Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tutup buku untuk singkong

Setelah melalui perdebatan lama, akhirnya obat laetrile diperbolehkan dipakai dan diperdagangkan bebas. laetrile, yang disebuntukan juga amyangdalin digunakan sejak berabad-abad silam. (ksh)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

Tutup buku untuk singkong
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BARANGKALI tak ada obat yang begitu kontroversial seperti Laetrile. Food and Drug Administration FDA), lembaga pengawas makanan dan obat-obatan di Amerika Serikat yang memang terkenal streng, tidak menyetujui penggunaan obat yang dibuat dari saripati biji aprikot itu. Alasannya: belum ada penelitian yang membuktikan manfaatnya. Tapi di luar lembaga ketabiban resmi, sekelompok dokter--yang yakin bahwa kanker disebabkan oleh kesalahan dalam metabolisme tubuh--menyatakan Laetrile bisa menghentikan pertumbuhan kanker, kalau tidak menyembuhkannya. Secara gelap-gelapan mereka mempergunakan obat tersebut. Sedang pasien kanker yang gagal diobati berbagai obat resmi banyak yang menyeberangi perbatasan AS--dan merebahkan diri untuk memperoleh pengobatan Laetrile, di sebuah rumah sakit di Tijuana, sekitar 10 km dari garis perbatasan di daerah Meksiko. Saban hari puluhan warga AS yang menyeberang itu memberitahu polisi di pos, bahwa mereka, misalnya, ingin berlibur di Pantai Estenada. Atau mau melihat adu banteng yang gelanggangnya memang terletak persis di seberang rumah sakit kanker yang, dikepalai dr. Contreras, salah seorang pembela Laetrile itu. Selain dengan muslihat seperti itu, banyak juga pasien yang maju ke pengadilan dan minta izin untuk menggunakan saripati aprikot yang diproduksi di Meksiko tersebut. Karena memang menjadi hak orang untuk mencari pengobatan, pengadilan biasanya mengizinkan sejumlah ampul Laetrile dibawa masuk ke daerah AS. Dan karena berbagai desakan lewat pengadilan, akhirnya separuh dari negara bagian di Amerika Serikat memperbolehkan obat itu dipakai dan diperdagangkan bebas. Harga obat lantas jauh lebih murah. Tapi karena obat itu belum diterima FDA, para pendukung Laetrile kemudian menuduh para pejabat lembaga itu bersekongkol dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obat kanker konvensional. FDA kelihatannya tidak mau meladeni serangan itu. Sementara itu para dokter yang dituduh "ortodoks" oleh kelompok Laetrile, sudah menutup buku mereka dan tak mau lagi berdebat soal berguna tidaknya cairan biji aprikot tersebut. Mereka menyatakan, dengan sebuah hasil penelitian klinis, bahwa Laetrile tidak bisa menyembuhkan kanker. Hasil penelitian itu diterbitkan dalam majalah kedokteran The New England Journal of Medicine, 28 Januari lalu. Di bawah sponsor National Cancer Institute dan persetujuan FDA, sebanyak 178 pasien kanker dilibatkan dalam penelitian klinis tersebut. Penderita sama sekali belum pernah mendapat pengobatan kanker konvensional--baik dengan operasi, penyinaran maupun obat-obatan. Sedangkan takaran Laetrile yang digunakan dalam penclitian klinis itu persis seperti yang dipraktekkan oleh para pendukungnya. Seluruh metode pengobatan juga dibikin serupa dengan praktek para dokter kelompok Laetrile, yaitu dengan menyertakan metabolic therapy. Ini termasuk larangan makan telur, daging, kopi, teh, gula, roti dari gandum olahan, garam dan alkohol. Mereka disuruh makan banyak-banyak buah dan sayuran segar. Makan kismis dan kurma. Sedang rotinya dari gandum tulen. "Ternyata tak ada bukti sedikit pun yang menunjukkan pengaruh Laetrile. Lebih tiga perempat pasien meninggal di akhir penelitian. Dan jangka waktu hidup mereka kelihatannya sama saja dengan pasien pembanding yang tidak menerima pengobatan. Beberapa pasien menderita gejala keracunan cyanida. Penelitian ini menunjukkan Laetrile tidak efektif dan tidak aman," tulis Arnold S. Relman, dalam makalahnya berjudul Closing the books on Laetrile di majalah New England Journal of Medicine. Saya Batalkan Laetrile, yang disebutkan juga Amygdalin, sebenarnya sudah digunakan sejak berabad-abad silam. Dioscorides dari Anazarbos, yang hidup di awal abad Masehi, tercatat sebagai orang pertama yang memakainya. Waktu itu yang digunakannya adalah biji buah almond yang pahit. Bahkan untuk ramuan obat berbagai penyakit, biji yang pahit itu selalu disertakan. Tetapi dengan sistem pengobatan yang semakin modern dan ilmiah, biji pahit tersebut tersingkir. Baru tahun 1952 ahli biokimia dari AS, Ernest Krebs Jr, menghidupkannya kembali sebagai obat kanker. Belum pernah terdengar hasil penelitian klinis terhadap Amygdalin yang dilakukan Krebs. Cuma sekali setahun, dalam pertemuan tahunan Cancer Control Society yang dihadiri dokter dan simpatisan obat dari tanaman itu, ada acara case presentation. Pada kesempatan itu para penderita macam-macam kanker yang mengaku sembuh karena Laetrile rnengutarakan pengalaman mereka masing-masing. Kabarnya banyak tanaman yang mengandung Amygdalin, termasuk singkong racun atau singkong gendruwo. Goenawan Partowidigdo, kepala Sanatorium Cisarua, Bogor, sejak tahun 1960-an menggunakan singkong racun untuk penderita kanker yang datang berobat. Dia banyak mendapat kritik dari dokter di sini, karena memakai sesuatu yang belum diteliti benar. Beberapa dokter menyebutkan pasien mereka yang minta pengobatan ke dr. Goenawan ternyata menjadi lebih parah, dan kena racun cyanida pula. Goenawan tidak memberi banyak komenur terhadap hasil penelitian di AS itu. "Tetapi saya menganggap mereka yang meneliti itu lebih fair. Saya sendiri dokter praktek, dan menolong orang yang minta tolong setelah gagal dengan obat sitostatika dan lain-lain. Sementara dokter di sini hanya mengkritik dan tidak berbuat sesuatu," katanya. Ada dokter yang kemudian mau meneliti Amygdalin dalam rangka penulisan disertasi untuk promosi gelar doktor. "Tapi rencana itu sudah saya batalkan dua tahun yang lalu, karena sulit memperoleh obatnya," kata dr. Sumilah Sastroamidjojo, dari bagian gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jadi kita menunggu saja, akhirnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus