Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

3 Peninggalan Bersejarah di Banda Aceh, Ada Hotel dari Zaman Belanda

Meskipun memiliki nilai historis yang tinggi, sayangnya banyak situs bersejarah di Kota Banda Aceh kini kurang terawat.

1 Desember 2024 | 14.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kota Banda Aceh tidak hanya punya Masjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami. Kota yang 819 tahun ini juga menyimpan banyak sejarah yang menjadi daya tarik wisatawan.

Kebanyakan objek wisata sejarah ini terletak di pusat kota, cukup berjalan kaki dari masjid raya. Bagi penyuka sejarah, inilah tempat-tempat yang asyik dikunjungi saat berada di ibu kota Aceh itu. 

1. Water Toren Kutaradja

Sekitar 50 meter dari sebelah kiri Masjid Raya Baiturrahman terdapat dua peninggalan bersejarah, yakni menara air (water toren), sebuah bangunan ikonik yang dulu berfungsi sebagai penampung air bersih. Water Toren Kutaradja, atau yang lebih dikenal sebagai menara air Kutaradja, merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari era kolonial Belanda yang masih tegak berdiri di Banda Aceh. Berlokasi di sekitar Taman Sari, Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman.

Menara ini dibangun sekitar tahun 1928. Nama Kutaradja sendiri adalah sebutan lama untuk Banda Aceh, yang saat itu menjadi pusat pemerintahan kolonial di Aceh. Menara ini dirancang sebagai bagian dari proyek infrastruktur untuk mendukung sistem penyediaan air bersih dan memperbaiki sanitasi kota. Dibangun dengan beton bertulang, Water Toren memiliki bentuk silinder tinggi dengan diameter yang cukup besar untuk menampung ribuan liter air. Meskipun desainnya sangat fungsional, unsur arsitektur kolonial tetap terlihat melalui jendela kecil dan pintu akses menuju bagian dalam.

Di dekat bangunan itu terdapat kedai kopi saring yang biasa ramai setiap hari kerja. Tempat ini cukup menarik untuk dikunjungi wisatawan yang ingin merasakan sarapan tradisional, seperti nasi gurih sambal eungkot keumamah atau sekadar ditemani segelas kopi saring tradisional Aceh.

Saat ini Water Toren tidak lagi berfungsi sebagai menara air. Namun, bangunan ini tetap berdiri sebagai cagar budaya yang menyimpan cerita masa lalu Banda Aceh. Namun, kondisi menara terlihat kurang terawat, terlihat dari beberapa bagian yang mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan karena faktor usia.

“Water Toren itu bagian dari sejarah kota kita. Sayang kalau sampai rusak atau diabaikan. Bangunan seperti ini bisa jadi pengingat masa lalu, biar generasi sekarang tahu bagaimana perkembangan Banda Aceh dulu,” ujar Amirukhsin, seorang warga yang duduk ngopi dekat menara air tersebut.

2. Sisa Bangunan Hotel Atjeh

Berseberangan dengan situs Water Toren, terlihat tiang pancang warna-warni yang mencolok di tengah lapangan berumput. Tiang-tiang ini merupakan sisa dari konstruksi pembangunan Hotel Atjeh, sebuah hotel megah yang dibangun pada masa kolonial Belanda dan pernah menjadi kebanggaan Kutaradja kala itu.

Hotel yang berdiri pada awal abad ke-20 ini dikenal sebagai salah satu hotel pertama dan paling mewah pada masanya. Bahkan, pada 16 Juni 1948, Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pernah menginap di Hotel Atjeh, menjadikannya saksi bisu perjalanan sejarah Indonesia di masa proklamasi kemerdekaan.

Namun, seiring berjalannya waktu, hotel tersebut hancur, dan meskipun ada niat untuk membangun hotel baru yang lebih kokoh, proyek itu tak kunjung terlaksana. Yang tersisa kini hanyalah tiang-tiang pancang, berupa balok cor semen yang berfungsi sebagai pasak bumi untuk pembangunan pondasi.

3. Sentral Telepon Kutaradja

Berjarak sekira satu kilometer dari Water Toren, masih berdiri Sentral Telepon Kutaradja. Situs sejarah ini dibangun oleh Belanda dengan nama Nederlandsch Indie Telefon. Lokasinya berada di tengah Taman Wisata Hutan Kota, tepatnya di Jalan Teuku Umar Nomor 1, Gampong Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman.

Sentral Telepon Kutaradja kini telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya yang melambangkan sejarah perkembangan komunikasi di Aceh di jaman kolonial. Pada masanya, bangunan ini telah mendukung perkembangan infrastruktur komunikasi di Banda Aceh, menjadi pusat pengendalian dan distribusi jaringan telekomunikasi di Kutaradja.

Bangunan ini mengusung gaya arsitektur kolonial Belanda dengan desain yang sederhana namun kokoh, menampilkan struktur yang kuat dan dilengkapi dengan jendela-jendela besar yang memberikan kesan luas pada ruangannya.

Meskipun memiliki nilai historis yang tinggi, sayangnya banyak situs bersejarah di Kota Banda Aceh kini kurang terawat. Informasi tentang bangunan-bangunan bersejarah itu juga sangat minim. Itu sebabnya, walaupun lokasinya di pusat kota Banda Aceh, banyak orang yang tidak mengetahuinya. 

Pilihan Editor: 7 Rekomendasi Objek Wisata di Banda Aceh, dari Masjid, Museum, hingga Pantai

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus