Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Asyiknya Wisata Keliling Desa Naik VW Safari di Borobudur

Perjalanan wisata kali ini akan melalui lima desa wisata di Borobudur, singgah ke UMKM untuk belajar membatik dan membuat gerabah.

31 Agustus 2024 | 16.36 WIB

Spot foto Randu Alas, di Desa Wisata Tuksongo, salah satu lokasi yang disinggahi saat wisata keliling desa wisata Borobudur dengan VW Safari, Rabu, 28 Agustus 2024. TEMPO/Mila Novita
Perbesar
Spot foto Randu Alas, di Desa Wisata Tuksongo, salah satu lokasi yang disinggahi saat wisata keliling desa wisata Borobudur dengan VW Safari, Rabu, 28 Agustus 2024. TEMPO/Mila Novita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Jangan puas ke Borobudur sebelum mencoba pengalaman seru di desa-desa wisata sekitarnya. Salah satu pengalaman itu adalah naik VW Safari berkeliling beberapa desa dan mencoba aktivitas wisata di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tempo bersama rombongan dari Atourin, startup di bidang pariwisata, menjajal wisata keliling desa wisata ini pada Rabu, 28 Agustus 2025. Perjalanan dimulai pagi hari dari homestay Omahe Biyung di Desa Wisata Candirejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Desa ini berada sekitar tiga kilometer di timur Candi Borobudur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VW Safari, yang juga sering disebut VW Camat, untuk keliling desa-desa wisata ini menarik perhatian karena warnanya yang cerah. Mustanir, pelaku wisata di Borobudur yang menyetir mobil, mengatakan bahwa ada ratusan mobil serupa di sekitar Borobudur. Rutenya bisa disesuaikan karena ada begitu banyak atraksi dan spot menarik di sana. 

Spot Foto Randu Alas

Perjalanan wisata kali ini akan melalui lima desa wisata dalam durasi dua jam. Total perjalanan sekitar 18 kilometer. 

"Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Randu Alas di Desa Wisata Tuksongo, ini spot foto dengan latar perbukitan Menoreh," kata Mustanir. 

Tempat ini merupakan lapangan luas yang dikelilingi pohon. Tempat ini disebut dengan Randu Alas karena ada sebuah pohon randu raksasa di sana. Pada musim kemarau, pohon ini menggugurkan daunnya sehingga hanya berupa ranting-ranting kering yang terlihat estetik. 

Namun, pemandangan utaman di lapangan ini bukankan pohon randu itu, melainkan perbukitan Menoreh di belakang lapangan. Setelah mobil-mobil diparkir di tengah lapangan, wisatawan diajak turun untuk berfoto dengan latar pohon-pohon tinggi di pinggir lapangan dan perbikitan Menoreh yang hijau memanjang. Cuaca sedang cerah. Langit yang biru dihiasi awan putih membuat panorama semakin indah. 

Membatik di Desa Borobudur

Dari Randu Alas, wisata dilanjutkan menyusuri jalan-jalan desa yang mulus, melewati kebun-kebun penduduk yang ditanami cabai, jagung, terong, dan ragam sayuran lainnya. Ini sebenarnya bukan kebun, melainkan sawah karena pada musim hujan lahannya akan ditanami padi, kata Mustanir.

Di antara tanaman-tanaman itu terihat puncak stupa Candi Borobudur. Sesekali mobil berpapasan dengan rombongan wisatawan, di antaranya turis asing, yang mengendarai sepeda atau berjalan kaki. 

Tiba di Desa Borobudur, wisatawan diajak membatik di Rumah Batik Borobudur. Workshop sekaligus toko ini dikelola oleh sekelompok perempuan pembatik.
Wisatawan yang ingin mencoba membatik akan diberi kain putih berukuran sekitar 40x40 cm yang sudah ada sketsanya. Ada beberapa kompor kecil dengan wajan mini berisi malam atau lilin panas dan canting yang sudah disiapkan. Sebelum memulai, salah satu anggota kelompok rumah batik itu, Nur Fatikah, memberikan sedikit teori membatik. 

"Santai saja, sambil dinikmati. Pakai feeling, kalau terlalu dingin, lilinnya tidak bisa jalan, sedangkan kalau terlalu panas akan beleber," kata dia sambil menunjukkan caranya. 

Proses membatik ini susah-susah gampang dan butuh kesabaran. Terkadang sudah berhati-hati pun, canting melenceng dari pola dan lilinnya beleber. 

"Pantas saja batik tulis harganya mahal, bikinnya susah," kata salah satu peserta sambil tertawa.

Proses membatik yang diikuti wisatawan hanya sampai mencanting, sedangkan pewarnaan dan pencelupan dilakukan oleh anggota kelompok rumah batik itu. Namun, hasil membatik ini boleh dibawa pulang. 

Bikin Gerabah

Spot terakhir dalam wisata VW Safari ini adalah membuat gerabah di Sentra Gerabah Desa Wisata Karanganyar. Sentra gerabah ini berada di bangunan terbuka di pinggir sawah di belakang rumah penduduk. 

Ayu, salah satu pengelola sentra gerabah itu, mengatakan bahwa tradisi membuat gerabah ini merupakan warisan turun-temurun di desa mereka. 

"Di Candi Borobudur ada relief pembuatan gerabah, semua pembuatnya perempuan. Sama persis dengan di sini, dari cara pembuatannya yang masih tradisional, pembakarannya, juga pembuatnya yang semua perempuan," kata Ayu. 

Dia juga membuka kelas gerabah untuk anak-anak sekolah dasar untuk regenerasi tradisi ini. Menurut Ayu, pembuat gerabah berusia muda di desa ini semakin sedikit karena banyak yang memilih bekerja di luar daerah.

Wisatawan yang belajar membuat gerabah bisa memilih bentuk yang diinginkan, seperti gelas, mangkuk, miniatur stupa Candi Borobudur, atau bentuk lain untuk pajangan. Hasilnya bisa dibawa pulang, tetapi setelah melalui proses finishing, penjemuran, dan pembakaran yang membutuhkan waktu seharian. 

Perjalanan wisata dengan VW Safari ini menjadi bagian dari wisata Borobudur Trail of Civilization atau BToC yang dilluncurkan pada 2021 lalu. Wisata ini mengajak pengunjung menelusuri jejak peradaban yang terinspirasi dari relief Candi Borobudur.  

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus