SETELAH menolak pembela yang disediakan pengadilan, pada sidang
pertam Perkara Cicendo, tertuduh Salman Hafidz mengumumkan
mengundang ahli hukum yang bersedia menjadi "pengawas hukum"
pada proses penyidangan perkaranya. Karena tak jelas apa maunya
terdakwa, begitu agaknya, tak seorang ahli hukum pun yang
mendaftarkan diri.
Namun pada sidang ketiga, akhir Februari, keluarga terdakwa
dapat mengajukan dua orang advokat anggota Peradin (organisasi
advokat) Cabang Bandung. Mereka adalah Edi Suwardi dan Anwar
Sulaeman. Ketika itulah jelas apa yang dimaksudkan Salman Hafidz
terdakwa yang diancam hukuman mati karena dituduh menyerang Pos
Polisi Cicendo di Bandung (TEMPO, 27 Februari), dengan "pengawas
hukum"-nya.
Duduk di kursi pembela, Edi Suwardi dan Anwar Sulaeman, sama
sekali tak diperlakukan terdakwa sebagai pembela, seperti
lazimnya kehadiran seorang penasihat hukum di sebuah sidang
pengadilan. Lalu? Terdakwa, anggota kelompok Imran (yang disebut
terakhir itu adalah terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
yang dituduh mendalangi pembajakan pesawat Woyla ke Bangkok
tempo hari), mempreteli hampir semua hak dan kewajiban
pembelanya.
Pertama, begitu disyaratkan terdakwa, para pembela dilarang
bertanya kepadanya atau kepada saksi selama sidang berlangsung.
Bahkan terdakwa melarang kedua advokat tersebut menemuinya
bekonsultasi di luar sidang. Pembela juga dibebaskannya dari
tugas pembelaan. Karenanya terdakwa tak mau menyebut penasihat
hukumnya sebagai pembela.
Salman hanya meminta kedua pengacara tersebut menjadi semacam
pengawas jalannya sidang pengadilan--agar tetap berada di rel
hukum yang berlaku Sehingga, ketika pada suatu kesempatan
"pengawas hukum" memprotes jaksa yang menyatakan keberatan atas
pertanyaan tertuduh kepada salah seorang saksi, tertuduh
menyela: "Saya ingin bertanya: apakah pengawas hukum membela
saya?"
Sang pengawas bijak menjawab: "Oh, tidak. Kami hanya mendudukkan
masalah sesuai dengan hukum." Salman tersenyum: "Terima kasih !"
Terdakwa juga menetapkan tugas baru bagi "pembela" yang
disebutnya sebagai pengawas hukum tadi. Sebelum majelis hakim
menutup sidang, terdakwa minta agar pengawas hukum menyatakan
pendapatnya, semacam evaluasi hukum, terhadap jalannya
pemeriksaan. Kedua advokat tersebut ternyata mau juga
menjalankan kewajiban yang ditentukan kliennya: "Kami rasa tak
ada penyimpangan hukum, persidangan telah dilaksanakan
sebaik-baiknya, Sesuai dengan hukum yang berlaku."
Hak Terdakwa
Semula majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung yang dipimpin
Soedarko menolak tatacara sidang yang dimaui terdakwa itu. Di
buku undang-undang mana pun tentu tak ditemukan istilah
"pengawas hukum". Duduknya seorang atau lebih penasihat hukum di
pengadilan, begitu aturan main yang berlaku, tentu tak lain
sebagai pembela. Tapi terdakwa tak mau tahu "Saya tak perlu
pembela--yang saya perlukan pengawas hukum!"
Majelis tak ingin berdebat lebih jauh. Kehadiran penasihat hukum
di pengadilan, apa pun hendak disebut terdakwa, resminya tetap
diperlakukan sebagai pembela. "Semua hak terdakwa telah kami
berikan sesuai dengan hukum acara," kata Soedarko di luar kamar
sidang. Bahwa terdakwa membatasi hak penasihat hukumnya, katanya
"itu hak terdakwa juga."
Apalagi jika penaslhat hukum juga mau menerima persyaratan tak
lazim seperti yang disodorkan Salman. "Kami hanya membela karena
rasa perikemanusiaan saja," kata Edi Suwardi. Sehingga, kedua
pengacara tersebut akan tetap menjalankan kewajibannya meski
haknya dibatasi. "Apakah kami harus meninggalkan terdakwa hanya
karena ia tak mengerti hukum saja?" kata Edi Suwardi lagi.
Kedua pengacara tersebut masih berharap dapat menyampaikan
pembelaan atau pleidoi kelak di ujung pemeriksaan. Kalau toh
terdakwa tetap ngotot menolak jasa baiknya seperti kata Anwar
Sulaeman, kedua advokat tersebut tak terlalu berkecil hati.
"Mendampingi terdakwa saja dan membantu persidangan agar
berjalan sesuai dengan hukum," kata Anwar Sulaeman, "sudah
merupakan upaya pembelaan."
Tentu saja ada yang tak setuju dcngan pembelaan cara begitu.
Misalnya Pengacara Bob M. Neels dari Pusbadhi (organisasi
pecinta 8 pengabdi hukum). Kata Neels: "Pembatasan terdakwa
seharusnya ditolak penasihat hukumnya." Tugas pembelaan di
pengadilan, menurut Bob, harus sepenuhnya dilakukan seorang
pembela. "Kalau tidak," lanjut Bob, "pembela hanya seperti
boneka saja!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini