Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menelusuri Pertapaan Rawaseneng, Museum dan Pengolahan Susu yang dikelola Para Rahib di Temanggung

Museum, kafe, dan pusat oleh-oleh tersebut berada di bagian depan kompleks Pertapaan Rawaseneng, Temanggung.

23 Juni 2023 | 22.57 WIB

Museum Pertapaan Santa Rawaseneng. Foto:  Instagram.
Perbesar
Museum Pertapaan Santa Rawaseneng. Foto: Instagram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Temanggung - Sejuknya lereng perbukitan Gunung Sindoro menyapa setiap pengunjung yang melintas di Desa Ngemplak, Kandangan, di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Memasuki desa tersebut, ada satu wisata unik andalan para pengunjung yang sedang singgah atau melintas di Temanggung.

Wisata Kuliner Olahan Susu di Pertapaan Rawaseneng

Wisata tersebut adalah Museum dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, lengkap dengan  kafe serta pusat oleh-oleh yang menjual aneka produk olahan susu. Museum, kafe, dan pusat oleh-oleh tersebut berada di bagian depan kompleks Pertapaan Rawaseneng, Temanggung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Uniknya, seluruh produk olahan susu yang dijual di pusat oleh-oleh dan kafe ini dikelola langsung oleh para rahib dibantu masyarakat sekitar. Rahib adalah anggota Tarekat atau Ordo yang mengikatkan diri dengan kaul atau janji pada hidup monastik kontemplatif hidupnya hanya untuk mencari Allah dengan mendalami misteri Ilahi dalam suasana keheningan di pertapaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pengelola pertapaan Rawaseneng, Romo Edy Prasetyo menuturkan, para rahib Rawaseneng melakukan "kerja tangan" bukan untuk tujuan mencari keuntungan, tetapi untuk menafkahi hidup mereka sendiri secara mandiri, dan dilakukan di luar waktu ibadah. "Dalam perjalanannya, banyak orang awam  yang berkontribusi dalam memasarkan usaha yang dikelola para rahib tersebut," kata Romo Edy saat ditemui Tempo, Jumat, 23 Juni 2023.

Olahan produk susu dan kopi di Pertapaan Rawaseneng. Tempo/Arimbihp

Masyarakat awam di luar rahib yang turut memasarkan usaha tersebut misalnya keluarga The Bian San dari Temanggung yang pada 1956 membantu menjualkan susu. Ada juga keluarga Boen Kosasih yang pada 2008-2009 turut memasarkan kue kering dan kopi di Jakarta hingga saat ini. Susu di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng menjadi salah satu komoditi utama yang telah dirintis para rahib.

Meski demikian, kaum awam juga tercatat memberikan kontribusi yang signifikan bagi Pertapaan Rawaseneng ketika para rahib merintis peternakan sapi perah. "Pada 1956, seorang kaum awam, Oma Godee, 83 tahun, memberi sumbangan berupa rumput jenis khusus ke Pertapaan Rawaseneng untuk pakan sapi perah yang akan mereka ternakkan, disusul dengan masyarakat lainnya yang turut memberi makanan," ujarnya.

Bermula 5 Indukan Sapi dari Belanda di Pertapaan Rawaseneng

Edy menceritakan, awalnya hanya ada lima induk sapi yang didatangkan dari Belanda ke Pertapaan Rawaseneng. "Kemudian, pada 1957 didatangkan juga sapi dari Australia, sehingga kami memiliki 20 sapi, jumlah tersebut terus berkembang hingga saat ini ada ratusan sapi," ucapnya.

Edy mengatakan, pemerahan susu sapi dilakukan pagi hari kira-kira pukul setengah lima dan sore hari kira-kira pukul setengah lima. "Jika ingin melihat sapi, atau proses pemerahan, harus ada ijin khusus, mengingat kami harus menjaga kondisi kejiwaan sapi agar tidak tertekan, sehingga dapat dihasilkan susu dalam jumlah banyak," kata dia.

Menurut Edy, sapi perah di Pertapaan Rawaseneng dapat menghasilkan sekitar 600 liter susu per hari. Dari jumlah tersebut, menurut Edi, 150 liternya diolah menjadi susu segar dengan metode pasteurisasi untuk membunuh bakteri patogen. Setelah di pasteurisasi, Edi mengatakan, susu segar yang dihasilkan memasuki tahap pengemasan yang steril dan tanpa kontaminasi dari luar.

Industri Produk Turunan susu

Olahan produk susu dan kopi di Pertapaan Rawaseneng. Tempo/Arimbihp
  
Tak hanya pasteurisasi, susu sapi yang dihasilkan Pertapaan Rawaseneng juga diolah menjadi keju, yogurt, serta sebagai bahan campuran untuk industri roti dan kue kering Trappist Cookies berbahan baku alamiah dengan peralatan yang relatif canggih. "Ada kastengels, lidah kucing, soes, kukis cokelat, dan masih banyak lagi," ujarnya. 

Selain memiliki banyak varian, kata Edy, roti buatan mereka tidak menggunakan bahan pengawet ataupun bahan campuran lainnya, sehingga memiliki rasa yang khas dibandingkan dengan roti-roti yang dijual di pasaran pada umumnya. "Cara pengolahan keju dipelajari pada 1958 dari seorang awam di Lembang bernama Tuan Meyer," ujarnya. Keju yang digunakan sebagai bahan baku kue kastengel harus disimpan terlebih dulu setidaknya selama 3 bulan dalam suhu minus 10 derajat Celcius sebelum digunakan.

Pemasaran

Bukan cuma dijual di gerai oleh-oleh Pertapaan Rawaseneng, produk-produk turunan susu ini dipasarkan di daerah setempat, bahkan hingga ke Jakarta dan memiliki pasar tetap di beberapa kota besar di sekitar pertapaan. "Jadi, pembeliannya bisa melalui online store Tokopedia atau memesan di Whatsapp saya, bisa juga melalui offlline dengan datang langsung ke gerai, harganya mulai dari Rp 20.000,"  kata Edy. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus