SAKIT punggung yang dirasakan oleh Suskandari, 60 tahun, tak dihiraukannya sama sekali. Wanita berprofesi dokter ini menduga, rasa pegal yang mencengkeram punggungnya tentulah karena terlalu lama duduk. Ternyata, ia salah. Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa ibu beranak tiga itu menderita penyakit tulang degeneratif dan harus dioperasi. Kebetulan Dokter Bambang Darwono, ahli bedah tulang RS Gatot Subroto, Jakarta, sedang memperkenalkan teknik baru operasi nyeri punggung bagian bawah. Setelah melalui pemeriksaan teliti, Selasa pekan lalu Suskandari dioperasi tulang belakangnya. Dan inilah operasi pertama untuk jenis itu yang pernah dilakukan di Indonesia. Operasi ini dilakukan oleh Dokter Bambang, didampingi Profesor Lee Eng Hin, ahli bedah tulang dari Singapura. Kini kondisi Suskandari berangsur pulih. "Setelah tiga hari operasi, rasa sakitnya terus berkurang. Hanya, sekarang belum boleh duduk," tuturnya. Operasi serupa juga dilakukan pada pasien lain, Ny. Dien, 55 tahun. Nyeri yang diderita Dien bukan degeneratif, tapi lantaran kelainan pada sendi ruas tulang belakang. Penyebab rasa nyeri punggung bawah, menurut Dokter Bambang -- mempelajari teknik baru operasi tulang di Jepang -- ada dua. Bisa degenerasi dari discus intervetebralis (sendi yang menghubungkan ruas-ruas tulang belakang), bisa pula karena hernia nucleus pulposus (HNP). Yang jelas, kedua penyebab itu manifestasinya sama, yaitu sendi tulang belakang menonjol, lalu menekan dan menjepit saraf di daerah punggung. Kedua penyebab itu bisa muncul karena berbagai faktor, seperti merokok, bekerja di lingkungan yang banyak mengalami getaran, melakukan pekerjaan yang mengharuskan banyak duduk, atau sering mengangkat beban berat. Secara normal, bagian dalam tulang yang disebut nucleus pulposus -- bentuknya seperti jeli -- berfungsi sebagai peredam guncangan. "Jadi, kalau seseorang mampu mengangkat beban berat kemudian bisa duduk dan berdiri dengan enak, hal itu mungkin karena adanya jeli," Dokter Bambang menjelaskan. Lain untuk yang mengalami gangguan. Pada perokok berat, nikotin yang dikandung rokok mampu merusak anyaman pembuluh darah pada tulang. Hal ini menyebabkan makanan yang disetorkan ke sendi terganggu. Akibatnya, sendi-sendi melemah dan membuat lapisan serat robek. Kalau lapisan itu robek, tekanan jeli akan mendesak dan merusak bagian sendi yang lemah. Akibatnya, sendi mencuat ke luar. Jika sendi menonjol ke belakang, ia menekan saraf punggung bagian bawah, hingga terasa nyeri yang luar biasa. Selama ini, rasa nyeri itu bisa diatasi dengan operasi, terutama untuk mengempiskan tonjolan supaya saraf terbebas dari jepitan. Cara lama untuk mengusir tonjolan, pasien dibius total, kemudian dibuat irisan dari belakang. Selanjutnya, otot di sekitarnya disisihkan, dibuat lubang kecil. Barulah saraf disisihkan, dan tonjolan diambil. Kini ada operasi cara baru yang disebut APLD (automated percutaneous lumbar discectomy). Dengan teknik ini, pasien hanya dibius lokal. Lubang dibuat selebar dua milimeter, kemudian dicobloskan alat semacam suntikan. Alat ini kemudian menyedot sehingga tonjolan mengempis dan saraf terbebas dari impitan. Teknik baru ini, menurut Bambang, tidak mengakibatkan banyak perdarahan. Pasien juga tidak perlu lama dirawat di rumah sakit. Lain lagi operasi untuk penderita nyeri punggung akibat degeneratif. Penyakit itu adalah proses penuaan sendi yang tidak ada kaitannya dengan usia. Sebab, proses penuaan ini lebih disebabkan oleh anatomi tubuh. Salah satu penyebabnya ialah semakin berkurangnya kadar cairan dalam nucleus pulposus. Akibatnya, fungsi hidroliknya semakin berkurang. Ini mengakibatkan kondisi tulang punggung tidak stabil dan membuat tulang bergeser. Akibat lebih jauh, saraf di punggung bisa terjepit. Menurut Dokter Bambang, sebenarnya tubuh secara alamiah mempunyai mekanisme untuk mengatasi itu, yaitu dengan menimbun tulang di sekitarnya. Hanya saja, daerah tersebut menjadi kaku. Jeleknya, jika tulang baru itu tertimbun terlalu banyak, rongga tempat terdapatnya saraf tulang belakang menjadi sempit. Jika terasa sangat mengganggu, harus dioperasi. Selama ini, operasi yang dilakukan pada penderita degeneratif adalah dengan membuang sendi yang menonjol, lalu menggantinya dengan tulang baru sebagai jembatan. Teknik ini rupanya membuat tulang yang ditanam jadi tidak stabil. Akibatnya, rasa nyeri kumat lagi. Lewat metode terbaru yang disebut TFC (titanium fusion cage), menurut Dokter Bambang, rasa nyeri bisa dihindari dengan menanamkan titanium ke dalam tulang yang diganti. Bentuknya seperti selongsong yang berongga dan berlubang-lubang. Titanium itu tidak diserap tubuh, sehingga membuat kondisi lebih stabil. Tulang yang baru akan tumbuh pada lubang titanium itu. Tak diketahui berapa jumlah penderita penyakit ini di Indonesia. Adapun di AS, yang menderita penyakit saraf terjepit mencapai 1015 persen dari populasi. Sebagian besar penderita mengatasi penyakitnya dengan pijatan, fisioterapi, atau dihangatkan. Namun, menurut Dokter Bambang, itu semua hanya untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan untuk penyembuhan, operasi APLD atau TFC mungkin paling tepat.Gatot Triyanto dan G. Sugrahetty D.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini