Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hinamatsuri atau hari boneka merupakan festival anak perempuan Jepang yang diadakan setiap tanggal 3 Maret. Festival budaya Jepang ini akan dirayakan dengan berbagai makanan, lagu, hingga pertunjukan boneka khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perayaan ini merepresentasikan gadis-gadis muda Jepang yang bermain boneka dengan meniru peran sosial di kerajaan tradisional Jepang. Memparodikan peran kaisar dan permaisuri (atau bangsawan tingkat tinggi lainnya) musisi, penjaga, dan dayang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas dasar keidentikannya dengan anak perempuan, boneka lantas menjadi simbol dari perayaan ini. Di sisi lain, Hinamatsuri mengandung makna penghormatan terhadap pertumbuhan anak perempuan menjadi perempuan dewasa yang telah masuk ke dalam anggota masyarakat sepenuhnya.
Boneka Hinamatsuri meniru peran kaisar, permaisuri, dan peran di istana lainnya untuk memohon kemakmuran dan keberuntungan serta menunjukan hubungan erat antara rumah tangga dan negara dalam budaya tradisional Jepang.
Festival Hinamatsuri terinspirasi oleh tradisi periode Heian (794-1185 M) dalam sejarah Jepang. Pada hari Mi (ular) dalam kalender lunar, merupakan tradisi untuk melakukan ritual penyucian, serta mengantarkan keberuntungan dan kesehatan sepanjang sisa tahun tersebut.
Selain mempersembahkan makanan dan doa kepada para dewa, boneka juga digunakan untuk menghalau nasib buruk, kotoran, dan kemalangan dalam hidup seseorang.
Unsur-unsur praktik periode Heian ini dihidupkan kembali selama periode Edo (1603-1868 M) namun dikontekstualisasikan kembali sebagai perayaan Hinamatsuri, selama bertahun-tahun Hinamatsuri terus berubah dan beradaptasi dengan budaya saat ini, namun tetap memaknai utuh sejarah Jepang. Boneka-boneka dalam pameran budaya Jepang ini dibuat pada tahun 1950-an namun menggambarkan bangsawan dari 1000 tahun yang lalu.