Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Pembangunan jembatan flyover Sungai Ladi "Laksamana Ladi" menuai polemik ditengah masyarakat, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Polemik itu berawal dari penamaan jembatan bernama Laksamana Ladi yang disebut BP Batam tokoh lokal Melayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semenjek diresmikan Kepala BP Batam yang juga Walikota Batam Muhammad Rudi pada 31 Desember 2024 lalu. Banyak pihak yang mempertanyakan asal nama tersebut. Tidak hanya pertanyaan, tetapi protes juga disampaikan. Salah satunya protes keras dilayangkan Lembaga Adat Melayu atau LAM, Kepuluan Riau, Kota Batam.
Asal nama Laksamana Ladi
Apalagi dalam narasi siaran pers Humas BP Batam pada tanggal 24 Desember 2024, berjudul "Kepala BP Batam Tinjau Pekerjaan Akhir Proyek Flyover Sei Ladi" dijelaskan makna nama Laksamana Ladi, yaitu seorang tokoh lokal pada masa Kesultanan Melayu Riau-Lingga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laksamana Ladi dikenal sebagai seorang pemimpin angkatan laut yang tangguh, dan memiliki keberanian dalam menjaga kawasan perairan di sekitar Kepulauan Riau," begitu salah satu kalimat penjelasan dalam siaran pers tersebut. Narasi itu juga disebarkan media yang bekerjasama dengan BP Batam.
Narasi itu juga yang membuat Ketum LAM Kepri Kota Batam YM. H. Raja Muhamad Amin meradang dan protes. "Kami tidak dilibatkan dalam perumusan nama itu, saya jujur kaget melihat di media sosial, ada jembatan bernamakan Laksamana Ladi," kata Raja, kepada Tempo, Kamis 2 Januari 2025.
Flyover Sungai Ladi, Batam, Kepulauan Riau. Dok. Humas BP Batam
Raja juga mendapatkan pertanyaan dari berbagai tokoh melayu di Kepri tentang asal muasal nama tersebut. Namun, dia tidak bisa menjawab karena tidak dilibatkan dalam perumusan nama.
"Akhirnya saya menghubungi lima tokoh Melayu Kerajaan Riau Lingga di Kepri, dan menanyakan perihal apakah ada Laksamana Ladi yang dinarasikan BP Batam untuk penamaan jembatan tersebut. Semua tokoh itu juga tidak pernah mendengar nama Laksamana Ladi, tetapi kata-kata Ladi ada, termasuk ada namanya suku ladi, tetapi bukan Laksamana Ladi, apalagi disebut tokoh Melayu Riau Lingga," kata Raja.
Pernyataan LAM Batam
LAM Batam kemudian mengeluarkan pernyataan keras agar BP Batam meninjau ulang penamaan jembatan flyover Laksamana Ladi. "Bahkan tidak telat juga untuk mengubahnya, kita sudah layangkan protes dan minta BP menjelaskan literatur ilmiah penamaan jembatan itu," katanya.
Ditengah protes itu Humas BP Batam bukannya menjawab pertanyaan yang muncul, tetapi terus mengeluarkan narasi baru. Misalnya, soal jembatan aman di lalui dalam siaran pers berjudul "Fly Over Laksamana Ladi Aman Dilalui", diunggah 2 Januari 2025, serta komentar warga yang senang dengan flyover tersebut dalam siaran pers yang berjudul "Warga Sekupang Rasakan Manfaat Flyover Laksamana Ladi Batam" diunggah ditanggal yang sama.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi saat meresmikan jembatan flyover Sungai Ladi, Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 31 Desember 2024. Dok. Humas BP Batam
Perubahan nama jembatan flyover Sungai Ladi
Namun pada akhirnya, pada Kamis 2 Januari 2024 malam sekitar pukul 20.00 WIB, Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyampaikan permintaan maaf terkait nama tersebut. Permintaan maaf disampaikan melalui siaran pers tertulis, berjudul "Muhammad Rudi : Flyover Sungai Ladi Tetap Jadi Identitas Batam".
"Pertama-tama, saya memohon maaf atas apa yang telah terjadi. Saya juga mengucapkan ribuan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat Batam yang telah mendukung pembangunan Flyover Sungai Ladi," ujar Rudi.
Rudi menekankan nama jembatan flyover ini kedepannya akan bernama "Flyover Sungai Ladi" bukan flyover Laksamana Ladi. Keputusan ini, kata Rudi, setelah mempertimbangkan banyak hal. Termasuk masukan dan saran dari para tokoh serta tetua.
Ketum LAM Kepri Kota Batam YM. H. Raja Muhamad Amin meminta semua stakeholder selalu melibatkan LAM dalam menciptakan ikon-ikon baru. Pasalnya Batam berada di tanah Melayu yang disebuntnya merupakan sejarah bangsa yang besar. "LAM Batam berharap kedepan masalah pemberian nama yang menjadi polemik di tengah masyarakat seperti ini tidak terjadi di masa yang akan datang," kata dia.
Peneliti BRIN sekaligus sejarawan Provinsi Kepri Dedi Arman juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, seharusnya setiap penamaan ikon-ikon di daerah harus memiliki sumber. "Misalnya disebut Laksamana Kerajaan Riau Lingga, sumber sejarahnya darimana,?" kata Dedi.
Pilihan editor: Pengamat Pariwisata dan Ombudsman Soroti Izin Bangunan yang Tutupi Ikon "Welcome to Batam"