Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sleman - Datang kapan saja, para wisatawan dijamin dapat menikmati sensasi seru memanen salak langsung dari pohonnya. Sepintas acara petik memetik buah ini mirip dengan kegiatan serupa di banyak desa wisata di seluruh Indonesia. Tetapi, di Desa Ekowisata Pancoh, Sleman, Yogyakarta, para wisatawan diajak menjadi petani salak sungguhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Supriyadi, 41 tahun, pemandu wisata, konsep ekowisata yang diusung Desa Pancoh bersinergi dengan konsep wisata edukatif. "Sehingga, para wisatawan dapat memiliki pengetahuan baru setelah tinggal atau berkegiatan di Pancoh," kata dia. Misalnya, pengetahuan dan pengalaman langsung mengintervensi penyerbukan pada tanaman Salak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Way Kambas Bangun Desa Ekowisata
Saat Tempo berkunjung ke desa ini, 30 Juni 2018, Supriyadi mengajari membuat tanaman Salak menjadi produktif. Salah satunya dengan cara mengolesi permukaan tapas bunga jantan ke ujung permukaan bunga betina yang berwarna merah. "Jika wisatawan mengambil paket salak, maka dia akan diajari cara-cara menanam, merawat hingga panen," kata dia.
Di kebun salak ini pula, wisatawan dibuat mengerti cara merawat salak hingga berbuah manis. "Cara merawatnya sederhana, rajin-rajin memangkas pelepah," kata dia. Sebab, satu pohon salak maksimal hanya boleh memiliki enam pelepah saja. Hal ini demi menjaga kualitas salak yang dihasilkan, ukuran dan rasa.
Setelah memanen salak, wisatawan akan diajak memproses salak tersebut menjadi olahan-olahan kudapan. Nantinya, salak itu akan menjadi nagasari, wingko, wajik, kerupuk, dan eggroll. Unik, bukan?
"Wisatawan bebas memilih mau jenis makanan olahan salak yang mana yang ingin diikuti," kata Menuk pengelola Desa Ekowisata Pancoh. Apapun paket yang dipilih, lama kegiatan tetap sama, satu jam saja. Di sini, wisatawan juga boleh makan salak sepuasnya, dan tidak untuk dibawa pulang.
Desa Pancoh yang berada di lereng gunung Merapi dikenal sebagai sentra penghasil salak pondoh. Menurut warga Pancoh, harga salak yang fluktuatif membuat petani sering mendapatkan keuntungan yang sedikit dari hasil kebun. Bahkan terkadang merugi.
Jika diibaratkan, dulu satu kilogram salak bisa mendapatkan lima liter beras, sekarang kebalikannya. Agar tak selalu bergelut dengan kerugian salak pondoh, masyarakat lantas menambah pemanfaatannya sebagai paket kegiatan wisata.
Salak Pondoh merupakan buah yang identik dengan Turi, Sleman. Seringkali orang menyebutnya sebagai Salak Super Sleman. Sebagai buah asli Indonesia, pasar buah berduri halus ini sangat luas.
Tahun lalu, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) memfasilitasi akselerasi ekspor buah salak ke Selandia Baru. Salak juga diklaim sudah menembus 29 negara lainnya, seperti Cina, Kamboja, Arab Saudi.
DINI PRAMITA (Yogyakarta)