PERTENGAHAN Maret ini nama Udin, seorang bisu tuli ditemukan di
Sumatera Barat. Barangkali ia orang pertama dari kalangan bisu
tuli Indonesia yang mampu membangkitkan tenaga listrik lewat
kincir air. Dan itu telah membawa manfaat bukan saja untuk
penerangan di rumah orang tuanya, tapi juga penerangan umum di
mesjid, di kampungnya Candung Guguk Katiak, Desa Candung Koto
Lawas Kabupaten Agam.
Nama lengkanya Syahruddin, 40 tahun, anak kedua dari lima
bersaudara. Sejak kecil ia tak mampu mengucapkan kata-kata
barang sepatah. Meskipun ia diberi nama Syahruddin alias Udin,
warga di sana memanggilkan dengan si bisu saja.
Tapi si bisu yang tuli itu ternyata punya bakat istimewa. Ia
senang pekerjaan pertukangan. Liwat seorang tukang ia belajar
jadi tukang kayu. Udin menunjukkan kebolehannya. Ia jadi tukang
kayu yang jempolan dan mampu memborong bangunan rumah sendirian.
Belakangan ia juga mendidik adiknya jadi tukang kayu. Dan dua
saudara ini sudah banyak menangani pembangunan rumah penduduk di
desanya.
Syahruddin tidak pernah bersekolah. Sebab Chadijah, ibunya,
berpendapat tak ada gunanya. Tapi meski begitu dari kecil Udin
juga sudah pintar menggambar.
Dan dengan daya khayalnya yang tajam Udin membuat sebuah jam
besar di depan mesjid. Idenya hendak menyamai jam Gadang di
Bukittinggi. Yang menarik jam itu digerakkan dengan getaran
tenaga air. Peralatannya sangat sederhana. Bahkan getaran
tekanan air itu cuma dihubungkan dengan benang-benang yang
kemudian memutar roda-roda waktu di belakang jarum penunjuk.
Syahruddin juga menciptakan semacam alat pemotong (gergaji)
untuk memudahkan pekerjaannya sebagai tukang kayu. Alat ini
masih digerakkan dengan tangan. Komponennya sebuah roda
(semacam roda pedati) berdiameter 145 Cm. Roda ini diputar
dengan kaki atau tangan yang menekan sebuah pedal.
Alat pemotong ini bisa diangkat ke tempat di mana Udin dan
adiknya bekerja. "Ini baru diciptakan sekembalinya dari Dumai,"
kata Sutan Mudo pe muda setempat yang nyaris bertindak sebagai
juru bicara Udin. Di Dumai Udin memang melihat kilang kayu di
mana terdapat gergaji dan alat pemotong dengan tenaga listrik.
Dan memang Udin bisa saja menghubungkan rodanya dengan tenaga
listrik. Sayangnya alat itu harus dibawa ke mana-mana ke tempat
ia bekerja.
Rupiah Emas
Kampung Candung Guguk Katiak terletak di kaki gunung Merapi.
Dari Bukittinggi hampir 20 Km ke sebelah timur. Desa itu tidak
bisa dicapai dengan mobil. Sedikitnya 3 Km jalan kaki di jalan
setapak yang menanjak. Dari pinggir jalan raya
Bukittinggi-Payakumbuh masih 6 Km masuk ke arah dataran di kaki
Gunung Merapi itu tadi.
Rumah orang tua Udin terletak di salah satu lereng gunung tadi.
Di bawah ada bandar kecil yang dimanfaatkan untuk teknologi desa
yang dipimpin Udin. Di sana Udin mendirikan sebuah bangunan
kincir air dengan roda ukuran 2 meter. Bangunan pelindung sumbu
roda dan tempat dinamo tak lebih dari 2 x 2 meter. Antara rumah
dan kincir air dihubungkan tangga tanah. Antara rumah dan kincir
air (tempat pelepasan air terjun menuju roda) dihubungkan lagi
dengan sebuah tali. Apabila senja turun tali tinggal disentakkan
dan air lepas memutar roda kincir. Dengan sendirinya sumbu roda
memutar dinamo.
Tentu saja dari gedung sentral mini, kabel mengirimkan tenaga
listrik ke rumah. Ada beberapa bola lampu dipasanL di rumah,
selebihnya dihubungkan lagi ke mesjid yang letaknya memang tidak
berapa jauh dari rumah Udin.
Tenaga listrik yang dihasilkan masih terbatas. Sebab sumber
tenaga cuma diambil dari 4 dinamo beca/sepeda. Tegangannya tak
lebih 48 Volt.
Listrik mini Udin yang bisu tuli itu sebetulnya sudah beroperasi
sejak 3 tahun yang silam. Pertengahan Maret lalu roda kincir air
yang sudah melapuk sedang dibongkar untuk diganti baru.
Penghasilan Udin memang boleh juga. Dari sinilah ia membiayai
karya-karyanya. Dari hasil upahan mengejakan sebuah rumah
kadangkala ia bisa dapat 3 dan 4 rupiah emas bersih. Sebab di
Desa Guguk Katiak standar upah adalah rupiah emas. Udin belum
mau menikah, karena rupanya ia hanya asyik dengan
ciptaan-ciptaannya.
Syahruddin alias Udin juga pintar memperbaiki radio, arloji dan
alat-alat lain. Ia juga membuat bangunan rumah adat mini,
lumbung mini untuk dijual sebagai sovenir. Hasilnya besar juga.
Suatu saat ia pergi ke kota melihat Jamban bersih. Di desanya ia
bikin janhan serupa untuk kepentingan umum. Berbagai kabel,
roda-roda kecil dan alat-alat pertukangan lengkap dia miliki.
Di kampung Candung Guguk Katiak apa saja yang dibikin Udin
diterima sebagai satu penemuan baru oleh 900 warga penduduk di
sana. Mereka kagum dan tidak ada satu pun yang mengejek. Sebab
bagaimana pun Syahruddin dipandang sebagai pelopor teknologi
awal di desanya.
Pimpman PLN Induk pembangkit Jaringan Sumatera Barat dan Riau
ir. Januar Muin juga bangga dengan prestasi Udin. "Meskipun saya
belum ke sana, tapi saya menyampaikan penghargaan," kata Januar
kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini