Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebuah foto tentang keindahan Candi Prambanan menjadi polemik yang melibatkan antara fotografer pemilik foto itu dengan pihak lain yang menggunakannya sebagai konten promosi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik ini bermula dari Bambang Wirawan atau akrab disapa Mantra pada akhir 2024 lalu, tiba-tiba menemukan foto karyanya tentang Candi Prambanan berjudul Morning at Prambanan, tiba-tiba sudah nampang di laman resmi Hotel Tentrem Yogyakarta sejak tahun 2017.
Unggahan di Instagram
Foto Candi Prambanan itu, pada 2016 silam sudah diunggah Bambang di akun instragram pribadinya. Bambang pun lantas melaporkan dugaan penggunaan karya secara sepihak untuk konten promosi ini ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 3 Desember 2024 silam dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/846/XII/2024/SPKT/POLDA DI Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karya itu hanya saya unggah di akun instagram, saya tidak menjual karya tersebut, hanya declare (unggah) di instagram, saya tidak tahu dari mana mereka (Hotel Tentrem) mengambilnya," kata Bambang di sela konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis 30 Januari 205.
Sebelum melaporkan ke polisi pada Desember 2024 lalu, pihak Bambang telah melakukan sejumlah proses kepada pihak Hotel Tentrem. Pertama, ia meminta karya fotonya yang di website itu di take down alias diturunkan. Kedua, ia meminta pihak hotel melakukan permohonan maaf kepada pemilik karya. Ketiga, menuntut pihak hotel membayar kerugian sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Namun, dari tiga tuntutan itu, pihak hotel hanya memenuhi tuntutan pertama yakni menurunkan karya foto itu tanpa komunikasi lebih lanjut kepada Bambang. Atas dasar itu, Bambang melalui kuasa hukumnya, LBH Yogyakarta membawa kasus ini ke ranah hukum untuk meminta keadilan.
Pihak hotel kooperatif
Adapun pihak Hotel Tentrem yang diwakili Public Relations Manager Hotel Tentrem Yogyakarta Venta Pramushanti menuturkan selama ini website hotel itu ditangani pihak ketiga yang ditunjuk sebagai rekanan untuk mengelola website itu sejak tahun 2017 silam.
"Foto (milik Bambang) tersebut memang pernah diunggah oleh pengelola website hotel rekanan kami, sekitar akhir 2017 atau 2018 awal, bukan diunggah oleh pihak hotel,” kata dia.
Pihak rekanan pengelola website itu, kata Venta, juga telah membenarkan memang pernah menggunakan foto yang diambil dari internet itu. Namun bukan sebagai foto komersial melainkan sebagai penunjang deskripsi destinasi Candi Prambanan. "Jadi foto itu dipakai sebagai pelengkap informasi destinasi Candi Prambanan," ujarnya.
Dengan polemik yang berjalan dan laporan atas kasus itu ke kepolisian, Venta mengatakan pihak hotel tetap bersikap kooperatif dengan melakukan mediasi hingga mengikuti proses hukum yang berjalan.
Minimnya kesadaran terhadap karya seni fotografi
Adapun Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Kemenkumham) DIY Vanny Aldilla menuturkan hak cipta dari karya fotografi milik Bambang Irawan sudah mendapat perlindungan hukum. “Karya itu sudah didaftarkan dan tercatat dalam daftar Kemenkumham DIY,” kata dia.
Dhanil Alghifary selaku Kepala Divisi Eksternal LBH Yogyakarta menuturkan, kasus ini merupakan fenomena gunung es. Menurutnya, banyak kasus serupa yang terjadi dan dialami oleh seniman namun tidak terungkap karena minimnya kesadaran pelaku ekonomi dalam menghargai sebuah karya seni. Padahal hal ini melanggar hak ekonomi dan hak moral pencipta karya. “Sehingga, LBH Yogyakarta membuka kanal aduan bagi para seniman yang merasa haknya dilanggar,” kata dia.
LBH dalam kajiannya menyebut, penggunaan karya fotografi tanpa izin di website resmi milik hotel merupakan tindakan yang masuk ke dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Pada pokoknya pasal a quo menjelaskan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Selain itu, pada ayat selanjutnya, terdapat larangan untuk melakukan penggandaan atau penggunaan secara komersial suatu ciptaan.
Akademisi dan praktisi seni fotografi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. I Gede Arya Sucitra yang hadir dalam konferensi pers itu menuturkan kesadaran penghargaan terhadap seni fotografi di Indonesia masih rendah. “Masih banyak pihak yang mengambil gambar sembarangan di internet untuk tujuan komersil tanpa izin, seperti yang terjadi dalam kasus ini,” kata Arya.
Pilihan editor: