Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Kota Suci Bethlehem Kini Serasa Havana Bukan Afganistan

Kota Suci Bethlehem bagian dari Kota Suci Yerusalem yang diperuntukkan untuk Umat Kristiani. Kota ini dijuluki ibu kota Arab, karena kebangkitan seni.

8 April 2020 | 13.43 WIB

Hotel butik The Walled Off Hotel dengan pemandangan dinding beton pemisah, yang dibangun Israel. Hotel ini memiliki museum dan menawarkan paket tur ke kamp pengungsi. Foto: @walledoffhotel
Perbesar
Hotel butik The Walled Off Hotel dengan pemandangan dinding beton pemisah, yang dibangun Israel. Hotel ini memiliki museum dan menawarkan paket tur ke kamp pengungsi. Foto: @walledoffhotel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kota Suci Bethlehem dikenal sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus atau Isa Almasih, kota kecil yang biblikal itu, meskipun sepi karena pandemi wabah virus corona, namun masih menunjukkan geliat kehidupan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kota ini, pada 2020 menyandang sebutan Ibu Kota Arab, sebagaimana reportase BBC, untuk kebangkitan budaya dan kedamaian Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila wisatawan berada di kota suci itu, bertandanglah ke Singer Cafe – sudut kosmopolitan terdekat dengan wilayah Israel. Selayaknya kafe di kota-kota wisata, ada keluarga yang berbagi brunch dengan menu shakshuka (telu ceplok dengan rempah pedas), juga seorang pelancong Eropa yang asyik dengan laptop-nya, dan pasangan kencan.

Singer Cafe menghiasi dindingnya dengan karya seni lokal, dan ada sesuatu yang mencolok di dinding berupa tulisan "lebih banyak espresso, lebih sedikit depresso". Depresso mungkin saja slank dari depresi – tak mengherankan, sebagai bagian dari Yerusalem, ketegangan bisa terjadi kapanpun.

Meski Bethlehem kota yang damai, aparat Israel pada umumnya melarang warganya ke oasis yang tenang nan nyaman itu. Singer Cafe berada di pinggiran Beit Sahour di pinggiran Betlehem - yang berarti di pinggiran Yerusalem - di Tepi Barat yang diduduki dan dikontrol oleh militer Israel sejak Perang Enam Hari 1967. Jadi Cafe Singer merupakan penyedia espresso con panna terbaik di zona konflik di planet ini.

Singer Cafe di Bethlehem menjadi tempat penyedia kopi lezat di daerah paling berkonflik di muka bumi. Foto: Richard Morgan/BBC

Bethlehem dikenal sebagai kota kelahiran Raja David atau Nabi Daud, dan tempat kelahiran Yesus Kristus. Kota alkitabiah itu kini bangkit menjadi kota modis. Bahkan sepatu high heels bersol merah karya Christian Louboutin dipakai di kota itu. Meskipun di bawah pendudukan Israel, 22 anggota Liga Arab, menabalkan kota Warisan Budaya UNESCO itu sebagai ibu kota budaya Arab tahun 2020.

"Hal pertama yang diinginkan pendudukan Israel adalah akhir dari seni dan budaya kami. Begitulah cara mereka menyeterilkan masyarakat" kata Baha Abu Shanab, salah satu Manajer Singer Cafe. Pendudukan Israel di wilayah Yerusalem menyumbang seperempat ukuran Israel - dan dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Israel telah menganeksasi sebagian besar Tepi Barat yang diduduki.

Kehidupan di bawah kendali Israel sangat jelas di Betlehem. Di kota itu terdapat tembok beton setinggi 8 meter, yang dibangun dibangun oleh Israel pada tahun 2002. Tujuannya untuk menghentikan bom bunuh diri dan serangan dari pejuang Palestina.

Tapi, tembok-tembok itu tak menghalangi tumbuhnya budaya, sebagaimana Havana, Valparaiso atau bekas Berlin Timur, laksana bunga yang mekar di puing-puing.

Seniman Inggris yang dikenal sebagai Banksy, pertama kali memasang karya seni politik di Betlehem pada 2005. Ia membuat sembilan gambar grafiti perdana di Bethlehem pada tembok pemisah. Pada tahun 2017, kehadiran Banksy - dan seni politik – kian kuat dengan dibukanya The Walled Off Hotel, sebuah hotel butik dengan sembilan kamar yang menawarkan "pemandangan terburuk di dunia", karena pandangan terhalang tembok beton.

Proyek seni itu, menjadi daya tarik baru pariwisata dan mulai menyaingi popularitas gereja bersejarah Church of the Nativity. Sebagai kota seni, Bethlehem juga memiliki galeri, The Walled Off. Galeri tersebut juga menjadi museum yang didedikasikan untuk sejarah tembok pemisah. Bahkan galeri itu, mengadakan tur dua kali sehari di kamp pengungsi terdekat, Aida Palestina.

"Kami berkomunikasi kepada dunia melalui kreativitas," kata Wisam Salsaa, Manajer The Walled Off Hotel. “Kami memberi pelajaran bagaimana hidup di dunia. Kami bisa hidup dari ketiadaan, menghasilkan dari ketiadaan.”

Mural-mural yang menjadi simbol seni sebagai perlawanan. Foto: @petrasilwady

Beberapa tahun terakhir proyek seni politik itu telah membuahkan hasil. "Lima tahun yang lalu, jika Anda pergi ke pusat kota Bethlehem, itu tampak seperti Afghanistan. Sekarang sepertinya Havana. Ada wanita dengan rok atau celana jeans dan pria, mengenakan anting-anting,”katanya.

"Anda bisa protes di Gaza, berkelahi, ditembak, ditangkap ... di Bethlehem perlawanan menggunakan lukisan atau puisi. Itulah kekuatan seni - tidak hanya keindahan, tetapi juga kekuatan. Itu memotong kemanusiaan Anda, kemanusiaan kita bersama."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus