Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang arus mudik lebaran 2022, pemerintah dan aparat kepolisian menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan mobilitas yang memicu kemacetan jalur transportasi darat, khususnya jalan tol. Jalur mudik adalah jalan yang dilalui para pemudik untuk melakukan perjalanan dari tempat rantau ke kampung halamannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jalur mudik tersebar di berbagai daerah dengan akses jalan yang beragam. Saat ini, bagi pemudik dengan minimal kendaraan roda empat bisa melintasi jalur darat dengan mudah dan cepat melalui jalan tol. Namun, tidak semua jalan tol terasa nyaman dan memiliki medan yang sama.
Jalur Mudik yang Menantang
Beberapa jalur dianggap menantang bagi sebagian besar orang. Jalur mana saja yang termasuk menantang untuk dilalui ketika mudik? berikut adalah jalur mudik menantang yang dilansir dari berbagai sumber:
- Tol Cikopo-Paliaman atau Tol Ciipali
Tol Cikopo atau Cikopo-Palimanan sepanjang 116 km ini memiliki beberapa titik tikungan dan tanjakan di sepanjang jalan. Konstruksi tol yang tersusun dari beton akan sedikit memberi efek guncangan bagi pelaku perjalanan tetapi tidak terlalu terasa. Pemandangan di kanan-kiri tol berupa hamparan sawah dan hutan serta bukit-bukit kecil turut menemani pemudik di sepanjang perjalanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah menikmati perjalanan dari KM 110 yang beraspal, pemudik akan kembali melintasi jalur beton di KM 160, ada sejumlah tikungan yang harus dilalui. Goyangan akan sangat terasa saat pemudik melintasi jalur tersebut. Setelah menemui tanjakan di KM 182 ketika pemudik melintas dari Jakarta menuju Cirebon, pemudik akan menemui tikungan ke kanan yang menantang sebelumm keluar dari gerbang tol Paliaman menuju ke Tol Pejagan.
- Jalur Nagreg
Nagreg adalah jalur utama yang berlokasi di sebelah selatan Jawa Barat. Pemudik yang melintasi jalur ini biasanya memiliki tujuan berbagai kota di selatan Jawa Barat seperti Tasikmalaya, Garut, Banjar, dan Ciamis. Selain itu, pemudik yang memiliki tujuan kota di selatan Jawa Tengah seperti Cilacap, Kebumen, dan Yogyakarta juga melinatasi jalur ini. Sehingga, tidak heran jika jalur mudik ini selalu padat saat menjelang lebaran dan arus balik.
- Alas Roban
Setelah melintasi Kota Batang, pemudik akan memasuki jalur Alas Roban yang membentang dari Kecamatan Subah-Gringsing. Salah satu ruas jalan di Jalur Pantura ini sering dijuluki sebagai jalur maut lantaran kondisi jalannya yang menantang dan sering membahayakan pengguna jalan.
Sepanjang jalan jalur Alas Roban dikelilingi hutan jati di kanan-kiri dan memiliki sejumlah tikungan tajam. Turunan dan tanjakan di jalur ini juga cukup tajam. Sebaiknya, pemudik yang melintas jalur ini pada malam hari ekstra hati-hati. Hal itu karena lampu penerangan di sepanjang jalan cukup minim. Beberapa titik jalur yang rawan kecelakaan di antaranya Kecamatan Tulis, Subah, dan Gringsing.
- Jalur Arteri Weleri
Jalur Arteri Weleri bakal ditemui oleh para pemudik ketika memasuki perbatasan Batang-Kendal. Jalur ini juga rawan kecelakaan, terutama di tikungan Desa Tratemulo, Kecamatan Weleri. Setelah keluar dari Arteri, menuju ke arah timur dengan lurus, pemudik akan menemui jalur lain yang rawan kecelakaan seperti Desa Truko, Kecamatan Kangkung, Desa Gondang dan Karangayu, Kecamatan Cepiring, dan Arteri di Desa Brangsong dan Arteri Kaliwungu. Sama halnya dengan arus mudik di beberapa tahun sebelumnya, sepanjang jalan tersebut rawan terjadi kecelakaan.
- Jembatan Kelok Sembilan
Bagi para pemudik asal Sumatera, nama Jembatan Kelok Sembilan sudah tidak asing didengar. Jembatan ini menjadi lokasi transit dan ikon wisata. Dinamakan kelok sembilan lantaran medan jalan ini berkelok-kelok melewati perbukitan di Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Awalnya, jalan itu membentang lurus sepanjang 300 meter dengan lebar jalan lima meter yang mulai dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1908-1914.
Namun, sejak tahun 2003 mulai dilakukan pembangunan Jembatan Kelok Sembilan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan konsep green construction yang berada di wilayah cagar alam. Jembatan tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 580 miliar dan dikerjakan dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Masing-masing enam jembatan Kelok Sembilan memiliki panjang yang berbeda. Jembatan pertama dengan panjang 20 meter, jembatan kedua 230 meter, jembatan ketiga 65 meter, jembatan keempat 462 meter, jembatan kelima 31 meter, dan jembatan keenam 156 meter. Seluruh jembatan memiliki lebar 13,5 meter dan memungkinkan para pengendara untuk parkir kendaraan di sisi jembatan.
RISMA DAMAYANTI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.