Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus mengenang pertemuan pertamanya dengan mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ketika di Kairo, Mesir. Kedua sahabat karib ini pertama kali bertemu 55 tahun lalu pada 1964.
Gus Mus juga mengunggah foto ketika mereka mereka masih muda. "Sosok di sebelahku ini sejak pertama kali aku mengenalnya (di Kairo Mesir, tahun 1964), sudah menarik hatiku," tulis Gus Mus di Instagramnya pada Kamis, 26 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Walaupun itu merupakan pertemuan pertamanya, Gus Dur tidak memperlakukannya seperti orang asing. "Begitu berjumpa, sikapnya seolah-olah dia sudah mengenalku sejak lama," tulisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan sikap yang ditunjukkan Gus Dur itu membuat Gus Mus merasa canggung. "Tak ada basa-basi lazimnya orang baru bertemu dan berkenalan. Justru aku yang canggung dengan sikapnya yang tidak umum itu," ujarnya.
Unggahan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah ini untuk memperingati haul sepuluh tahun Gus Dur. Presiden keempat Indonesia ini wafat pada 30 Desember 2009.
Gus Mus menuturkan, usai pertemuan pertama itu, Gus Dur memanggilnya dengan sebutan "Mus." Ia sendiri memanggil cucu pendiri Nahdlatul Ulama ini dengan panggilan "Mas." Namun panggilan tersebut berubah ketika mereka pulang ke Indonesia.
Almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur bersama Mbah Liem (kanan) dalam acara Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Bandar Lampung, 1992. Dok. TEMPO/Hidayat S. G.
"Baru ketika pulang di tanah air, ketika orang-orang memanggilnya Gus, dia pun memanggilku "Gus", meski aku tetap memanggilnya Mas," tulisnya. Gus Mus mengaku setiap berada di dekat Gus Dur, ia merasa sangat kecil. "Mungkin karena, aku selalu memperhatikan pikiran-pikirannya yang besar," tulisnya.
Mustofa Bisri pun salut dengan sahabat yang sudah seperti saudaranya ini, karena sejak kuliah ia sudah memikirkan kemajuan Bangsa Indonesia. Saat ia masih sibuk memikirkan kuliah dan persiapan menghadapi ujian, Abdurrahman Wahid sudah memikirkan Indonesia dan bagaimana bisa mempersiapkan khidmah yang optimal bagi negeri yang dicintainya itu.
"Ketika aku baru memikirkan bagaimana setelah pulang nanti aku membangun rumah tangga, dia sudah memikirkan bagaimana membangun peradaban dunia."
Gus Mus juga mengungkapkan bahwa Gus Dur sangat mengutamakan Sang Pencipta. "Baginya dunia ini, termasuk kekuasaan hanyalah main-main dan senda gurau belaka, seperti difirmankan oleh Tuhannya sendiri," tulisnya, "Baginya, yang terbesar dan terpenting ialah Allah, kemudian hamba-hambaNya."
Sehingga menurut Gus Mus kalimat yang sangat identik dengan Gus Dur memiliki arti yang sangat mendalam dan penuh makna. "Karena itu ungkapannya, 'begitu saja kok repot...' , bagiku, bukan ungkapan majaz atau kinayah belaka," tulisnya.
MARVELA