Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

ICJR Kecam Rencana Penempatan Sniper Pengamanan Mudik Lebaran

Selain berlebihan, ICJR menilai rencana penempatan sniper dalam pengamanan mudik berpotensi membuka ruang terjadinya extrajudicial killing

27 Maret 2025 | 16.14 WIB

Anggota pasukan khusus Intai Amfibi-1 (Taifib-1) Marinir, dengan senjata anti sniper dan material Torvello kaliber 12,7 mm melakukan simulasi perang kota dan anti teror di Bumi Marinir Karangpilang Surabaya, Rabu (17/12). ANTARA/Eric Ireng
Perbesar
Anggota pasukan khusus Intai Amfibi-1 (Taifib-1) Marinir, dengan senjata anti sniper dan material Torvello kaliber 12,7 mm melakukan simulasi perang kota dan anti teror di Bumi Marinir Karangpilang Surabaya, Rabu (17/12). ANTARA/Eric Ireng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam keras rencana penempatan tim penembak jitu atau sniper dalam pengamanan arus mudik Lebaran seperti yang disampaikan Kapolres Cianjur, Kapolres Purwakarta, dan Kapolres Karanganyar. ICJR menilai langkah tersebut tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi membuka ruang terjadinya extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan. “Pernyataan mengenai penempatan sniper di lokasi-lokasi strategis selama periode mudik menunjukkan pendekatan yang tidak proporsional dalam menangani masalah keamanan,” kata Peneliti ICJR, Iqbal Muharam Nurfahmi dalam keterangan resminya, Rabu, 26 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ICJR menegaskan setiap tindakan aparat penegak hukum harus berlandaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, termasuk penempatan sniper, menurut ICJR, tidak sejalan dengan upaya untuk menciptakan keamanan yang berbasis pada perlindungan hak-hak masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pernyataan Kapolres tersebut seolah melegitimasi penembakan di tempat yang berpotensi menimbulkan extrajudicial killing. "Hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak tersangka atau orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana yang dijamin secara sah oleh peraturan perundang-undangan," ujarnya. 

Penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian telah diatur secara rinci dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009). Berdasarkan peraturan tersebut, penggunaan senjata api seharusnya menjadi opsi terakhir (last resort) dengan tujuan untuk melumpuhkan, bukan mematikan.

“Upaya penggunaan senjata api, aparat harus tetap memperhatikan ketentuan tidak ada alternatif lain yang beralasan dan masuk akal (reasonable) untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku, atau untuk mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat,” tuturnya. 

Setiap individu yang terlibat dalam tindak pidana atau menjadi tersangka memiliki hak untuk diadili secara adil dan berimbang guna menyampaikan pembelaan atas tuduhan yang dikenakan kepada mereka. Sementara hak itu, menurut ICJR, tidak dapat diberikan jika mereka meninggal dunia akibat penembakan sebelum kasusnya diajukan ke pengadilan.

Penempatan tim penembak jitu sebagai langkah pengamanan bukan hanya tindakan yang berlebihan, tetapi juga mencerminkan pendekatan represif yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. “Keamanan publik tidak dapat dicapai melalui intimidasi dan kekerasan, tetapi harus melalui penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ucapnya. 

ICJR menuntut Kapolres Cianjur, Purwakarta, dan Karanganyar mencabut rencana penempatan sniper tersebut dan berkomitmen pada pendekatan yang manusiawi sesuai dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia. Kapolri juga diminta memanggil dan menindak tegas ketiga Kapolres tersebut atas promosi kebijakan yang berpotensi melegitimasi tindakan extrajudicial killing.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus