Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur melarang hilir mudik ternak babi antarkecamatan dan desa untuk mencegah penyebaran virus ASF atau African swin fever. "Tidak boleh lagi dari dalam Kota Lewoleba ke kecamatan atau desa," kata Pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lembata Theresia Making dikutip dari Antara, Selasa, 4 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ternak babi yang terserang virus flu babi Afrika atau ASF juga terdeteksi di Papua. Pemerintah Papua melalui Dinas Peternakan dan Perkebunan setempat menetapkan status darurat wabah African swine fever (ASF) yang menyerang hewan ternak babi di wilayah setempat. Status tersebut melalui surat keputusan Gubernur Papua Nomor: 188.4/143 Tahun 2024 tentang penetapan status keadaan darurat wabah penyakit ASF di Provinsi Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Papua Matheus P. Koibur di Jayapura, mengatakan, hal ini setelah meningkatnya angka kematian ternak babi sejak 6 Februari sampai 5 April 2024. Angkanya mencapai 156 ekor di kampung Nolokla dan Ayapo Distrik Sentani Kabupaten Jayapura.
"Sebanyak 156 ekor ternak tersebut dengan gejala mengarah pada wabah ASF yang berpotensi semakin meluas sehingga guna mengantisipasi penyebarannya di wilayah Provinsi Papua maka diperlukan tindakan darurat bencana," kata Koibur dikutip Antara Kamis, 6 Juni 2024.
Apa Itu ASF?
Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), flu babi Afrika adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang babi ternak dan liar dengan tingkat kematian mencapai 100 persen. Virus ini bisa bertahan hidup di pakaian dan produk olahan daging babi. Virus ini berdampak buruk terhadap populasi babi dan perekonomian yang rentan mempengaruhi ketahanan pangan di wilayah yang mengonsumsi hewan ternak tersebut.
Dikutip dari situs web Dinas Kesehatan Papua, keterangan dari dokter hewan Tri Wahyu Retnaningsih, ASF adalah virus yang sangat menular. Virus ini menimbulkan berbagai perdarahan organ dalam babi yang berisiko tinggi mengakibatkan kematian.
ASF tersebab virus DNA dengan untai ganda dari genus Asfiviru dan famili Asfarviridae. ASF virus sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan, dan stabil di tingkat keasaman atau pH 4-13.
Babi ternak adalah hewan yang paling rentan terhadap penyakit ASF, gejala penyakit secara klinis langsung terlihat. Adapun jenis babi hutan atau warthogs (Phacochoerus
africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan jumbo Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi. Namunj enis-jenis babi hutan tetap sebagai reservoir atau organisme yang menjadi tempat hidup virus.
KUKUH S. WIBOWO | WOAH | DINAS KESEHATAN PAPUA
Pilihan Editor: Virus ASF Menyerang Ternak Babi, Status Darurat hingga Mencegah Penyebaran