Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siang itu, ruangan dikepung oleh aroma lavender dan musik yang mengalun lamat-lamat. Denting piano, gesekan biola, membaur dengan suara debur ombak dan gemericik air. Mendadak, kesyahduan jadi kacau. Tanpa lelucon setitik pun, seorang laki-laki memberikan aba-aba: "Satu, dua, tiga..., wua-ha-ha...!"
Kontan, ruangan di Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta, itu seperti pecah dibelah tawa. Lima laki-laki dan perempuan terpingkal-pingkal tak keruan. Wajah mereka sampai memerah. Seorang pria sampai berjongkok memegangi perutnya menahan tawa yang kian kencang. Konser tawa baru berhenti 10 menit kemudian, ketika si pemandu memberikan tanda dengan tawa yang berirama. Hahaha, hihihi, huhuhu....
"Kami sedang berlatih tertawa," kata sang pemandu, Dr. Yul Iskandar, psikiater yang juga menjabat Direktur RS Khusus Dharma Graha, Tangerang. Latihan yang terjadi dua pekan lalu tersebut adalah program rutin yang dalam beberapa bulan terakhir sedang giat dilakukan Yul Iskandar.
La, mengapa harus repot berlatih tertawa? Yul menjelaskan, tekanan hidup yang kian mengimpit membuat banyak orang lupa tersenyum dan apalagi tertawa. Padahal, tertawa adalah obat manjur pengusir segala hantu blau penyebab penyakit yang bersarang di dalam tubuh.
Tertawa memang jauh lebih bagus ketimbang marah, sedih, tegang, cemas, takut, bosan, atau bete kata anak muda. Berbagai emosi yang negatif memacu tubuh memproduksi hormon dan zat yang buruk, misalnya adrenalin, radikal bebas, asam laktat, dan asam lambung. Aneka unsur negatif inilah yang terus menumpuk menggunung hingga akhirnya meracuni, memicu stres, dan mengacaukan seluruh metabolisme sel tubuh.
Sebaliknya, tertawa ada di kutub yang berbeda. Terjadi proses biologis dan psikologis yang serba positif selagi orang terpingkal-pingkal. Pembuluh darah melebar (vasodilatasi), oksigen yang dihirup paru-paru jadi lebih banyak, darah mengusung lebih banyak oksigen, sel tubuh mendapatkan nutrisi lebih banyak, dan sistem kekebalan meningkat. Hormon yang baik-baik, endorfin, serotonin, melatonin, juga gencar diproduksi. Walhasil, "Zat-zat sampah terusir dan tubuh bakal lebih sehat," kata Yul.
Mengingat manfaatnya, Yul menganjurkan agar tertawa bukan cuma dilakukan saat kita gembira dan sehat-sentosa. "Tertawalah juga di saat sakit dan sedih," katanya. Soalnya, pada saat sakit itulah tubuh sedang amat membutuhkan daya penyembuh berupa aktivitas tawa yang melimpah.
Yul mencontohkan dirinya sendiri. Awal tahun 1990, Yul didiagnosis mengalami sumbatan pada lima pembuluh darah di jantung. Adanya sumbatan ini membuat fungsi jantung dia merosot 90 persen. Obat-obatan yang dikonsumsi tidak juga membuat kondisinya membaik. Akhirnya Yul banting setir dan memilih jalan lain.
Jalan lain itu adalah meditasi, latihan pernapasan, dan berusaha berpikir positif. Tidak ketinggalan Yul mengobral tawa-senyum ramah setiap hari. Hasilnya cukup lumayan. Setiap kali dada terasa nyeri hebat, Yul bermeditasi, mengatur pernapasan, dan tersenyum. Melalui cara inilah Yul bertahan hidup dengan kapasitas jantung yang tinggal 10 persen.
Hanya, harus diakui, tawa-meditasi-teknik pernapasan bukanlah terapi baku dan jawaban tuntas atas segala problem kesehatan. Resep ini hanyalah komplemen atau pelengkap pengobatan yang konvensional. Penyumbatan pada pembuluh jantung Yul Iskandar, misalnya, masih terus terjadi biarpun dia rajin tertawa-meditasi-teknik pernapasan. Penyumbatan seperti ini memang hanya bisa diatasi melalui tindakan operasi.
Pada 1997, Yul berobat dan menjalani operasi di Jerman. Saat itulah seorang dokter di Jerman berkomentar takjub: "Bagaimana Anda bisa bertahan hidup tujuh tahun dengan jantung yang 90 persen tersumbat?" Memang, lazimnya penyumbatan yang begini segera mengirim orang pada situasi fatal hanya dalam tempo singkat.
Berbekal pengalamannya, Yul kemudian menerapkan jurus tawa-meditasi pada pasien-pasien gangguan mental di RS Dharma Graha. Para pasien, dokter, dan perawat diminta rajin menceritakan lelucon. Hasilnya, "Pasien yang kerap tertawa terpingkal-pingkal cenderung lebih cepat membaik," kata Yul.
Persoalannya, lama-kelamaan stok lelucon kian tipis. Yul pun mencoba mengembangkan teknik latihan tertawa. Satu sesi latihan terdiri dari latihan pernapasan, meditasi, dan relaksasi yang total berlangsung satu jam. Setelah itu barulah terapi memasuki puncaknya, yakni tertawa yang dikomando selama 5-10 menit. Usai terapi, biasanya peserta akan merasa rileks, senang, tenteram, yang merupakan tabungan menuju kesembuhan.
Agar lebih efektif, latihan tertawa model Yul mesti dilakukan berkelompok. Selain agar tak dianggap gila karena konser tertawa panjang seorang diri, berkelompok membuat suasana kegembiraan lebih tinggi. Efek positif pun bisa menyebar lebih efektif. "Idealnya, grup tertawa ini 10-50 orang," kata Yul.
Sesungguhnya, tertawa bukanlah model penyembuhan baru. Para yogi (guru yoga) di India telah lama menyisipkan tawa dalam latihan. Mereka biasanya tergabung dalam klub yoga tertawa (laughter yoga). Taman-taman umum di India, contohnya, setiap pagi lazim dipenuhi anggota klub. Hanya dengan komando singkat, mereka yang berkumpul tertawa ngakak bersama-sama sampai terguling-guling di rumput taman. Klub laughter yoga semacam ini pun dengan cepat menular ke berbagai negara di Eropa dan Amerika.
Secara medis, terapi tertawa mendapat perhatian pada awal 1960-an. Ketika itu Norman Causins, redaktur Saturday Review, majalah yang terbit di Amerika Serikat, menderita penyakit aneh dan langka yang sangat menyiksa. Sedikit saja dia bergerak, Causins didera sakit luar biasa. Berbagai obat sudah ia coba tetapi kesehatannya tak kunjung membaik. Menurut dokter, peluang kesembuhan Causins sangat kecil, yakni 1:500.
Causins sempat frustrasi dengan kondisinya. Sampai akhirnya dia teringat pepatah lama: "Hati yang puas adalah obat yang sangat ampuh". Aha, ini dia. Atas izin William Hitzig, dokter yang merawatnya, Causins menghentikan konsumsi semua obat kecuali vitamin C.
Tiap kali sakit datang, Causins menghibur diri dengan berpikiran serba positif. Film-film komedi ia tonton agar bisa tertawa terbahak-bahak. Seminggu setelah terapi, Causins mengalami kemajuan tak terduga. Ia bisa menggerakkan jempolnya tanpa rasa sakit. Kemudian, suatu kali, setelah tertawa sekitar 10 menit, dia bisa tidur pulas selama dua jam.
Lama-kelamaan, tubuh gering Causins berangsur-angsur membaik. Penyakit anehnya menguap. Takjub dengan pengalamannya sendiri, Causins menulis buku An Anatomy of Illness, yang terbit pada 1964. Sejak itulah tertawa mendapat tempat sebagai subyek kajian di berbagai lembaga ilmiah. Bahkan, seperti dilaporkan Reuters Health dua pekan lalu, tidak sedikit rumah sakit di Amerika yang menempatkan pelawak untuk membantu kesembuhan para pasien.
Bagaimana dengan Indonesia? Tampaknya, terapi tertawa belum cukup populer. Sejak Yul Iskandar membuka latihan terapi tertawa untuk umum enam bulan lalu, baru 60 peserta yang ikut ambil bagian. Itu pun tidak semuanya aktif.
Dr. Irmansyah, pengajar di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sepakat tertawa adalah terapi pelengkap yang sangat berguna dalam pengobatan. Tapi manfaat tertawa ini belum sepenuhnya disadari secara luas. Jangankan oleh orang awam, kalangan dokter pun banyak yang belum paham seluk-beluk terapi tertawa. "Butuh waktu untuk diterima secara luas," kata Irmansyah. Namun, selagi kalangan medis mengumpulkan bukti yang lebih kuat, tak ada ruginya jika Anda lebih rajin tertawa sejak sekarang.
Jajang Jamaludin, Ucok Ritonga (TNR)
Tertawa Itu Emas
Anti stres: Tertawa merupakan cara terbaik untuk relaksasi otot. Tertawa bisa mengurangi kadar hormon penyebab stres seperti epinefrin dan kortisol.
Memperkuat kekebalan tubuh: Sel pelawan infeksi, T-sel, jadi lebih aktif ketika Anda tertawa. Tertawa juga meningkatkan imunoglobin A dan B. Imunoglobin A punya efek perlindungan atas virus, bakteri, dan mikroorganisme lain.
Aerobik terbaik: Saat tertawa, Anda menghirup oksigen lebih banyak sehingga Anda merasa lebih segar. Satu menit tertawa, menurut penelitian, sama dengan 10 menit mengayuh pedal sepeda. Ini berarti tertawa bisa merangsang jantung dan peredaran darah dengan cara yang sempurna. Tertawa satu-satunya aerobik yang bisa dilakukan orang di kursi roda.
Baik untuk kesehatan mental: Orang yang menderita gangguan mental, seperti kecemasan, depresi, atau susah tidur, bisa mencoba khasiat terapi tertawa.
Baik untuk jantung: Hasil uji coba, 10 menit terapi tertawa bisa menurunkan 10 sampai 20 mm tekanan darah.
Pembunuh rasa sakit: Tertawa meningkatkan kadar endorfin, pembunuh rasa sakit alami dalam tubuh. Endorfin yang keluar saat tertawa juga mengurangi rasa sakit akibat radang sendi atau kejang otot. Tertawa juga meringankan migrain dan sakit kepala.
Meringankan bronkitis dan asma: Tertawa bisa meningkatkan kapasitas paru-paru dan kadar oksigen dalam darah.
Awet muda: Tertawa membantu melenturkan otot muka dan memperbaiki ekpresi wajah. Saat Anda tertawa, muka bisanya merah merona. Ini menunjukan peningkatan pasokan darah (gizi) untuk muka.
JJ (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo