Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Hai Hai Menara Shanghai

Menara Shanghai mendapat julukan “The Best Tall Building Worldwide”. Bagaimana keindahan “Gedung Termos” di pusat Shanghai itu?

16 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pada 2016, Menara Shanghai dijunjung sebagai gedung pencakar langit tercantik di dunia.

  • Tiongkok memang negeri yang punya ambisi gila dalam membangun gedung pencakar langit.

  • Menara yang menempati posisi gedung tertinggi kedua di dunia ini bisa menampung 16 ribu orang.

PADA suatu ketika arsitek ternama Spanyol, Santiago Calatrava, mengatakan, “Jika ingin menciptakan arsitektur yang menggugah hati terdalam, mulailah semuanya dari omong kosong, bualan, permainan, dan khayalan.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa yang ia tuturkan itu nyata ia wujudkan di kawasan Camino de Las Moreras, Kota Valencia, Spanyol. Di situ, Santiago membangun distrik yang disebut Ciudad de las Artes y las Ciencias pada 1998. Sehampar kota ajaib dan “penuh bualan”, yang menjunjung Santiago diganjar Prince of Asturias Award for The Arts pada 1999.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantaran aneka gedung dibentuk dari semangat permainan, maka yang muncul adalah bangunan yang bersifat khayalan. Karena khayalan itu berpusar pada imajinasi atas kehidupan jagat air, maka yang berdiri di situ adalah aneka bangunan bercitra lintah, ubur-ubur, ikan hiu, kerangka ikan paus, sampai sayap burung pelikan.

Bius “arsitektur omong kosong” Santiago Calatrava ini menjadikan mata selalu nyalang apabila tersesat di banyak kota di dunia. Apakah di sana ada arsitektur yang ganjil dan gila, sehingga menggugah hati sedalam-dalamnya? Kenyataan itu kali ini saya jumpai di Kota Shanghai, yang pada akhir Mei lalu saya kunjungi untuk ke sekian kali.

Shanghai sejak dulu memiliki banyak gedung berarsitektur indah. Misalnya Jin Mao Tower, yang menjulang setinggi 450,2 meter, dengan menaruh 88 lantai di tubuhnya. Gedung yang bentuknya merupakan stilisasi pagoda kuil tua ini—sehingga harus disebut sebagai gedung post-modern—pada 2005 dianggap sebagai gedung terjangkung di Tiongkok berdasarkan ketinggian atap. Selain itu, gedung ini merupakan bangunan tertinggi kelima di dunia berdasarkan ketinggian pinnacle atau puncaknya.

Juga Shanghai World Financial Tower yang bertinggi 492 meter dengan 101 lantai. Gedung ini memiliki bentuk yang sangat ganjil dan futuristik karena menyerupai pangkal jarum jahit, dengan lubang selinapan benang. Ada juga yang mengatakan lebih mirip alat bukaan botol bir, minuman penghangat tubuh yang acap digunakan untuk seremoni dan bersuka-suka.

Dua gedung itu berdiri tegak dengan gaya yang menantang untuk dibicarakan. Namun, memetik dari realitas yang muncul, pada dekade belakangan ini popularitas dua gedung tersebut sedikit menyingkir karena disabot pesona Shanghai Tower yang berdiri di distrik yang sama.

Shanghai Tower atau Menara Shanghai, yang berlokasi di Yincheng Middle Road, Lujiazui, Pudong, Xinqu, memang tampak paling menjulang di antara gedung-gedung lain. Selebihnya ia terlihat paling anggun dan bahkan gemulai, dengan bentuk yang menyuruh kita mengernyitkan dahi. Begitu ajaibnya, sehingga Menara Shanghai layak disebut sebagai patung raksasa yang menghiasi kota.

Puncak Menara Shanghai di Shanghai, Cina. UNSPLASH/ Thana Gu

Hanya Lima Tahun

Tapi bukan hanya keindahan dan keraksasaannya yang menggugah hati. Menara Shanghai—yang memiliki tinggi 632 meter dengan 127 lantai—juga menyimpan seluk-beluk cerita fantastis, dari kala pendirian sampai ketika gedung itu berdiri.

Bayangkan, proyek sangat ambisius ini melakukan peletakan batu pertama pada 29 November 2008. Begitu aba-aba dimulai, ribuan pekerja menggarap semua aspek bangunan itu dengan cepat, siang dan malam, selama 24 jam. Sehingga hanya dalam waktu hampir lima tahun—tepatnya pada Agustus 2013—Menara Shanghai sudah merayakan “tutup atap”!

Bandingkan dengan Indonesia, yang untuk membangun rumah mewah tiga lantai saja memerlukan waktu 2-3 tahun.

Setelah dilakukan pelengkapan seluruh sisi eksterior dan interior, Menara Shanghai dinyatakan selesai keseluruhan pada September 2014. Maka, ketika diresmikan pada Februari 2015, proyek Menara Shanghai dianggap sukses mendemonstrasikan keajaiban.

“Tidak masuk akal, bagaimana bangunan sebesar itu, setinggi itu, serumit itu, dan seindah itu bisa dituntaskan hanya dalam waktu 2.000 hari!” kata banyak pengamat bangunan dan arsitektur. Ketakjuban itu diamini oleh Arthur Gensler (1935-2021), arsitek Amerika yang mendesain Menara Shanghai. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, dengan dada berdegub dan linangan air mata.

Shanghai tahu bahwa Arthur Gensler, yang dipanggil Art oleh para penggemarnya, adalah arsitek artistik yang dikenal di seluruh dunia. Alkisah, sebagai putra penjual bidak-bidak plafon, ia sering mengikuti kerja ayahnya. Rumah-rumah dan gedung bagus pun ia lihat dengan saksama. Maka ia pun ingin jadi arsitek.

Art lantas kuliah di jurusan arsitektur Universitas Cornell, Ithaca, New York. Setelah lulus, atas saran kritikus seni arsitektur Henry Hill, ia bekerja di sebuah biro, yang khusus mengerjakan gedung-gedung estetik di seluruh penjuru dunia. Sampai kemudian ia mendirikan kantor biro sendiri pada 1965. Di sini desain-desain arsitektur yang ganjil dan nyentrik banyak dikerjakan.

Kembali ke menara. Begitu diresmikan, Menara Shanghai langsung membuat takjub. Pada siang hari, si menara berlagak seperti peragawati jangkung dan semohai, sedikit melenggok di catwalk dengan shanghai dress yang ketat dan seksi. Pada malam hari, cahaya lampu membuat bangunan itu memancarkan aura fantastis. Nuansa ilusif transparan berkelindan, sehingga seperti menampakkan daleman pakaian si peragawati yang selalu tersenyum menawan.

“Itu jelas menara post-modern kami. Menara manusia-manusia generasi baru di Shanghai,” kata para intelektual. Mereka tahu bahwa gaya bangunan Menara Shanghai adalah stilisasi dari shikumen—perkawinan gaya arsitektur Tiongkok Selatan dengan gaya arsitektur Barat. Sejarah menulis, Shanghai lama dikuasai Inggris.

Adapun masyarakat tradisional Shanghai menyebut bangunan itu sebagai Menara Termos atau Reshuiping Ta. Pasalnya, bentuk gedung ini unik: seperti tabung yang memiliki dua lapis dinding, bagaikan struktur elemen dinding termos (atau tumbler), yang setiap hari mereka tenteng ke mana-mana. Dinding yang dibalut kaca perunggu itu tidak dibiarkan masif karena bagian luarnya dipelintir, sehingga mirip kulit pohon yang agak terkelupas. (Baca: Ada Apa dengan Termos?)

Ketika cahaya matahari menerpa dan lampu-lampu mengajaknya bicara, dinding bagian dalam gedung itu samar-samar terlihat. Lalu Menara Shanghai pun boleh menyombong: akulah termos yang selalu cantik di pagi hari, tampak anggun di siang hari, romantis di sore hari, dan spektakuler di malam hari.

Gedung ini memang karismatik sekaligus molek. Lantaran sangat tinggi, pada waktu-waktu tertentu kabut tebal melintasi tubuhnya dan menutup penglihatan manusia di bumi. Dan pemandangan menjadi puitis serta mendebarkan ketika tertatap pada malam hari. Cahaya lampu yang membalut gedung lamat-lamat terlihat di balik salutan kabut. Sementara itu, puncak gedung yang bermahkotakan lampu nama perusahaan (kini: JP Morgan), yang kadang tidak tertutup kabut, hadir bagai benda bercahaya yang mengambang di langit. Aaah, gila.

Pesona itu membius ke mana-mana. Sehingga pada 2016, Menara Shanghai dijunjung sebagai gedung pencakar langit tercantik di dunia oleh The Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CBTUH), lembaga penilai arsitektur yang berkedudukan di Chicago, Amerika Serikat. Menara Shanghai pun mendapat julukan “The Best Tall Building Worldwide”.

Dalam ketinggian, Menara Shanghai sekarang menempati posisi kedua di muka bumi. Di bawah Burj Khalifa, Dubai, yang punya 163 lantai dengan ketinggian 828 meter. Di atas Makkah Royal Clock Tower, Arab Saudi, yang memiliki tinggi 601 meter dengan 120 lantai. Pembangunan Menara Shanghai didanai pemerintah kota dengan ditunjang pinjaman bank serta andil para pemegang saham. Biaya pembangunan gedung ini sekitar US$ 2,4 miliar atau sekitar Rp 31 triliun.

Menara Shanghai akhirnya “mengangkangi” gedung-gedung tinggi legendaris seperti Jin Mao Tower dan Shanghai World Financial Center Tower. Meski demikian, dalam penglihatan jarak jauh, ketiga gedung yang berdiri itu terlihat saling melengkapi.

 

Menara Shanghai (kanan) terlihat bersama Shanghai World Financial Tower, Jin Mao Tower, Oriental Pearl Tower di Shanghai, Cina. Pexels/ Wangming

Negeri Seni Pencakar Langit

Tiongkok memang negeri yang punya ambisi gila dalam membangun gedung pencakar langit. Dari daftar 10 gedung tertinggi di dunia, lima buah dipegang oleh Tiongkok. Mari kita catat gedung-gedung jangkung itu.

Ping An Finance Center, Shenzhen, bertinggi 599,1 meter dengan 115 lantai, menduduki posisi keempat di dunia. Guangzhou CTF Finance Center, Guangzhou, bertinggi 530 meter dengan 111 lantai, menduduki posisi ketujuh. Tianjin CTF Finance Center, bertinggi 530 meter dengan 97 lantai, menduduki posisi kedelapan. Lalu CITIC Tower di Beijing, yang bertinggi 527,7 meter dengan 109 lantai, menduduki posisi tertinggi kesembilan pada 2024.

Menara Shanghai tentu saja tidak hanya ingin aksi di luar. Sebab, di bagian dalam bangunan itu ternyata juga dikonsep menjadi distrik atau “daerah” pusat bisnis. Berbagai kantor dagang, hotel, restoran, kafe, arena rekreasi, dan mal ada di dalam “termos” ini. Termasuk Museum Sejarah Shanghai dalam versi yang berbeda dengan yang ada di Oriental Pearl Tower. Di lantai 37, pada ketinggian 263 meter, ada area pandang lanskap untuk menatap sekujur Kota Shanghai yang memiliki luas 6.340 kilometer persegi itu. Tentu dalam pandangan 360 derajat.

Banyak pemerhati arsitektur mengucapkan bahwa Menara Shanghai, yang artistik pada semua sisi, bisa memaksimalkan fungsi setiap bagiannya untuk memfasilitasi kegiatan manusia. Itu sebabnya gedung ini bisa menampung 16 ribu orang. Hampir semua orang menganggap bahwa Menara Shanghai telah menyampaikan keajaiban teknologi. Di antaranya adalah lift cepat yang memiliki daya luncur 73,1 km per jam. Artinya, dalam satu detik, penumpang lift sudah diantar ke ketinggian (atau kerendahan) 21 meter. Sehingga “bilik naik-turun” rancangan Mitsubishi ini dalam waktu 28 detik bisa mencapai dek terpuncak gedung itu, yang berada 561 meter di atas permukaan bumi.

Reputasi ini memposisikan lift “whoosh” Menara Shanghai sebagai yang tercepat di dunia. Di bawahnya adalah lift CTF Tower, Guangzhou, yang berkecepatan 19,5 meter per detik. Yokohama Landmark Tower, Jepang, dengan kecepatan 12,5 meter per detik. Burj Khalifa, Dubai, dengan kecepatan lift 10 meter per detik.

Yang sangat menarik, pengunjung yang telanjur terkagum-kagum tidak dibiarkan nihil pengetahuan mengenai gedung itu. Sebab, di suatu ruangan, pengunjung disuguhi pertunjukan interaktif dalam teknologi multimedia. Di situ dijelaskan secara estetik alasan mengapa menara dibangun dengan desain yang memutar atau memelintir. Pada bagian yang elementer, penonton akan diberi pengetahuan bagaimana membuat struktur gedung pencakar langit. Pertunjukan itu menyadarkan bahwa betapa sesungguhnya semua orang bisa membangun itu, sebagaimana (begitu mudah) Arthur Gensler menggubah Menara Shanghai.

Di Shanghai, setiap malam ada wisata cruise Sungai Huangpu, yang tiketnya selalu saja diserbu ribuan turis asing dan domestik. Dari cruise itu, khalayak bisa menyaksikan peragaan lampu dari beratus-ratus bangunan besar, baik yang berdiri di kawasan Shanghai Lama maupun (terutama) di Shanghai Baru.

Pada malam hari itu, Menara Shanghai, yang terposisi di Shanghai Baru, terlihat seperti selalu menatap cruise berkeliaran di sungai, dengan senyuman anggun dan lambaian tangan. Disapanya ribuan penumpang cruise yang matanya tak henti menyaksikan dirinya. Sosok cantik Menara Shanghai yang dominan itu seperti berkata, mengutip kalimat Lao Tsu, filsuf Tiongkok 571 SM: “Pandanglah aku dalam hening. Karena dalam diam, engkau akan melihat banyak hal, sehingga engkau tahu berganda ihwal. Dan jika engkau bisa mengambil dengan sebaik-baiknya, pasti engkau bisa menaruh dengan setepat-tepatnya.”

Saya pun memotret gedung khayali itu dengan mulut membisu. Dan rekaman foto yang berusaha saya ambil sebagus-bagusnya, saya taruh di depan tatapan orang-orang yang ingin melihatnya. ***

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Rubrik Perjalanan terbit setiap dua pekan. Kirim tulisan perjalanan Anda tiga bulan terakhir ke surat-e [email protected] dan cc ke [email protected]. Tulisan memakai teknik bertutur yang mengeksplorasi pengalaman personal dilengkapi data pendukung dan foto. Artikel setidaknya terbagi dua: satu tulisan utama dengan panjang maksimal 13.000 karakter dengan spasi dan satu tulisan pendukung maksimal 2.000 karakter dengan spasi. Jika masih ada tema unik terkait perjalanan bisa juga dipisah menjadi tulisan ketiga sepanjang maksimal 5.000 karakter dengan spasi. Lampirkan foto penulis, alamat, dan kontak.

Agus Dermawan T

Agus Dermawan T

Pengamat seni

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus