Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menyusuri Oba Kami, Pasar Kerbau di Tana Humba

Di Sumba, status sosial bisa dilihat dari jumlah kerbau yang diberikan kepada keluarga perempuan sebagai simbol kesakralan hubungan.

27 Mei 2023 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pasar hewan Oba Kami menjual kerbau, babi, dan sapi untuk kebutuhan acara adat pernikahan dan penguburan orang meninggal di Desa Pogo Tena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Kamis, 25 Mei 2023 (TEMPO/Shinta Maharani)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Cahaya matahari menyepuh tubuh gempal sekawanan kerbau berpayung hijau dedaunan jambu mete. Binatang memamah biak itu sedang goleran, ada yang mengunyah rumput, dan berak pada jerami yang mengepung pohon. Sebagian blantik meriung di atas bambu, bermain catur dalam embusan angin Tana Humba, sebutan Pulau Sumba pada Kamis, 25 Mei 2023. Penjual lainnya di pasar kerbau itu menambatkan tali kekang hewan itu pada pohon jambu monyet. 

Pasar Oba Kami Jantung Ekonomi Warga

Oba Kami, pasar hewan di Desa Pogo Tena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur  penuh puluhan kerbau yang didatangkan dari  Sumba Timur. Pasar Oba Kami menjadi jantung ekonomi warga setempat. Kerbau merupakan satu di antara hewan ternak penting dalam kehidupan masyarakat Sumba. Hewan ini dibawa dalam pesta adat pernikahan maupun penguburan orang meninggal. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mei menjadi bulan pembuka maraknya pesta adat. "Harga kerbau sedang bagus," kata salah satu penjual kerbau, Lexi Ate ditemui di Pasar Oba Kami. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Lexi, harga kerbau bisa mencapai 40 juta per ekor. Harga kerbau tergantung pada postur tubuh dan tanduk. Semakin besar tubuh dengan tanduk yang besar, maka harganya semakin mahal. Setiap tahun harga kerbau tinggi pada Juni hingga September karena penduduk Sumba banyak yang punya hajatan, yakni pernikahan. 

Di Sumba, orang mengenal  belis, tradisi seserahan dalam pernikahan masyarakat Sumba. Lelaki yang ingin meminang perempuan Sumba wajib memberikan sejumlah hewan ternak sebagai mas kawin, di antaranya kerbau dan kuda. 

Pasar hewan Oba Kami menjual kerbau, babi, dan sapi untuk kebutuhan acara adat pernikahan dan penguburan orang meninggal di Desa Pogo Tena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Kamis, 25 Mei 2023 (TEMPO/Shinta Maharani)

Kerbau Simbol Kesakralan Laki-laki dan Perempuan

Kerbau menyimbolkan kesakralan hubungan laki-laki dan perempuan. Status sosial bisa dilihat dari jumlah kerbau yang diberikan kepada keluarga perempuan. Adapun dalam upacara penguburan punya arti kerbau melindungi ruh orang yang meninggal. Makam orang Sumba ditutup dengan batu di atasnya yang dihiasi dengan ukiran kepala kerbau atau tanduk. Ritual pemakaman dikenal dengan tarik batu, jenazah dikuburkan di bawah batu besar keluarga.

Warga Desa Pogo Tena, Elton Mada Kaka menyebutkan dalam adat budaya Sumba, banyaknya belis yang diberikan kepada keluarga perempuan bergantung pada kesepakatan dan status sosial pihak keluarga laki-laki. Jika perempuan yang ingin dinikahinya punya status sosial tinggi, maka pemberian belis bisa mencapai puluhan hingga ratusan ekor. 

Elton yang merupakan keturunan rato atau tokoh adat penghayat Marapu menyebutkan belis seperti kuda dan kerbau menggambarkan Sumba menjunjung tinggi perempuan. "Sebagai upaya penghormatan terhadap keluarga perempuan. Jadi laki-laki yang akan meminang harus bekerja keras," tutur dia.

Warga Sumba taat menjalankan adat secara turun temurun. Hukum adat berlaku bila dilanggar.  Keluarga yang punya kedudukan sosial tinggi dan  tak menjalankan tradisi belis harus menanggung sanksi adat dan sosial. "Bisa dikucilkan dan dimusuhi," kata Elton. 

Pasar hewan Oba Kami menjual kerbau, babi, dan sapi untuk kebutuhan acara adat pernikahan dan penguburan orang meninggal di Desa Pogo Tena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Kamis, 25 Mei 2023 (TEMPO/Shinta Maharani)

Siang itu Lexi kedatangan seorang mama (panggilan akrab untuk perempuan Sumba) yang sedang melihat-lihat dan menawar kerbau. Dia datang bersama empat orang laki-laki. 

Menyusuri Pasar Kerbau Oba Kami

Di bawah langit biru dan sengatan panas matahari, saya menyusuri pasar hewan itu bersama Ganda Kristianto, pegiat organisasi non-pemerintah, Yayasan Satunama. Sudah dua bulan Ganda ditugaskan di Sumba Barat Daya.

Kami mengelilingi setiap sudut pasar hewan itu hingga ke kandang babi dan sapi di belakang hutan kecil jambu mete. Di kandang-kandang itu terdapat babi berwarna hitam yang mendominasi dan sapi. Babi-babi hitam berdiri di pojokan kandang, sebagian tertidur. 

Penjaga babi menabok tubuh binatang itu agar berdiri saat pembeli datang melihat-lihat. Buruh-buruh kandang babi terlihat sedang membersihkan kandang. Ada juga yang lalu lalang mengangkut babi dan sapi. 

Kami tak melihat papan pasar di sana. Yang terlihat justru sampah yang berserakan, mengganggu mata dan hidung karena bau. Pasar hewan di jantung Desa Pogo Tena itu berjarak 500 meter dari pasar tradisional yang menjual barang kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, sirih pinang, bumbu dapur, beras, ikan, daging, dan baju. Segala jenis sampah, di antaranya plastik terlihat menumpuk di pinggir jalan sekitar pasar.  

Kepala Desa Pogo Tena, Yohanes Adolf menyebutkan pemerintah desa telah berupaya membersihkan sampah-sampah itu setiap pekan. Tapi, sampah kiriman dari sejumlah desa tetangga datang lagi. 

Menurut Yohanes, pengelolaan pasar itu bertumpu pada Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya. Retribusi pasar masuk ke pemkab. Masalahnya, pemerintah setempat belum menyediakan tempat pembungan sampah akhir. "Kami berharap pemkab melalui dinas lingkungan hidup memperhatikan sampah yang jadi masalah laten," kata dia. 

Saya dan Ganda menggerutu karena sampah yang menggunung di sekitar pasar hewan. Tapi, saya juga menikmati sensasi sesaat bercengkerama dengan kerbau, menginjak feses hewan itu, mengobrol dengan blantik, dan menyaksikan mereka menikmati permainan catur. Tana Marapu yang puitik dan kental adat membuat saya sulit berpaling.  

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus