Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seleb

Kimberly Ryder Minta Nafkah Mut'ah Cuma Rp5 Ribu, Bagaimana Ketentuannya?

Artis Kimberly Ryder mendapat sorotan pasca dikabarkan hanya meminta nafkah mut'ah sebesar Rp 5.000 kepada mantan suaminya Edward Akbar.

16 Agustus 2024 | 09.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Artis Kimberly Ryder mendapat sorotan pasca dikabarkan hanya meminta nafkah mut'ah sebesar Rp 5.000 kepada mantan suaminya Edward Akbar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kimberly melalui kuasa hukumnya, Machi Achmad, meminta nafkah mut'ah sebesar Rp 5.000 kepada Edward dengan alasan tak ingin memberatkan. "Kalau untuk gugatan Kimberly sendiri tidak sulit karena total dari nafkah itu cuma Rp 5.000 kok masing-masing Rp 1.000 rupiah," kata Machi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi, aku enggak butuh apa-apa untuk diri aku. Yang penting adalah tanggung jawab Edward terhadap anak-anak saya," ujar Kimberly.

Mengutip dari berbagai sumber alasan Kimberly meminta nafkah dengan jumlah yang tak biasa tersebut sangat sederhana karena tak ingin mempersulit preses peceraiannya dengan mantan suamiya. Lantas apa itu nafkah mut’ah? Bagaimana pula aturannya di dalam Islam?

Islam mengatur denga sangat adil terkait persoalan hak dan kewajiban baik untuk perempuan maupun laki-laki dalam menjalani sebuah rumah tangga. Bahkan ketika sebuah rumah tanga meski berhenti atau pasagan suami istri bercerai Islam juga memberikan jalan tengah yang patut. Melansir dari Pengadilan Agama Purworejo untuk melindungi kaum perempuan dari hegemoni laki-laki ada kewajiban yang harus dibayar mantan suami kepada mantan istri, antara lain: nafkah terhutang, mut'ah dan iddah.

Pengertian Mut’ah

Melansir dari laman Pengadilan Agam Purworejo kata mutah berasal dari kata yang artinya senang. Bentuk lainnya yang berarti sesuatu yang dijadikan sebagai objek bersenang-senang. Secara definisi, makna mutah menurut Muhammad al-Khathib Asy-Syarbainiy, dalam kitabnya Mugniy al-Muhtaj, adalah sejumlah harta yang wajib diserahkan suami kepada isterinya yang telah diceraikannya semasa hidupnya dengan cara talak atau cara yang semakna dengannya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mutah ialah sesuatu (uang, barang dsb) yang diberikan suami kepada istri yang telah diceraikannya sebagai bekal hidup (penghibur hati) bekas istrinya atau bahkan menjadi bekal hidup selama menjalani hidup sebagai janda.

Suami yang bertanggung jawab akan memberikan mut’ah yang layak kepada mantan istrinya meskipun tanpa diminta atau dituntut di pengadilan. Pendapat yang kuat menyatakan bahwa istri mendapat mut’ah dari suami jika suami yang berkehendak menceraikan istri (cerai talak). Apabila inisiatif dari pihak istri (cerai gugat) atau disebabkan oleh pihak istri, maka gugurlah hak mut'ah bagi istri.

Melansir dari skripsi yang berjudul Pelaksanaan Nafkah Mut’ah Talak Suami Kepada Isteri yang Dicerai Di Pengadilan Agama Bankinang yang ditulis oleh Ade Minur mengatakan bahwa Perundang-undangan di Indonesia yng mengatur tetang mut’ah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 1,149,158,159 dan 160.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, mut’ah adalah pemberian bekas suami kepada isteri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya.Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mut’ah merupakan salah satu hak yang diterima oleh isteri setelah terjadinya perceraian.

Bentuk Mut’ah

Dalam kompilasi Hukum Islam mut’ah dibagi dalam dua bentuk yaitu: mut’ah yang hukumnya wajib dan mut’ah yang hukumnya sunnah. Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat yang pertama bahwa belum ditetapkan mahar bagi istri ba’d al-dukhul dan syarat kedua bahwa perceraian itu terjadi atas kehendak suami. Bentuk mut’ah yang kedua ialah mut’ah yang sunnah diberikan pada isteri. Mut’ah sunah hukumnya diberikan oleh suami kepada isterinya apabila dua syarat yang disebutkan sebelumnya ada yang tidak terpenuhi.

Kadar Nafkah Mut’ah

Masih melansir dari sumber sebelumnya Ade Munir menuliskan bahwa ada beberapa pendapat tentang kebutuhan pokok yang harus diberikan mantan suami kepada mantan isterinya dalam pemberia nafkah mut’ah. Dalam Kitab al-Akhwal asy-Syakhsyiyyah ‘ala Mazahib al- Khamsah, bahwa sebagian ahli hukum Islam berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok dalam nafkah adalah pangan, sandang dan tempat tinggal. Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok hanyalah pangan saja tidak menyangkut di dalamnya sandang dan papan atau tempat tinggal.

Terkait kadar nafkah mut’ah, dalam hal ini al-Qur'an tidak menyebutkan ketentuannya, al-Qur'an hanya memberikan pengarahan/anjuran dengan menyerahkan kepada mantan suaminya dengan ukuran yang patut (ma'ruf) sesuai dengan kemampuannya, hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al- Baqarah (2): 236.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus