Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Kisah udin dan kincir air

Syahruddin, 40, seorang bisu tuli dari desa candung koto lawas, agam, sum-bar, mampu membangkitkan tenaga listrik lewat kincir air, juga membuat jam besar, alat pemotong, memperbaiki radio dll. (ils)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGAHAN Maret ini nama Udin, seorang bisu tuli ditemukan di Sumatera Barat. Barangkali ia orang pertama dari kalangan bisu tuli Indonesia yang mampu membangkitkan tenaga listrik lewat kincir air. Dan itu telah membawa manfaat bukan saja untuk penerangan di rumah orang tuanya, tapi juga penerangan umum di mesjid, di kampungnya Candung Guguk Katiak, Desa Candung Koto Lawas Kabupaten Agam. Nama lengkanya Syahruddin, 40 tahun, anak kedua dari lima bersaudara. Sejak kecil ia tak mampu mengucapkan kata-kata barang sepatah. Meskipun ia diberi nama Syahruddin alias Udin, warga di sana memanggilkan dengan si bisu saja. Tapi si bisu yang tuli itu ternyata punya bakat istimewa. Ia senang pekerjaan pertukangan. Liwat seorang tukang ia belajar jadi tukang kayu. Udin menunjukkan kebolehannya. Ia jadi tukang kayu yang jempolan dan mampu memborong bangunan rumah sendirian. Belakangan ia juga mendidik adiknya jadi tukang kayu. Dan dua saudara ini sudah banyak menangani pembangunan rumah penduduk di desanya. Syahruddin tidak pernah bersekolah. Sebab Chadijah, ibunya, berpendapat tak ada gunanya. Tapi meski begitu dari kecil Udin juga sudah pintar menggambar. Dan dengan daya khayalnya yang tajam Udin membuat sebuah jam besar di depan mesjid. Idenya hendak menyamai jam Gadang di Bukittinggi. Yang menarik jam itu digerakkan dengan getaran tenaga air. Peralatannya sangat sederhana. Bahkan getaran tekanan air itu cuma dihubungkan dengan benang-benang yang kemudian memutar roda-roda waktu di belakang jarum penunjuk. Syahruddin juga menciptakan semacam alat pemotong (gergaji) untuk memudahkan pekerjaannya sebagai tukang kayu. Alat ini masih digerakkan dengan tangan. Komponennya sebuah roda (semacam roda pedati) berdiameter 145 Cm. Roda ini diputar dengan kaki atau tangan yang menekan sebuah pedal. Alat pemotong ini bisa diangkat ke tempat di mana Udin dan adiknya bekerja. "Ini baru diciptakan sekembalinya dari Dumai," kata Sutan Mudo pe muda setempat yang nyaris bertindak sebagai juru bicara Udin. Di Dumai Udin memang melihat kilang kayu di mana terdapat gergaji dan alat pemotong dengan tenaga listrik. Dan memang Udin bisa saja menghubungkan rodanya dengan tenaga listrik. Sayangnya alat itu harus dibawa ke mana-mana ke tempat ia bekerja. Rupiah Emas Kampung Candung Guguk Katiak terletak di kaki gunung Merapi. Dari Bukittinggi hampir 20 Km ke sebelah timur. Desa itu tidak bisa dicapai dengan mobil. Sedikitnya 3 Km jalan kaki di jalan setapak yang menanjak. Dari pinggir jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh masih 6 Km masuk ke arah dataran di kaki Gunung Merapi itu tadi. Rumah orang tua Udin terletak di salah satu lereng gunung tadi. Di bawah ada bandar kecil yang dimanfaatkan untuk teknologi desa yang dipimpin Udin. Di sana Udin mendirikan sebuah bangunan kincir air dengan roda ukuran 2 meter. Bangunan pelindung sumbu roda dan tempat dinamo tak lebih dari 2 x 2 meter. Antara rumah dan kincir air dihubungkan tangga tanah. Antara rumah dan kincir air (tempat pelepasan air terjun menuju roda) dihubungkan lagi dengan sebuah tali. Apabila senja turun tali tinggal disentakkan dan air lepas memutar roda kincir. Dengan sendirinya sumbu roda memutar dinamo. Tentu saja dari gedung sentral mini, kabel mengirimkan tenaga listrik ke rumah. Ada beberapa bola lampu dipasanL di rumah, selebihnya dihubungkan lagi ke mesjid yang letaknya memang tidak berapa jauh dari rumah Udin. Tenaga listrik yang dihasilkan masih terbatas. Sebab sumber tenaga cuma diambil dari 4 dinamo beca/sepeda. Tegangannya tak lebih 48 Volt. Listrik mini Udin yang bisu tuli itu sebetulnya sudah beroperasi sejak 3 tahun yang silam. Pertengahan Maret lalu roda kincir air yang sudah melapuk sedang dibongkar untuk diganti baru. Penghasilan Udin memang boleh juga. Dari sinilah ia membiayai karya-karyanya. Dari hasil upahan mengejakan sebuah rumah kadangkala ia bisa dapat 3 dan 4 rupiah emas bersih. Sebab di Desa Guguk Katiak standar upah adalah rupiah emas. Udin belum mau menikah, karena rupanya ia hanya asyik dengan ciptaan-ciptaannya. Syahruddin alias Udin juga pintar memperbaiki radio, arloji dan alat-alat lain. Ia juga membuat bangunan rumah adat mini, lumbung mini untuk dijual sebagai sovenir. Hasilnya besar juga. Suatu saat ia pergi ke kota melihat Jamban bersih. Di desanya ia bikin janhan serupa untuk kepentingan umum. Berbagai kabel, roda-roda kecil dan alat-alat pertukangan lengkap dia miliki. Di kampung Candung Guguk Katiak apa saja yang dibikin Udin diterima sebagai satu penemuan baru oleh 900 warga penduduk di sana. Mereka kagum dan tidak ada satu pun yang mengejek. Sebab bagaimana pun Syahruddin dipandang sebagai pelopor teknologi awal di desanya. Pimpman PLN Induk pembangkit Jaringan Sumatera Barat dan Riau ir. Januar Muin juga bangga dengan prestasi Udin. "Meskipun saya belum ke sana, tapi saya menyampaikan penghargaan," kata Januar kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus