BARANGKALI tak ada obat yang begitu kontroversial seperti
Laetrile. Food and Drug Administration FDA), lembaga pengawas
makanan dan obat-obatan di Amerika Serikat yang memang terkenal
streng, tidak menyetujui penggunaan obat yang dibuat dari
saripati biji aprikot itu. Alasannya: belum ada penelitian yang
membuktikan manfaatnya.
Tapi di luar lembaga ketabiban resmi, sekelompok dokter--yang
yakin bahwa kanker disebabkan oleh kesalahan dalam metabolisme
tubuh--menyatakan Laetrile bisa menghentikan pertumbuhan kanker,
kalau tidak menyembuhkannya. Secara gelap-gelapan mereka
mempergunakan obat tersebut. Sedang pasien kanker yang gagal
diobati berbagai obat resmi banyak yang menyeberangi perbatasan
AS--dan merebahkan diri untuk memperoleh pengobatan Laetrile, di
sebuah rumah sakit di Tijuana, sekitar 10 km dari garis
perbatasan di daerah Meksiko.
Saban hari puluhan warga AS yang menyeberang itu memberitahu
polisi di pos, bahwa mereka, misalnya, ingin berlibur di Pantai
Estenada. Atau mau melihat adu banteng yang gelanggangnya memang
terletak persis di seberang rumah sakit kanker yang, dikepalai
dr. Contreras, salah seorang pembela Laetrile itu.
Selain dengan muslihat seperti itu, banyak juga pasien yang maju
ke pengadilan dan minta izin untuk menggunakan saripati aprikot
yang diproduksi di Meksiko tersebut. Karena memang menjadi hak
orang untuk mencari pengobatan, pengadilan biasanya mengizinkan
sejumlah ampul Laetrile dibawa masuk ke daerah AS. Dan karena
berbagai desakan lewat pengadilan, akhirnya separuh dari negara
bagian di Amerika Serikat memperbolehkan obat itu dipakai dan
diperdagangkan bebas. Harga obat lantas jauh lebih murah.
Tapi karena obat itu belum diterima FDA, para pendukung Laetrile
kemudian menuduh para pejabat lembaga itu bersekongkol dengan
perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obat kanker
konvensional. FDA kelihatannya tidak mau meladeni serangan itu.
Sementara itu para dokter yang dituduh "ortodoks" oleh kelompok
Laetrile, sudah menutup buku mereka dan tak mau lagi berdebat
soal berguna tidaknya cairan biji aprikot tersebut. Mereka
menyatakan, dengan sebuah hasil penelitian klinis, bahwa
Laetrile tidak bisa menyembuhkan kanker.
Hasil penelitian itu diterbitkan dalam majalah kedokteran The
New England Journal of Medicine, 28 Januari lalu. Di bawah
sponsor National Cancer Institute dan persetujuan FDA, sebanyak
178 pasien kanker dilibatkan dalam penelitian klinis tersebut.
Penderita sama sekali belum pernah mendapat pengobatan kanker
konvensional--baik dengan operasi, penyinaran maupun
obat-obatan. Sedangkan takaran Laetrile yang digunakan dalam
penclitian klinis itu persis seperti yang dipraktekkan oleh para
pendukungnya. Seluruh metode pengobatan juga dibikin serupa
dengan praktek para dokter kelompok Laetrile, yaitu dengan
menyertakan metabolic therapy. Ini termasuk larangan makan
telur, daging, kopi, teh, gula, roti dari gandum olahan, garam
dan alkohol. Mereka disuruh makan banyak-banyak buah dan sayuran
segar. Makan kismis dan kurma. Sedang rotinya dari gandum tulen.
"Ternyata tak ada bukti sedikit pun yang menunjukkan pengaruh
Laetrile. Lebih tiga perempat pasien meninggal di akhir
penelitian. Dan jangka waktu hidup mereka kelihatannya sama saja
dengan pasien pembanding yang tidak menerima pengobatan.
Beberapa pasien menderita gejala keracunan cyanida. Penelitian
ini menunjukkan Laetrile tidak efektif dan tidak aman," tulis
Arnold S. Relman, dalam makalahnya berjudul Closing the books on
Laetrile di majalah New England Journal of Medicine.
Saya Batalkan
Laetrile, yang disebutkan juga Amygdalin, sebenarnya sudah
digunakan sejak berabad-abad silam. Dioscorides dari Anazarbos,
yang hidup di awal abad Masehi, tercatat sebagai orang pertama
yang memakainya. Waktu itu yang digunakannya adalah biji buah
almond yang pahit. Bahkan untuk ramuan obat berbagai penyakit,
biji yang pahit itu selalu disertakan. Tetapi dengan sistem
pengobatan yang semakin modern dan ilmiah, biji pahit tersebut
tersingkir. Baru tahun 1952 ahli biokimia dari AS, Ernest Krebs
Jr, menghidupkannya kembali sebagai obat kanker.
Belum pernah terdengar hasil penelitian klinis terhadap
Amygdalin yang dilakukan Krebs. Cuma sekali setahun, dalam
pertemuan tahunan Cancer Control Society yang dihadiri dokter
dan simpatisan obat dari tanaman itu, ada acara case
presentation. Pada kesempatan itu para penderita macam-macam
kanker yang mengaku sembuh karena Laetrile rnengutarakan
pengalaman mereka masing-masing.
Kabarnya banyak tanaman yang mengandung Amygdalin, termasuk
singkong racun atau singkong gendruwo. Goenawan Partowidigdo,
kepala Sanatorium Cisarua, Bogor, sejak tahun 1960-an
menggunakan singkong racun untuk penderita kanker yang datang
berobat. Dia banyak mendapat kritik dari dokter di sini, karena
memakai sesuatu yang belum diteliti benar. Beberapa dokter
menyebutkan pasien mereka yang minta pengobatan ke dr. Goenawan
ternyata menjadi lebih parah, dan kena racun cyanida pula.
Goenawan tidak memberi banyak komenur terhadap hasil penelitian
di AS itu. "Tetapi saya menganggap mereka yang meneliti itu
lebih fair. Saya sendiri dokter praktek, dan menolong orang yang
minta tolong setelah gagal dengan obat sitostatika dan
lain-lain. Sementara dokter di sini hanya mengkritik dan tidak
berbuat sesuatu," katanya.
Ada dokter yang kemudian mau meneliti Amygdalin dalam rangka
penulisan disertasi untuk promosi gelar doktor. "Tapi rencana
itu sudah saya batalkan dua tahun yang lalu, karena sulit
memperoleh obatnya," kata dr. Sumilah Sastroamidjojo, dari
bagian gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jadi kita
menunggu saja, akhirnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini