembali melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Apalagi manifesto Partai Gerindra ingin kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 yang asli. Apa betul demikian?

Pilkada langsung atau tak langsung tidak ada kaitannya dengan manifesto partai kami.

Benarkah perubahan model pilkada ini masuk paket omnibus law politik yang akan bergulir?

Prosesnya akan terbuka ke publik. Pembahasan Undang-Undang Pemilihan Umum, Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, dan Undang-Undang Partai Politik akan berjalan simultan. Kami ingin membenahi sistem pemilu dan mereformasi partai politik. Dengan begitu, negara hadir untuk membuat partai tak bergantung kepada pemodal yang selama ini mendorong partai bernegosiasi atas semua keputusan politik.

Seperti apa konsep pilkada yang dibayangkan pemerintah?

Perlu dicatat bahwa ini bukan keputusan, ya. Saya setuju terhadap usulan Pak Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri, mengenai pemilu asimetris. Dalam penyelenggaraan pilkada, kita mesti memperhatikan tiga hal, yakni indeks pembangunan manusia (IPM), ruang fiskal daerah, dan kondisi lokal seperti konflik.

Bagaimana implementasinya?

Bila IPM, ruang fiskal, dan kondisi lokalnya bagus, daerah itu bisa menggelar pilkada langsung. Jika IPM dan situasi fiskal bagus tapi potensi konfliknya tinggi, daerah itu bisa saja menggelar pilkada lewat DPRD. Intinya, apa pun pilihannya, model pilkada tersebut tak bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, kita tak pernah seragam dalam pilkada karena kita menghargai kearifan lokal.

Apa contohnya?

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan otomatis menjadi gubernur. Sedangkan di Papua ada sistem noken, kearifan lokal dalam memilih pemimpin. Sekali lagi, Pak Tito menyampaikan poin yang menarik bahwa pilkada langsung tidak berarti buruk. Namun fakta sosiologis di Indonesia menunjukkan, misalnya, tingkat pendidikan masih rendah. Sebagian besar penduduk punya tingkat pendidikan dasar dan menengah saja. Mau mengharapkan kualitas demokrasi seperti apa? Karena itu, jangan heran jika ada perilaku tak terpuji dalam masa kampanye atau setelah calon kepala daerah terpilih.

Bagaimana cara menjamin integritas dan legitimasi hasilnya jika pemilihan berlangsung lewat DPRD?

Pengawasan pemilihannya lebih mudah karena jumlahnya terbatas. Gampang mengawasi jika ada transaksi, meski saya tak bisa menjamin transaksi politik itu tak benar-benar terjadi. Saya membayangkan memang lebih mudah karena politikus di DPRD yang terlibat mungkin 40-an orang dalam satu kabupaten.

Politik uang tak serta-merta lenyap dengan pemilihan tak langsung….

Money politics pasti ada dan tak ada jaminan hal itu tidak terjadi. Namun penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dapat lebih mudah mengontrol.

Apakah ongkos politik juga akan langsung turun drastis?

Pasti lebih murah. Banyak petugas di tempat pemungutan suara yang harus digaji selama ini. Belum lagi urusan kertas suara dan logistik pencoblosan. Saya belum tahu angka penghematannya. Kami melihat pasti lebih efisien jika pilkada melalui DPRD. Saya sepakat bahwa ada kelemahan dalam sistem ini. Karena itu, jika ide ini terwujud, dibutuhkan komitmen bersama.


Supratman Andi Agtas

Tempat dan tanggal lahir:

  • Soppeng, Sulawesi Selatan, 28 September 1969

Pendidikan:

  • Sarjana ilmu hukum Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi Selatan
  • Magister ilmu hukum Universitas Hasanuddin, Makassar
  • Doktor ilmu hukum Universitas Muslim Indonesia, Makassar

Jabatan publik:

  • Menteri Hukum (Oktober 2024-sekarang)
  • Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Agustus-Oktober 2024)
  • Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra (2014-2024)

Laporan harta kekayaan:

  • Rp 22,89 miliar (2023)


Selain terhadap ide pilkada tak langsung, Anda juga bertanggung jawab atas pengesahan organisasi, termasuk partai politik, yang kerap mengalami dualisme. Bagaimana Anda mengatasinya?

Pengesahan partai politik merupakan persoalan tata negara dan kepengurusan partai terkadang menimbulkan dinamika. Semua hal yang terkait dengan konflik selalu diupayakan diselesaikan dengan mediasi agar kedua kubu bisa bersama-sama lagi. Banyak sekali konflik saat ini, termasuk di organisasi profesi. Terakhir saya mendamaikan Persatuan Wartawan Indonesia. Namun mereka pecah lagi.

Organisasi dan partai pecah menjadi dua kubu seperti keniscayaan belakangan ini, salah satunya terjadi di Palang Merah Indonesia. Anda sudah turun tangan?

Kedua pihak sudah datang ke Kementerian Hukum.

Kubu mana yang akan Anda akui?

Saya belum bertemu dengan kedua pihak karena masih ditangani Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum. Namun saya sudah berdiskusi dengan Pak Agung Laksono dan Pak Jusuf Kalla.

Apa hasilnya?

Tim kami sudah meneliti keabsahan berdasarkan anggaran dasar. Kami akan mengumumkan kesimpulannya segera mungkin. Pak Prabowo sendiri belum memberikan arahan mengenai masalah di PMI.

Setelah Kementerian Hukum dan HAM dipecah menjadi tiga, apa tugas dan fungsi Kementerian Hukum?

Kami punya Direktorat Jenderal Perundang-undangan. Kami juga punya fungsi di bidang administrasi hukum umum. Bidang ini antara lain berkaitan dengan penanganan badan usaha, perkumpulan, yayasan, dan notaris. Ada pula Direktorat Pidana yang menangani grasi, amnesti, dan abolisi; serta Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang mengurusi merek, hak cipta, dan paten.

Anda merasa kewenangan lembaga Anda dipereteli?

Enggak. Saya berpikir makin ringan beban kerja, makin bagus. Saya tidak mencari apa-apa. Kalau saya mencari apa-apa, makin besar dan banyak urusan nanti.

Pemecahan kementerian ini menjadi cara Prabowo bagi-bagi kursi?

Saya dulu membawahkan semua bidang di Kementerian Hukum dan HAM. Tapi saya akui tugas itu berat kalau ditangani satu menteri. Saya pelaku, walau dalam rentang waktu tidak lama. Saya tidak bisa berfokus mengurusnya. Ada masalah di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan daerah-daerah lain. Menurut saya, beban kerja itu sungguh berat bila ditangani satu menteri.

Bagaimana dengan pembagian sumber daya manusia?

Pemisahan ini setidaknya membuat sumber daya manusia di Kementerian Hukum jauh lebih sedikit. Dulu sumber daya manusia di Kementerian Hukum dan HAM ada sekitar 67 ribu orang. Dengan adanya pemisahan, Kementerian Hukum mengelola sekitar 8.000 pegawai dengan tugas yang tidak ringan.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (tengah) bersama Menteri HAM Natalius Pigai (kiri) dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, seusai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, 13 Desember 2024. Tempo/Imam Sukamto

Mengapa tidak ringan?

Kami menghadapi perkara hiper-regulasi. Sejak menjadi menteri, saya membentuk beberapa tim untuk mengkajinya dengan melibatkan pakar perguruan tinggi. Menteri-menteri sebelumnya juga kami mintai masukan. Salah satu tugas dan fungsi pokok Kementerian Hukum adalah menangani regulasi. Semua kementerian negara pasti berhubungan dengan Kementerian Hukum.

Seberapa ruwet masalah hiper-regulasi itu?

Kementerian Hukum bertugas mengharmonisasi permintaan semua kementerian, baik peraturan menteri, peraturan pemerintah, peraturan presiden, maupun undang-undang. Kami mencatat setidaknya ada 5.223 peraturan menteri selama 2024. Kami belum tahu apakah peraturan menteri yang kami harmonisasi ini sudah sesuai dengan peraturan di atasnya atau tidak.

Apa temuan Anda?

Sekarang saya membuat tim yang terbagi dalam lima sektor berdasarkan skala prioritas Presiden untuk menjadi program andalan. Untuk sektor ketahanan pangan, misalnya, saya meminta tim meninjau ulang semua undang-undang. Misalnya Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Pemanfaatan Sumber Daya Air. Di situ ada urusan irigasi, peran Badan Urusan Logistik, dan alih fungsi lahan.

Apa temuan Anda soal aturan alih fungsi lahan yang berkaitan dengan lumbung pangan?

Kami menyesuaikan aspek regulasi untuk mencapai target swasembada pangan pada 2027. Presiden Prabowo meminta penguasaan lahan mencerminkan keadilan. Tak boleh ada penguasaan lahan oleh satu golongan. Kami sedang mengkaji beberapa regulasi soal itu, seperti Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Pertanahan, dan Undang-Undang Perkebunan.

Kami menemukan program lumbung pangan di Papua justru dikuasai konglomerat dan memicu konflik dengan masyarakat lokal….

Gejolak pasti ada. Keputusan apa pun yang diambil pemerintah, pasti ada risikonya. Namun kami tak berbicara case by case. Presiden mempunyai program prioritas dan swasembada pangan harus terwujud.

Dengan pendekatan regulasi, bagaimana cara mencegah konflik agraria?

Ada masalah tumpang-tindih lahan. Presiden Prabowo ingin penguasaan lahan yang berkeadilan. Semua orang bisa mendapat lahan, tapi bukan berarti luasnya sama. Sesungguhnya reforma agraria bukanlah lahan negara dibagikan kepada rakyat. Yang lebih penting adalah aset yang masa haknya sudah berakhir harus segera didistribusikan. Presiden meminta ada pengkajian, misalnya, tentang masa berlaku hak guna usaha (HGU). Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, masa berlaku HGU maksimal 90 tahun. Itu produk saya ketika masih di Dewan Perwakilan Rakyat. Namun Presiden sekarang meminta hal itu dikaji dan akan memutuskannya setelah pengkajian selesai.

Ada peluang ketentuan masa berlaku HGU dianulir?

Saya belum tahu dan belum bisa menjawab keputusan akhirnya seperti apa. Intinya, Presiden ingin semua penguasaan lahan mesti berkeadilan. Saya bertugas menyajikan rekomendasi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Sunudyantoro

Sunudyantoro

Wartawan Tempo tinggal di Trenggalek

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus