Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sunat untuk anak laki-laki pada umumnya dilakukan sebelum akil balig. Namun, usia berapa yang paling tepat untuk mengkhitan anak? Dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Saraf sekaligus pendiri Rumah Sunat dr. Mahdian, Mahdian Nur Nasution, mengatakan sunat bisa dilakukan sejak masih bayi bila pertimbangannya murni soal medis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang terbaik saat bayi. Kalau ada luka di sel-sel kulit bayi akan cepat sekali kembali normal," kata Mahdian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, berdasarkan penelitian, 40 persen anak menderita fimosis atau kelainan pada penis, di mana kulup melekat tak bisa ditarik ke belakang. Kelainan ini dapat menimbulkan demam hingga infeksi saluran kemih.
"Kalau dari bayi sudah disunat, risiko itu akan hilang," ujarnya.
Alasan lain menyunat anak sejak masih bayi adalah menghindari trauma psikologi ketika anak merasakan pengalaman tak menyenangkan selama atau setelah dikhitan, seperti merasa sakit akibat luka sunat.
"Kalau disunat saat bayi, dia tidak akan ingat dan terbebas dari trauma psikologis ke depannya," tutur Mahdian.
Itulah mengapa di negara-negara lain, seperti Australia, rata-rata proses khitan dilakukan saat bayi atau justru ketika sudah dewasa dan bisa memutuskan segala sesuatu sendiri serta siap menanggung konsekuensi. Bila orang tak cuma mementingkan soal medis, tetapi juga faktor sosial, tak masalah bila menyunat anak sebelum akil balig, rata-rata ketika duduk di sekolah dasar.
Pada umumnya, masih ada ada sebagian masyarakat yang mengadakan perayaan sunat dan menggelar pesta sebagai rasa syukur dan mengundang orang-orang terdekat.
"Ada untungnya sunat saat anak SD karena habis disunat keluarga bisa kumpul-kumpul sebab masyarakat Indonesia seperti masyarakat Melayu yang memang senang berkumpul," tuturnya.