Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mencari Hachiko di Taman Shibuya

Sedikit kecewa dengan Patung Hachio, kami mendapati pemandangan berbeda di Shibuya.

5 Desember 2017 | 17.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Area penyeberangan di Shibuya atau Shibuya Crossing Area menjadi salah satu tempat wisata karena keramaian para pejalan kaki yang menyeberang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Hikayat Hachiko yang menunggui pengajar seni di Universitas Tokyo, Profesor Hidesaburo Ueno, langsung terbersit dalam pikiran saya pada hari pertama di Tokyo, Jepang, pada Senin 26 November 2017. Saya pun mengusulkan pergi ke Shibuya, stasiun tempat Hachiko menunggui sang professor pulang kerja. Tiga teman perjalanan saya selama di Jepang menyetujuinya.

Kami berempat segera menuju ke Stasiun Shinjuku, tanpa didampingi oleh pemandu wisata. Stasiun Shinjuku kebetulan tak jauh dari hotel tempat kami menginap. Kami cukup jalan kaki selama sepuluh menit untuk tiba di sana.

Perjalanan kereta dari Shinjuku ke Shibuya hanya perlu sekali naik kereta di jalur Yamanote Line. Waktu tempuh kereta ke Shibuya sekitar 15 menit, seperti waktu tempuh kereta rel listrik dari Manggarai ke Gambir kalau di Jakarta.  

Ketika pintu komuter dibuka, angin dingin sudah menampar kulit wajahku. Suhu delapan derajat celcius Senin sore itu sangat dingin bagi kami yang biasa tinggal di daerah tropis seperti Jakarta.

Pandangan mata kami menelusuri papan-papan petunjuk di langit-langit stasiun, mencari arah menuju patung Hachiko. "Kita harus jalan terus," kata Intan,  anggota rombongan kami sambil menunjuk papan.

Tiga menit berjalan kaki, dari balik pintu keluar areal stasiun, tempat kami berada, tampak keramaian. Anak-anak muda Jepang, dengan pakaian modis, jaket musim dingin, dan sepatu boots, berkerumun di sebuah taman beralas konblok di taman kota yang berada di luar stasiun.

Sehelai kain merah terlihat di antara kerumunan di sebuah taman kota di Shibuya. Melingkari leher patung anjing yang duduk menunggu, bertumpu pada dua kaki depannya. "Itu Hachiko!" saya berseru kepada teman-teman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Patung Hachiko yang tengah menunggu tersebut, dikelilingi area setengah lingkaran. Di beberapa sisi patung ada tempat duduk dan bersandar. Di belakang patung pepohonan yang daunnya berwarna kuning dan merah. Banyak turis seperti kami yang bergantian mengambil foto di samping Hachiko dengan berbagai pose.

Patung Hachiko sedikit di luar bayangan saya. Saya semula membayangkan ukuran patung Hachiko besar, sebagaimana Lasse Hallstrom menggambarkannya di film Hachi.  Debi Alfira, warga Jakarta yang sudah 17 tahun menetap di Jepang, membenarkan patung Hachiko tak sesuai apa yang mereka bayangkan.

“Banyak yang penasaran sama patung Hachiko. Tapi kalau sudah lihat patungnya sendiri pada kaget karena kecil. Enggak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan,” kata Debi saat kami temui keesokan harinya.

Rasa kecewa saya tak berlangsung lama. Hilir mudik pejalan kaki yang menyeberang di persimpangan Shibuya menarik perhatian saya. Saya mengeluarkan kamera ponsel, memotret setiap pergerakan para pejalan kaki, yang menyeberang jalan, saat lampu hijau menyala.

Menurut Debi, persimpangan Shibuya merupakan satu dari kawasan tersibuk Tokyo. Sejak sekitar 4-5 tahun lalu, Shibuya Crossing Area menjadi destinasi wisata Jepang, khususnya kawasan Tokyo, karena keramaiannya di jalur penyeberangan. Shibuya disebut sebagai area tersibuk nomor dua untuk area perkantoran setelah Shinjuku. "Tapi untuk anak-anak mudanya di Shibuya itu nomor satu," kata dia.

Shibuya tak hanya menawarkan area penyeberangan super sibuk. Ini surga belanja bagi pelancong. Kami tak mau melewatkannya. Kami memilih pertokoan yang memasang papan bertulis “Free Tax”. Toko ini membebaskan pajak konsumsi bagi turis internasional yang berbelanja lebih dari 5 ribu yen dalam satu kali transaksi.

Toko yang kami masuki menjajakan aneka produk makanan, kosmetik, perawatan wajah, dan obat-obatan. Produk itu kami prioritaskan masuk ke dalam keranjang belanja.

Shibuya, kata Debi, dikenal dengan produk fashion anak muda di atas usia 20 tahun, terutama kostum ala pelayan kafe.  Lokasi belanja yang ramai itu bernama Shibuya 109 yang berada di dalam mal. "Di Shibuya 109 itu banyak costume player buat perempuan-perempuan yang maido yang lebih ke pelayan anime,” kata Debi. “Kostumnya dan banyak aksesoris lucu-lucu."

FRISKI RIANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus