Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sunat atau khitan merupakan tradisi turun-temurun dari zaman sebelum Masehi. Dalam dunia medis, sunat disebut juga dengan istulah sirkumsisi atau circumcision, yaitu operasi ringan untuk membuang sebagian dari kulit terluar di ujung kelamin laki-laki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sunat memiliki beberapa manfaat seperti mengurangi sejumlah risiko kesehatan seperti infeksi Penyakit Menular Seksual atau PMS, infeksi saluran kencing, dan menghindari sejumlah penyakit lainnya. Selain itu, sunat juga dapat menjaga kebersihan alat kelamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Terdapat berbagai macam metode sehat yang berkembang dalam dunia modern. Ada metode sirkumsisi atau konvensional dengan menggunakan gunting atau pisau bedah, metode laser, metode klem, dan metode stapler. Tetapi, ada metode sunat tradisional yang masih diperhatikan berbagai suku di Tanah Air. Salah satunya, Suku Biak di Papua yang menggunakan bilah tipis bambu sebagai alat sunat. Tradisi ini disebut upacara Wor K'bor.
Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Wor dalam budaya Biak mempunyai arti yang luas dan tidak lepas dari kehidupan religi orang Biak baik itu menyangkut pembayaran mas kawin, transaksi makan, tarian adat, dan nyanyian adat. Wor sebagai upacara adat mengandung makna simbolis yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang punya fungsi mengatur hubungan mereka dengan sang pencipta, antar sesama dan dengan lingkungan alam tempat di mana mereka tumbuh dan berkembang.
Dikutip dari laman jubi.co.id, 2 September 2021, dalam buku Wor K’Bor Ritus Peralihan dalam Budaya Suku Biak Numfor, dijelaskan kata Wor dalam bahasa Biak berarti pesta atau perayaan, sedangkan K’bor diambil dari dua kata, yakni kuk yang berarti menusuk atau kadang-kadang juga disebut dengan di atas sesuatu, dan bori yang berarti di atas sesuatu.
Sedangkan K’bor berarti menusuk atau mengiris bagian atas dari bagian sesuatu, dalam konteks ini adalah bagian atas dari alat kelamin laki-laki, dengan sebilah bambu yang disayat sangat tipis agar dapat mengiris ujung kelamin dari kaum pria usia akil balig dalam masyarakat Biak Numfor.
Wor K'bor merupakan upacara dalam tradisi upacara akil balik Suku Biak Papua. Menurut antropolog lulusan Universitas Leiden Belanda, J.R. Mansoben dalam Wor K’bor, para pemuda dalam rentang usia antara 15-17 tahun setelah tinggal selama enam bulan di dalam Rum Sram atau rumah bujang Suku Biak akan menjalani upacara memasuki dunia orang dewasa (Wor K’bor). Upacara ini ditandai dengan mengiris atau memotong bagian atas dari ujung penis mereka dengan memakai sebilah bambu tipis.
Wor K’bor atau tradisi sunat menandakan akil balik anak lelakimenjadi tradisi sudah berlangsung sejak lama. “Ritus ini pernah berlangsung beberapa tahun silam sekitar 1940-an di Pulau Biak dan Numfor,” Kata Mansoben.
NAUFAL RIDHWAN ALY