Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tombak lancip tak pernah lepas dari tangan kanan Indra, anak muda dari suku Semende itu. Pria 24 tahun tersebut beberapa kali membuka mulut lebar-lebar dan berteriak kencang dari atas perbukitan yang ditanam kopi di Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Muara Enim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suaranya langsung bergemah di lembah Bukit Barisan dan disambut teriakan lagi oleh teman pemburu babi dari penjuru lainnya. Setelah itu, suara anjing pun terdengar riuh bersahutan. “Di lembah itu ada babi,” kata Indra setelah mendengar gonggongan anjing sambil menunjuk lembah yang masih berupa hutan lebat, Sabtu 27 Oktober 2018. Dia pun langsung berlari di lereng curam diiringi dua anjing yang setia mengiringinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indra bersama puluhan orang lain dari suku Semende di desa Pelakat memang selalu berburu babi saban hari Sabtu. “Ini semacam cara silaturahmi sebelum panen padi,” katanya di sela perjalanan di hutan memburu babi.
Kebiasaan berburu babi menjelang panen padi adalah kebiasaan Suku Semende. Babi yang berhasil mereka buru tidak untuk dijual, cukup hanya dikubur kembali. “Kami suka berburu, sekaligus bisa bersilaturahmi dengan keluarga besar,” lanjut Indra.
Namun, cerita Indra, pemburuan mereka kali ini bukan dilakukan oleh pemuda dan orang tua sekampung Pelakat. Kali ini yang berburu hanya dia bersama 10 orang lainnya yang merupakan saudara kandung, sepupu dan paman-pamannya. Bersama mereka puluhan anjing telatih ikut menemani.
“Kalau akhir tahun seperti ini, pemburuan babi sekampung belum dilakukan. Kami melakukan pemburuan mendekati bulan Agustus saja, atau menjelang musim panen,” katanya.
Artinya dalam satu tahun, mereka hanya memiliki dua musim berburu. Sebab kebiasaan berburu itu tergantung dengan musim panen padi yang mereka tanam. Masyarakat Suku Semende hanya menanam padi jenis lokal yang panen enam bulan sekali, saat tinggi padi mencapai satu meteran.
“Kami menanam padi lokal yang panennya enam bulan sekali. Tujuannya bisa melakukan kegiatan lain, bekebun kopi misalnya,” jelas Indra.
Tokoh masyarakat Desa Pelakat, Semende Darat Ulu, Kohapa menjelaskan berburu memang bagian dari kebiasaan suku semende untuk silaturahmi. Menurut dia, saat masa perburuan tiba warga satu kampung ikut berburu semua.
Selain membasmi hama, berburu babi juga untuk merapatkan hubungan kekeluargaan masyarakat suku Semende. “Kami masih menjaga adat istiadat. Dan gotong royong adalah salah satunya, mulai dari membasmi hama, membuka lahan sawah, lahan kopi, semua kami lakukan bersama sekampung,” tuturnya.
AHMAD SUPARDI (Palembang)