Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belasan yacht yang tiang-tiangnya tampak anggun itu, melego jangkar di perairan Gili Gede. Sebagian lainnya berlabuh di marina pulau itu. Pemandangan seperti itu, rutin saban hari tampak di perairan Gili Gede.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gili Gede merupakan spot persinggahan yacht-yachy yang mengarungi Atlantik ke Pasifik, yang menghubungkan para petualang yacht dari Australia hingga ke Eropa, atau sebaliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para wisatawan mancanegara (wisman) -- para pemilik yacht itu -- datang dari Australia dan Eropa, mulai dari Jerman, Perancis, Italia, hingga Belanda, "Saya suka di sini tenang," kata seorang wanita asal Paris yang menyebut namanya Woman di Thamarind Gili Gede. Sebelumnya, ia sudah menginap di Senggigi, sebuah destinasi yang mengangkat pariwisata di Lombok pertama kali sebelum 1990-an.
Gili Gede disukai karena suasananya masih sepi. Tidak ada hiruk pikuk keramaian sehingga wisatawan dapat menikmati kesunyian. "Mereka tidak suka bising," kata Sila, seorang staf Thamarind Gili Gede kepada TEMPO, Sabtu 23 November 2019. Sebelumnya, tamunya keberatan adanya suara alat berat yang digunakan untuk menangani pekerjaan pengurukan tanah di sekitar pantai.
Thamarind Gili Gede, satu-satunya akomodasi yang dilimiliki pengusaha lokal. TEMPO/Supriyantho Khafid
Mereka yang menginap di sana bisa mendapatkan tempat-tempat menyelam atau sekadar snorkling, untuk menengok keindahan alam bawah lautnya di seputaran pulau Gili Rengit, Gili Layar atau beragam spot pilihan lainnya. Biaya untuk memancing, snorkling, diving atau menikmati pemandangan terumbu karang, Rp350.000 per tiga jam.
"Di sini bisa menikmati kura-kura, kuda laut, atau binatang laut kecil yang berlindung di dalam terumbu karang," ujar Abubakar Abdullah, 40, pemilik Thamarind Gili Gede, putra lokal yang kini mewakili warganya menjadi anggota Komisi II bidang Ekonomi di DPRD Kabupaten Lombok Barat - dari Partai Keadilan Sejahtera.
Gili Gede adalah satu gili (pulau kecil) terbesar di antara 23 gili pulau di Lombok Barat. Pulau yang luasnya mencapai 300 hektar dan jarak kelilingnya mencapai 15 kilometer. Sementara dari ujung selatan ke utara sepanjang enam kilometer, dan dihuni sekitar 450 kepala keluarga atau sekitar 1.500 orang. Selama lebih dari 10 tahun terakhir, Gili Gede menjadi salah satu destinasi wisatawan mancanegara.
Menjangkau Gili Gede dari Kecamatan Sekotong, Lombok Barat juga tak sulit. Wisatawan cukup menggunakan perahu berbiaya Rp15.000 per orang, dari dermaga dermaga penyeberangan Tembowor atau Temeram di daratan Sekotong Lombok. Waktu tempuhnya hanya 10-15 menit. Sementara untuk penginapan terdapat sekitar 10 penginapan yang memiliki 100-an kamar berbagai kelas tarif, mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp5 juta semalam.
Saat pulau mungil itu kian populer, hanya Abubakar Abdullah yang menjadi pemilik usaha penginapan di sana. Di atas lahan seluas satu hektar, sejak lima tahun terakhir, ia juga membangun homestay yang jika musim sepi sembilan kamar standarnya bertarif Rp500.000 per malam. Angkanya merambat naik saat musim liburan, bisa Rp750.000 per malam. Abubakar juga memiliki delapan kamar ekonomi bertarif Rp275.000 per malam.
Penginapan lainnya, milik orang asing. Baik yang menyewa atau membeli lahan namun mengatasnamakan istrinya yang Indonesia. Seorang warga asal Perth, Australia Barat, Nigel Barrow, 48, yang sudah lima tahun di Gili Gede menjelaskan dirinya membangun 26 kamar berbentuk joglo. Bakau Estate yang ia bangun di atas lahan seluas 1,6 hektar menargetkan diinapi wisatawan high class yang mampu membayar kamarnya Rp 5 juta sehari.
Penduduk lokal memang belum mampu berinvestasi. Mereka, menurut Kepala Desa Gili Gede Indah Haji Musdan, pekerjaan sehari-harinya nelayan dan kalaupun ada yang lain hanyalah memiliki usaha perorangan, "Karena masyarakat belum memiliki uang yang cukup untuk investasi," ucapnya.
Wisatawan selain melabuhkan yacht, juga memancing, snorkeling, dan menyelam. Paket tiga jam wisata bahari itu Rp350.000. TEMPO/Supriyantho Khafid
Ketika menerima kunjungan Kepala Otoritas Jasa Keuangan Nusa Tenggara Barat (OJK NTB) Farid Faletehan yang melakukan sosialisasi dan edukasi keuangan, Sabtu 23 November 2019 siang, Abubakar Abdullah mengatakan jangan sampai pengeloaan wisatawan di Gili Gede Indah dikuasai orang asing.
"Jangan sampai warga di sini hanya menjadi penonton makanya harus disiapkan permodalannya," kata Abubakar Abdullah.
Menyikapi investasi penduduk setempat yang kesulitan modal, Farid Faletehan menyarankan terlebih dahulu adanya kegiatan usaha Laku Pandai (layanan jasa keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif), "Agar warga bisa lebih rutin menabung dan tidak perlu ke kota," ujarnya.
Ia memilih Gili Gede sebagai investasi, karena lokasinya strategis di antara Bali di sebelah barat dan Lombok International Airport di sebelah timur. "Dari Bakau Estate bisa melihat sunrise dan sunset," ujarnya.
Juru bicara Pemerintah Kabupaten Lombok Barat Saipul Ahkam menyebutkan, permodalan memang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi kelautan dan kepariwisataan. ''Masyarakat butuh sentuhan, baik modal maupun kapasitas diri,'' ucapnya.
Untuk menggenjot bisnis pariwisata, pada tahun 2019, pemerintah membuat jalan, untuk menghubungan antar kawasan di Gili Gede sejauh 14 km dan interkoneksinya 3 km. Mengenai aliran listrik, Gili Gede sudah lepas dari masalah energi karena PLN telah membangun jaringan melalui bawah laut. Problem yang tersisa hanya air bersih.
Masyarakat Gili Gede sesungguhnya sudah sangat terbuka dengan potensi wisata bahari dan bawah laut yang dipunyai Gili Gede. Dari 35 usaha akomodasi berupa hotel, cottage, atau bungalow, 17 di antaranya terdapat di Gili Gede.
Ia menyebutkan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat telah memulai membangun infrastruktur dan beberapa marina. Kemudian membuat perencanaan tata ruang untuk Gili Gede. Setelah infrastruktur dan deregulasi perizinan sesuai kewenangan kabupaten, pemerintah berharap dunia usaha melirik potensi Gili Gede.
Homestay Thamarind yang dimiliki warga lokal untuk penginapan yang leih terjangkau. TEMPO/Supriyantho Khafid
Menurut Saipul Ahkam, Gili Gede ini telah menjadi destinasi wajib setelah Tanjung Benoa, Bali. Ia menjadi lokasi persinggahan bagi rally yacht kelas dunia yang rutin digelar setiap tahun. Potensi itu akan dimaksimalkan dengan memfungsikan marina Gili Mas yang dimiliki Pelindo di kawasan Lembar.
SUPRIYANTHO KHAFID