Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Waspada, Limbah Pakaian Bisa Akibatkan Masalah Pernapasan

Seberapa sering Anda belanja pakaian? Apakah Anda sudah menyadari dampak limbah pakaian yang bisa hasilkan?

6 Desember 2019 | 19.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga mencuci pakaian di kali yang terdapat tumpukan sampah dan limbah di kawasan Teluk Naga, Tangerang, Banten, (6/9). Kali tercemar ini dijadikan fasilitas MCK oleh sebagian besar warga Tangerang. TEMPO/Marifka Wahyu Hdayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Membeli pakaian baru adalah hal yang umum dilakukan oleh setiap orang. Namun, bagaimana nasib dari pakaian lama yang tak terpakai? Apakah Anda sudah menyadari dampak limbah pakaian yang bisa hasilkan? Menurut co-founder Komunitas Setali, Intan Anggita Pertiwie, banyak dari masyarakat yang memilih untuk membuangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan kini, limbah atau sampah pakaian telah mencapai jutaan ton di seluruh dunia. “Dari data terakhir yang saya dapat, ada 90 juta ton limbah pakaian secara global. Angkanya sangat mengkhawatirkan,” kata Intan dalam acara Perfect Duo Peduli di Jakarta pada Jumat, 6 Desember 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, wanita berkecimpung dalam memberikan perhatian pada limbah pakaian ini mengatakan bahwa terdapat banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari limbah pakaian untuk kesehatan tubuh manusia. Salah satunya adalah masalah pernafasan.

Intan menjelaskan bahwa produk baju sebagian besar terbuat dari bahan polyester. Sedangkan bahan tersebut jika terus tertumpuk dapat mengeluarkan emisi dan berbagai gas berbahaya seperti hidrogen klorida. “Ini tidak bisa dibiarkan karena berdampak bagi pernafasan manusia,” katanya.

Masalah lain bisa berupa kurangnya kecukupan gizi yang diterima akibat terpengaruhnya tanah untuk pertumbuhan pangan. Intan menjelaskan bahwa pakaian yang terbuang dan menjadi limbah akan merusak kesuburan tanah. “Bagian itu akan sulit ditanami. Kalau terus berlanjut, bisa-bisa tidak ada tumbuhan yang bisa tumbuh dan kebutuhan nutrisi menjadi kurang terpenuhi,” katanya.

SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus