Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Karapan Sapi, Tradisi Agraris, dan Penyebaran Islam di Madura

Karapan sapi merupakan sarana adu gengsi, adu pestise, dan harga diri.

23 Oktober 2022 | 09.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Final Karapan Sapi Piala Presiden 2022 digelar di Stadion Karapan Sapi Moh. Noer, Kabupaten Bangkalan, Ahd, 16 Oktober 2022. Gelaran tahunan yang sempat mandek gara-gara pandemi Covid-19 ini disaksikan ribuan penonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Total 24 pasang sapi turut lomba pacu itu. Bangkalankab.go.id. menyatakan peserta adalah wakil dari empat kabupaten di Pulau Madura, dengan masing-masing enam sapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir laman petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, Karapan Sapi merupakan acara permainan khas masyarakat Madura, Jawa Timur. Ini balapan sapi dengan lintasan pacuan sekitar 100 hingga 200 meter. Sapi tercepat adalah pemenang.

Biasanya perlombaan berlangsung sekitar satu menit atau bahkan hanya 10 detik. Karapan Sapi biasanya digelar tiap tahun pada Agustus atau September. Sedangkan finalnya pada akhir September atau Oktober.

Bagi masyarakat Madura, karapan sapi bukan hanya sekedar arena adu cepat. Ajang ini juga merupakan sarana untuk adu gengsi, adu pestise, dan harga diri.

Disebut karapan atau kerapan sapi lantaran menggunakan sapi untuk diadu kecepatan larinya atau ê kerrap. Bukan ditunggangi seperti kuda. Perlombaan ini membutuhkan dua sapi. Keduanya ditautkan dengan pangonong pada bagian leher sehingga menjadi satu pasangan.

Sepasang sapi ini disatukan dengan semacam kereta kayu di bagian belakang. Di kereta kayu inilah joki sapi mengendalikan agar berlari secepat mungkin. Agar sapi lari kencang, joki, disebut juga bhuto atau tokang tongko’, menggunakan perlengkapan berupa pangonong dan kalêlês.

Pemilik sapi memeriksa sapi unggulan yang biasa digunakan untuk lomba karapan sapi di pasar sapi di Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pasar jual beli sapi di desa ini hnya berlangsung setiap hari Jumat dari waktu ashar sampai dengan magrib. Tempo/Rully Kesuma

Obyek Wisata

Dalam buku Kerapan Sapi oleh Herry Lisbijanto, disebutkan bahwa kerapan sapi merupakan tradisi yang sudah lama ada di lingkungan masyarakat Madura. Ajang ini diadakan di area terbuka untuk memeriahkan keberhasilan panen.

Menurut Herry, karapan sapi bermula pada masa pemerintahan Adipati Arya Wiraraja di kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep. Kala itu sehabis mengolah sawah, para petani melakukan kegiatan adu cepat sapi menggunakan gahru atau bajak.

Kegiatan ini kemudian disempurnakan pada masa pemerintahan Kyai Ahmad Baidawi atau Pangeran Katandur. Berdasar cerita yang berkembang di masyarakat Madura, keberadaan karapan sapi memang tak bisa lepas dari figur Pangeran Katandur.

Dia adalah seorang penyebar Islam di Madura. Permainan adu cepat sapi tak lagi dilakukan di tengah-tengah pekerjaan mengolah sawah. Perlombaan digelar setelah panen dan dilaksanakan di tanah lapang.

Alat gahru pun diganti dengan yang lebih baik yaitu keleles. Kemudian untuk menggandeng dua sapi agar tetap beriringan saat lari, digunakanlah pangonong.

Seiring berkembangnya zaman, karapan sapi bukan saja menjadi pesta rakyat. Permainan ini telah menjadi obyek wisata yang dapat menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus