Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) bersama Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tengah menyusun strategi pengembangan kawasan pariwisata Borobudur-Yogyakarta, Semarang- Karimunjawa dan Solo-Sangiran.
Sasar Kunjungan Wisatawan Mancanegara
"Kami menyasar kunjungan wisatawan mancanegara maupun dalam negeri dari pengembangan kawasan destinasi itu, untuk rentang 2024-2029," kata Direktur Keuangan, Umum dan Komunikasi Publik BPOB Ramlan Kamarullah di Yogyakarta, Rabu, 23 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ramlan mengatakan, dalam menggarap destinasi, tidak bisa hanya mengandalkan strategi pemasaran yang selalu sama dari tahun ke tahun. Wisatawan akan merasa jenuh jika tidak ada variasi atau inovasi dari destinasi yang mendorong mereka berkunjung. "Situasi sektor wisata senantiasa dinamis, artinya harus selalu ada yang baru untuk ditawarkan kepada wisatawan, tidak bisa melulu mengandalkan obyeknya saja," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tenaga Ahli Pusat Studi Pariwisata UGM Yogyakarta Yulia Arisnani mengungkapkan, dalam strategi yang digagas untuk mengembangkan destinasi-destinasi itu, keberadaan teknologi informasi dan media sangat penting untuk dilakukan untuk daya tarik wisata. "Misalnya saja kawasan destinasi purba Sangiran, di sana bisa digagas wahana atau atraksi hologram, sehingga pengunjung mendapat pengalaman interaksi seru, tidak sekadar melihat peninggalan purbakalanya," kata Yulia.
Rekosntruksi manusia purba yang dipajang di Museum Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 27 Desember 2014. TEMPO/Frannoto
Branding Pariwisata
Yulia yang juga ketua tim penyusunan dokumen pengembangan kawasan destinasi itu menambahkan, dalam penyusunan strategi ini pihaknya juga mengidentifikasi apa saja permasalahan yang muncul terutama usai pandemi Covid-19. Salah satunya soal branding pariwisata lingkup nasional yang bisa menjadi acuan di daerah daerah dalam mengangkat destinasinya.
"Misalkan dulu ada Wonderful Indonesia, kemudian ada subnya misalkan untuk Jawa ini ada Java Culture Wonder, jadi disesuaikan ciri khasnya," kata dia.
Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM Muhammad Yusuf mengatakan kajian yang dibuat ini bertujuan memeratakan kunjungan wisata di kawasan destinasi yang disasar. "Kami tidak hanya fokus pada berapa jumlah kunjungannya, tapi juga bagaimana pemerataan kunjungan untuk recovery lebih cepat setelah Covid," kata dia.