Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, hari ini berusia 97 tahun. Netizen ramai-ramai membanjiri lini masa Twitter untuk mengenang kebesaran dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada sastrawan yang sudah berpulang pada 30 April 2006 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soe Ten Marching, penulis, feminis, sekaligus doses di SOAS University of London menuliskan cuitannya mengenang hari lahir pengarang novel tetralogi Bumi Manusia ini. "Hari ini, 97 tahun yang lalu, penulis Indonesia yang luar biasa, lahir. Penulis ini dipenjara oleh Soeharto selama 13 tahun & disiksa dengan keji. Pramoedya Ananta Toer. Begitu besar jasa Soeharto dalam menghancurkan hidup seniman-seniman cerdas dan berbakat," cuitnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penulis dan aktivis HAM, Andreas Harsono menuliskan cuitannya dalam Bahasa Inggris. "Mengenang Pramoedya Ananta Toer, novelis Indonesia yang lahir di Blora hari ini tahun 1925. Saya menulis obituari pada Mei 2006 setelah mewawancarainya sebulan sebelumnya," tulisnya.
Banyak netizen yang menukilkan kalimat-kalimat di karya-karyanya. "Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barang siapa hanya memandang keceriaannya saja, dia orang gila. Barang siapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit. (Anak Semua Bangsa, Pramoedya Ananta Toer)," cuit @Dunia***.
Pramoedya Ananta Toer. Wikipedia/Lontar Foundation
"Jangan jadi pegawai negeri, jadilah majikan atas dirimu sendiri. Jangan makan keringat orang lain, makanlah keringatmu sendiri. Dan itu dibuktikan dengan kerja," cuit @warungsastra menukil pernyataan Pramoedya dalam buku Catatan dari Balik Penjara.
Meski dilarang menulis pada masa penahanannya di Pulau Buru selama 10 tahun sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan dan empat tahun sebelumnya di Nusakambangan dan Magelang, ia masih bisa menyusun karya fenomenalnya. Tetralogi Bumi Manusia, yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca diterbitkan setelah keluar dari Pulau Buru tapi disusun sejak menjadi tahanan di sana.
Pada masa Orde Baru, mendapatkan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer harus diperoleh dengan cara bergerilya. Era Soeharto melarang penerbitan buku-bukunya. Pada 1995, ia menerima penghargaan Ramon Magsaysay Award yang memicu protes 26 tokoh sastra Indonesia seperti Mochtar Lubis, W.S. Rendra, dan Taufiq Ismail.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.