SUDAH sebulan lebih The Great Royal Circus of India, rombongan
sirkus, terlantar di Lapangan Tegallega, Bandung. Sampai dengan
minggu ketiga Maret keadaannya memang kritis. Katanya, uang yang
ada tinggal Rp 200 ribu - dan jumlah itu untuk menghidupi 125
karyawan (termasuk 25 yang warganegara Indonesia) plus 22 ekor
binatang sirkus (termasuk gajah, singa dan harimau).
Bayangkan dalam keadaan normal si singa dan harimau memerlukan
daging mentah 50 Kg. Kini hanya bisa disediakan 10 Kg. Dan untuk
pulang kembali ke negeri martabak, menurut perhitungan mereka,
harus tersedia Rp 50 juta. Soalnya bukan ongkos transpor saja
yang harus mereka bayar. Tapi juga hutang-hutang: untuk daging,
akomodasi dan lain-lain.
Sebetulnya rombongan sirkus ini bukan baru saja mengenal
Indonesia. Mereka pertama kali main di sini pertegahan 1969, di
Jakarta Fair. Kemudian di beberapa kota. Menurut keterangan
Komisi Peneliti dan Penilai (KPP) Keiatan Kesenian/Hiburan dalam
rangka hubungan luar negeri, yang bernaung di bawah Departemen
P&K, untuk pertunjukan yang memang bermanfaat bagi masyarakat
atau dipergunakan buat nencari dana, bisa diberikan waktu
perpanjangan di luar biasanya. Biasanya PP hanya memberi izin
itu lebih kurang 2 bulan saja. Nah. Waktu itu setelah mengadakan
pertunjukan kurang lebih lima tahun, baru mereka pulang ke
India. Baik-baik saja.
Entah kenapa, 1975 rombongan ini kembali ke sini. Dan karena ada
peraturan dari KPP -- yang mengharuskan adanya sponsor bagi
rombongan luar yang ingin mendapat izin -- maka sirkus India itu
berusaha dan berhasil bekerja sama dengan Yayasan Gelanggang
Olah Raga Senayan. Bentuk kerja sama itu, seperti yang
diceritakan orang yang dekat dengan Senayan: sirkus tahu main
saja, dan Senayan yang mengurus segala keperluan administratif
perizinan. Kabarnya Senayan mendapat seperempat keuntungan
bersih. Dan demi Senayan itulah KPP selalu memberi perpanjangan
izin.
Hal itu berlangsung terus sampai KPP merasa bahwa waktu yang
diberikan cukup sudah -- baik bagi sang sirkus maupun bagi
Yayasan Gelora Senayan untuk mencari dana. Maka 24 Nopember
Ketua KPP mengirim surat ke Senayan, agar tak lagi memintakan
izin perpanjangan. Lalu tertanggal 8 Januari 1979 KPP secara
resmi memperingatkan rombongan itu untuk segera angkat kaki dan
diberi kelonggaran sampai akhir Pebruari.
Tapi di pihak sirkus itu sendiri rupanya terjadi salah faham --
atau entah apa namanya. Beberapa bulan sebelum 1978 habis,
ketika rombongan masih mengadakan pertunjukan di Sumatera,
mereka sudah mengajukan izin kepada Gubernur Jawa Barat. Dan
izin itu keluar 4 Nopember 1978 untuk pertunjukan di tiga belas
kota -- berlaku sampai Nopember 1979.
Putus
Izin Gubernur itu dikeluarkan, salah satu dasarnya ialah surat
izin KPP pusat tertanggal 21 Pebruari 1978. Tak jelas sampai
kapan berlakunya izin KPP itu. Tapi kalau mengingat biasanya
Senayan memintakan izin setiap dua tahun sekali, tentunya itu
berlaku sampai akhir 1979. Jadi SK Gubernur Ja-Bar memang turun
sebelum ada surat Kepala KPP pusat, 24 Nopember 1978.
Menurut keterangan sekretariat KPP pusat, "memang ada salah
faham dalam membaca surat izin KPP 21 Pebruari itu." Tak jelas
di mana salah fahamnya. Tapi dari Senayan memang terdengar
suara-suara: surat dari KPP memang meragukan redaksionilnya.
Namun setelah ada pendekatan dari KPP pusat, akhirnya SK
Gubernur Ja-Bar pun dicabut - 24 Pebruari 1979.
Dan lengkaplah sudah surat-surat yang dicabut -- sehingga sirkus
India itu tak punya pegangan lagi. Apalagi awal Maret Senayan
memutuskan hubungan kerja. Meski begitu mereka belum putus asa.
Menurut salah seorang manager sirkus, direkturnya sekarang ini
sedang mengusahakan perpanjangan izin tinggal mau pun izin
usaha. Kabarnya soal ini sudah sampai pula ke Kedubes India di
Jakarta. Dan sumber TEMPO mengatakan Dubes India, juga bekas
Direktur Yayasan Gelora Senayan, sudah mengirim surat ke Ditjen
Imigrasi agar mengabulkan permohonan perpanjangan izin tinggal
rombongan sirkus tersebut.
Sampai hari ini memang belum terdengar kabar kelanjutannya. Tapi
apa pentingnya perpanjangan itu? "Kalau diizinkan main selama 5
bulan saja, biaya untuk pulang bisa terkumpul," kata Babu, salah
seorang manager sirkus. Lho, lalu keuntungan selama 4 tahun ini
ke mana? Kok bisa hutang melulu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini