Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tumpak Sewu menyuguhkan panorama air terjun yang megah dan spektakuler.
Kawasan wisata itu juga menyimpan pesona alam lain yang tak kalah menakjubkan.
Butuh stamina prima untuk menjelajahi seluruh kawasan wisata Tumpak Sewu.
SETELAH menempuh perjalanan dengan mobil sewaan sekitar 2,5 jam dari Kota Malang, Jawa Timur, akhirnya saya sampai di Tumpak Sewu. Saya tiba di kawasan wisata alam di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tersebut pada Sabtu pagi, 12 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pagi itu cuaca cukup cerah. Udara segar dan sejuk khas daerah pegunungan menerpa. Sisa embun masih membasahi dedaunan dan pepohonan di kawasan wisata alam yang berada di kaki Gunung Semeru tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Frederick, pengemudi mobil sewaan yang mengantar saya, kemudian memarkirkan kendaraannya. Biaya parkirnya Rp 10 ribu. Pagi itu suasana tempat parkir masih sepi. Hanya ada beberapa mobil terparkir. Beberapa turis asal Cina sedang antre toilet yang berjajar rapi dan bersih di dekat tempat parkir.
Sebelum berjalan kaki menuju gerbang masuk Tumpak Sewu, kami menemui Riko, pemandu yang sudah menunggu di tempat parkir. Pemandu 20 tahun itulah yang akan mengantar saya menjelajahi kawasan wisata Tumpak Sewu.
Gerbang besar bertulisan “Panorama Air Terjun Tumpak Sewu” menyambut kami. Setelah membayar tiket Rp 10 ribu per orang di loket, saya dan Riko memulai penjelajahan.
Bertandang ke Tumpak Sewu adalah perjumpaan dengan serangkaian pesona alam yang menakjubkan. Daya tarik utama yang menjadi magnet para wisatawan domestik dan mancanegara berbondong-bondong datang ke obyek wisata tersebut adalah air terjunnya yang megah dan alami.
Air terjun Tumpak Sewu memiliki aliran menyerupai tirai raksasa. Nama asli obyek wisata alam ini adalah Tumpak Sewu Semeru. Dalam bahasa Jawa, “tumpak” bisa diartikan tumpukan dan “sewu” berarti seribu. Tumpak Sewu merupakan sebutan tumpukan seribu air terjun. Ini untuk menggambarkan saking banyaknya air terjun di kawasan itu.
Pemandangan air terjun Tumpak Sewu di Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, 12 Oktober 2024. Dok.Handewi Pramesti
Adapun Semeru merujuk pada Gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa, yang menjadi hulu Sungai Glidih. Aliran sungai tersebut membentuk air terjun raksasa Tumpak Sewu yang sangat mempesona.
Air terjun Tumpak Sewu terletak di sebuah lembah yang curam. Untuk mencapainya, saya dan Riko berjalan melewati jalur yang sudah dibeton dan disemen dengan rapi. Di beberapa titik, jalurnya menurun cukup terjal. Sepanjang jalur yang turun itu dipasangi pagar pengaman untuk berpegangan.
Riko mengajak saya ke lokasi titik pandang kawasan panorama air terjun Tumpak Sewu. Berjarak sekitar 400 meter dari loket pintu masuk, tempat menyaksikan Tumpak Sewu dari atas itu terdiri atas dua tingkat.
Dari titik pandang itu, suara gemuruh air terjun terdengar menderu-deru. Nun di kejauhan, Tumpak Sewu tampak bagai tirai air yang lebar dan tumpah ke bawah dengan deras. Sungguh menakjubkan, saya membatin.
Setelah saya puas berfoto, Riko mengajak saya turun ke bagian bawah air terjun yang berjarak sekitar 600 meter. Kami akan melihat air terjun Tumpak Sewu dari bawah.
Untuk menuju ke bawah air terjun, pengunjung disarankan memakai sepatu trekking yang nyaman agar tak terpeleset. Pengelola wisata menyediakan tempat penyewaan sepatu dengan harga Rp 20 ribu.
Perjalanan menuju ke bawah sangat menantang. Setelah melewati jalur beton dan semen, kami menuruni anak tangga yang curam dengan sudut kemiringan sekitar 45 derajat. Tangga yang dibangun atas swadaya masyarakat setempat itu selalu ditingkatkan standar kualitasnya dari waktu ke waktu untuk menjaga keamanan para pengunjung.
Saya menuruni anak tangga satu per satu sambil berpegangan pada railing atau pagar pengaman. Kali ini saya tidak berani mengambil gambar dan menyerahkan tugas itu kepada Riko yang dengan sigap mengambil foto serta video saya dari berbagai sudut.
Menurut Riko, tahun lalu tangga yang layak itu belum terpasang sehingga mau tidak mau pengunjung harus turun dengan menginjak batu-batuan licin dan curam yang dialiri air yang deras dengan berpegangan pada tali. Baru tahun ini tangga beton itu dipasang untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Pemandangan air terjun Telaga Biru di kawasan Tumpak Sewu, Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, 12 Oktober 2024. Dok.Handewi Pramesti
Setelah berjalan selama sekitar 20 menit, kami tiba di Sungai Glidih yang berhulu di Gunung Semeru. Riko menjelaskan, jika Semeru erupsi, lahar akan mengalir ke sungai tersebut dan Tumpak Sewu akan ditutup sementara. Para pengunjung hanya bisa menikmati panorama air terjun dari titik pandang.
Di tepi Sungai Glidih terdapat warung yang menjual mi instan, penganan, kopi, minuman botol, dan air mineral. Para pengunjung bisa membeli di sini jika kehabisan bekal makanan dan minuman.
Kami menyusuri sungai dan menyeberangi jembatan kecil untuk menemui petugas di loket penjualan tiket. Untuk memasuki kawasan bagian bawah air terjun Tumpak Sewu, pengunjung dikenai biaya lagi Rp 20 ribu per orang.
Kami kembali menelusuri sungai di bawah bukit. Ketika berbelok, saya langsung tercekat dan berdiri mematung. Saya terkesima oleh kemegahan air terjun Tumpak Sewu yang dilihat dari bawah. Dengan tinggi sekitar 120 meter dan lebar 500 meter, air terjun itu tampak begitu spektakuler.
Tentu saja saya tak menyia-nyiakan panorama nan mempesona itu. Saya pun segera mengabadikannya. Di beberapa bagian terdapat air terjun yang kecil-kecil. Alirannya cukup deras. Saya duduk di tengah derasnya air sembari bersandar pada batu, tanpa peduli pakaian basah kuyup. Airnya begitu jernih dan segar.
Bagian bawah Tumpak Sewu itu sangat luas. Terdapat beberapa spot yang sangat menarik untuk berfoto dan layak masuk media sosial. Saya menghabiskan waktu lebih dari setengah jam untuk menikmati pemandangan yang menakjubkan tersebut sepuasnya.
Saat itu para pengunjung mulai ramai berdatangan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Salah satunya Diva, seorang mahasiswa dari Bondowoso, Jawa Timur. Dia mengaku mendapat rekomendasi dari teman-temannya untuk berkunjung ke Tumpak Sewu.
“Kata teman-temanku enak buat healing, cari udara segar, dan refreshing dari kampus,” kata Diva. “Harganya pun sepadan dengan apa yang kita dapatkan di sini.”
Pemandangan Goa Tetes di kawasan Tumpak Sewu, Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, 12 Oktober 2024. Dok.Handewi Pramesti
Pouline, turis asal Paris, juga sangat kagum pada panorama alam Tumpak Sewu. Dia mengatakan mendapat informasi mengenai kawasan wisata alam itu dari Internet dan beberapa temannya yang pernah berkunjung ke sana.
“Pemandangannya luar biasa, baik air terjun maupun volkanonya,” ujar Pouline, yang sedang berwisata ke Indonesia selama satu bulan.
Dari bawah air terjun Tumpak Sewu, kami kembali menyusuri pinggir Sungai Glidih. Kami akan melanjutkan perjalanan menuju Telaga Biru yang berjarak sekitar 200 meter dari Tumpak Sewu.
Di Telaga Biru juga terdapat air terjun setinggi sekitar 30 meter yang jatuh ke sebuah kolam. Jika diterpa sinar matahari, air terjun tersebut akan berwarna kebiruan. Karena itulah ia disebut Telaga Biru.
Pengunjung bisa berenang di sini dan berdiri di bawah air terjun untuk berpose. Karena tidak bisa berenang, saya hanya berendam. Secara santun dan sabar, para pengunjung bergantian berpose di bawah derasnya air terjun.
Setelah puas bermain air di Telaga Biru, Riko mengajak saya melihat Gua Tetes. Dari Telaga Biru, gua itu bisa ditempuh sekitar 25 menit dengan jalur mendaki.
Perjalanan menuju Gua Tetes boleh dibilang menantang karena jalurnya menanjak cukup ekstrem dan membutuhkan stamina ekstra. Anak tangga naik juga sangat curam seperti tangga tukang, jadi harus benar-benar berhati-hati.
Di satu titik, anak tangganya berganti dengan tangga batu alami yang dialiri air deras. Saya pun ekstra hati-hati berjalan mengarungi “tangga” alami itu. Untungnya, sepanjang jalur dipasang pagar pengaman, sehingga, jika kehilangan keseimbangan, bisa berpegangan pada pagar itu.
Karena jalur ke Gua Tetes cukup ekstrem, rata-rata pengunjung hanya sampai ke Telaga Biru. Namun, jika kita menyukai tantangan dan ingin menikmati jalur terjal serta berair, jalur menuju Gua Tetes itu layak dicoba.
Setelah lebih dari 20 menit berjalan di atas beberapa sungai, akhirnya kami tiba di Gua Tetes. Gua stalaktit itu terdiri atas tiga gua yang sama-sama diterpa air terjun. Tidak mungkin kita masuk ke dalam gua tanpa kebasahan. Kita bisa masuk ke salah satu gua dan berenang di dalamnya dengan airnya yang sangat dingin karena lembap.
Setelah puas menikmati Gua Tetes, kami berjalan turun kembali ke aliran sungai dengan rute yang terjal. Dengan ekstra hati-hati agar tidak terpeleset, saya pun melangkah pelan-pelan.
Gua Tetes menjadi spot terakhir yang saya jelajahi di kawasan wisata alam Tumpak Sewu. Untuk kembali ke tempat parkir, perjalanannya tak mudah karena harus melewati ratusan anak tangga yang terjal.
Karena cukup menguras stamina, sesekali saya beristirahat sebentar di warung yang berada di jalur yang kami lewati. Sebelum sampai di tempat parkir, kami melewati deretan warung yang menjual makanan dan minuman. Saya pun langsung mampir ke salah satu warung yang menjual es kelapa. Rasanya begitu segar di tenggorokan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo