Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Virus Berbahaya dari Fuyang

Enterovirus menewaskan puluhan anak di Cina. Sudah merembet ke Singapura dan Malaysia. Jenis virus paling berbahaya yang masuk melalui pencernaan.

19 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Fuyang, Cina, virus ini menjalar. Di provinsi sebelah timur Anhui itu, 22 anak menjemput ajal akibat Enterovirus 71, dua pekan lalu. Maka sejumlah sekolah dan tempat penitipan anak pun ditutup. Petugas kesehatan menyebar disinfektan di rumah-rumah penduduk.

Hanya dalam hitungan hari, virus menyeberang ke Provinsi Henan, Hubei, Shaanxi, Zhejiang, Jiangxi, dan Guangdong, juga Hong Kong serta Makau. Hingga pekan lalu, 24 bocah meninggal, 12 kritis, dan 600 anak masih dalam perawatan di rumah sakit. Situasi gawat ini membuat Departemen Kesehatan Cina memberikan peringatan, siapa pun yang menutupi atau menunda melaporkan kasus ini akan berhadapan dengan hukum.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) segera memberikan peringatan, virus ini akan dengan mudah menyebar jika tidak ada upaya memeranginya. Hingga kini, meski tak sebanyak di Cina dan tak sampai menyebabkan kematian, kasus serupa sudah ditemukan di Vietnam, Singapura, dan Malaysia.

Penyakit yang disebabkan Enterovirus 71 atau EV 71 ini adalah salah satu jenis penyakit kaki, tangan, dan mulut (hand, foot, and mouth disease). Orang awam ada yang menyebutnya flu Singapura.

Beberapa jenis Enterovirus: Coxsackie virus, Echovirus, dan Enterovirus. Yang paling ringan Coxsackie. Pasien biasanya hanya memerlukan rawat jalan karena tidak ada gejala yang membahayakan. Yang terberat Enterovirus, mengakibatkan komplikasi, seperti infeksi selaput otak (meningitis), infeksi otot jantung (miokarditis), atau infeksi paru (pneumonia). Virus ini berakibat kematian.

Gejala awalnya kadang-kadang “menipu” sehingga orang menganggapnya sebagai demam atau flu biasa. Pada fase awal, penderita mengalami demam tidak tinggi selama dua-tiga hari, nyeri tenggorokan, kadang disertai flu dan pilek. Baru kemudian muncul luka semacam sariawan di lidah, gusi, dan bagian dalam mulut. Lalu di telapak tangan dan kaki muncul ruam dan lepuh kemerahan (blister).

Widodo Djudarwanto, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Bunda, Jakarta, mengungkapkan dalam situs Persatuan Rumah Sakit Indonesia, pada bayi ada gejala tambahan, yaitu hiperpireksia (suhu lebih dari 39 derajat Celsius) yang tak kunjung turun, denyut jantung sangat cepat, sesak, malas makan dan minum, muntah atau diare dengan dehidrasi, badan sangat lemas, kesadaran turun, serta kejang-kejang.

Virus ini umumnya menyasar anak usia dua minggu sampai lima tahun. Biasanya menyebar di lingkungan sekolah dan tempat penitipan anak. Di situ, anak ramai berkumpul, menggunakan fasilitas yang sama, dan banyak melakukan kontak fisik.

Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Menular Departemen Kesehatan Dokter Tjandra Yoga Adhitama, penyakit kaki, tangan, dan mulut ini sebetulnya tergolong ringan karena masuk kategori “akan sembuh sendiri”. Penularannya pun harus melalui kontak antarmanusia. Ini berbeda dengan virus SARS yang sangat menular karena bisa disebar lewat benda-benda yang pernah disentuh penderita. Misalnya, di Guangzhou, Cina, dilaporkan ada yang tertular hanya karena menyentuh pegangan lift yang sebelumnya disentuh penderita.

Meski tergolong “akan sembuh sendiri”, penyakit ini sangat mudah menular, terutama pada anak-anak. Orang dewasa umumnya lebih tahan terhadap Enterovirus.

Secara langsung, penyakit ini menular dengan cepat lewat mulut, sistem pernapasan, dan sentuhan langsung dengan penderita, misalnya lewat bersin, air liur, atau urine dan feses penderita. Secara tak langsung, percikan air yang berasal dari bercak atau lepuh si penderita bisa menyebar ke benda-benda dan kemudian menulari orang. Misalnya, baju, handuk, atau barang yang dipakai beramai-ramai.

Dokter Tjandra memberikan contoh. Di tempat penitipan anak, jika pengasuh menceboki bekas pup bayi yang mengidap virus ini, si pengasuh akan menularinya ke bayi lain yang dia pegang atau dia ceboki. Kursi atau meja yang tepercik air dari lepuh tubuh penderita juga menjadi media penularan ke bayi lain. Selama masih ada bekas cairannya, lepuh ini sangat menular.

Memang, hingga hari ini belum ada laporan pasien terjangkit Enterovirus 71 di Indonesia. Sebelumnya, ada dua pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang mengalami gejala demam dan melepuh sehingga dicurigai terinfeksi Enterovirus 71. Namun, setelah diteliti Badan Penelitian Departemen Kesehatan, ternyata negatif. Yang satu, bayi berusia enam bulan mengidap Enterovirus coxsackie. Lainnya, bayi tujuh bulan terkena Enterovirus rhino 94. Keduanya tidak seganas si nomor 71. Hal ini diumumkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pekan lalu.

Sebelumnya, yang pernah dilaporkan ke Departemen Kesehatan adalah penyakit kaki, tangan, dan mulut ringan akibat Enterovirus coxsackie. Pada 2005, sebuah sekolah swasta di Jakarta–yang namanya tidak diekspos ke publik–ditutup hingga tiga minggu akibat serbuan virus ini.

Departemen Kesehatan kali ini bertindak preventif. Untuk mencegah penyakit ini jadi pandemi atau berjangkit di daerah tertentu, Direktur Pengendalian Penyakit Menular mengirimkan edaran ke daerah yang berisi petunjuk pencegahan serta apa yang harus dilakukan jika ada kasus yang dicurigai disebabkan oleh virus ini. Meski tidak ada laporan, bukan berarti Indonesia bebas dari Enterovirus 71. Berbeda dengan flu burung yang secara hukum memang harus dilaporkan, tidak demikian dengan penyakit ini.

Lantas apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya? Dokter Tjandra menyebutkan tiga penyebab orang terinfeksi suatu virus: virusnya yang terlalu kuat, kondisi orang terlalu lemah, dan lingkungan tidak sehat. Yang paling mudah dikontrol, kata dia, adalah perilaku hidup sehat dan pengenalan gejala dini. Bisa dimulai dengan hal sederhana, yaitu rajin mencuci tangan dengan sabun serta air, terutama sebelum dan sesudah buang air, makan, membuang ingus, serta mengganti popok dan pakaian kotor. Hal sederhana yang mengatasi banyak masalah.

Andari Karina Anom (News-Medical Net)

Gejala Enterovirus 71

  • Demam tidak tinggi selama dua-tiga hari.
  • Nyeri tenggorokan.
  • Kadang disertai flu dan pilek.
  • Di lidah, gusi, dan pipi sebelah dalam muncul luka semacam sariawan.
  • Di telapak tangan dan kaki muncul ruam dan lepuh kemerahan (blister).

    Gejala tambahan pada bayi :

  • Hiperpireksia (suhu lebih dari 39 derajat Celsius) dan tak kunjung turun.
  • Denyut jantung sangat cepat.
  • Sesak.
  • Malas makan dan minum.
  • Muntah atau diare dengan dehidrasi.
  • Badan sangat lemas.
  • Kesadaran turun.
  • Kejang-kejang.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus