Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Destinasi wisata religi di wilayah Kabupaten Demak, termasuk komplek makam Sultan Demak Bintoro Raden Fatah, Sunan Kalijaga di Kadilangu, alun-alun, dan pelataran Masjid Agung Demak, terkena dampak banjir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Takmir Masjid Agung Demak, KH Abdullah Syifa, menyatakan bahwa genangan air dari Sungai Kalijajar yang meluap mengganggu kegiatan ziarah masyarakat. Namun, dengan bantuan tiga mesin sedot air, genangan air di komplek Masjid Agung Demak dan makam Raden Patah berhasil diatasi, memungkinkan warga untuk melanjutkan aktivitas ibadah dan ziarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari jateng.nu.or.id, Kiai Syifa menegaskan bahwa kegiatan rutin seperti pesantren lansia, tadarus, ngaji kitab kuning, dan lainnya tetap berjalan sesuai rencana selama bulan Ramadan. Selain itu, warga dari luar daerah juga menghubungi kantor Takmir untuk mengetahui kondisi masjid dan makam Raden Patah setelah banjir melanda Demak beberapa waktu lalu. Lantas, Bagaimana dengan profil Masjid Demak?
Profil Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak, sebuah bangunan kuno, didirikan oleh Raden Patah dari Kerajaan Demak dengan bantuan para Walisongo pada abad ke-15 Masehi. Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, berada di alun-alun dan pusat keramaian Demak, sehingga mudah ditemukan.
Dikisahkan bahwa masjid ini merupakan tempat berkumpulnya para Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa, yang menjadi dasar Demak disebut sebagai kota wali. Raden Patah dan para Walisongo membentuk masjid ini dengan menggambarkan bulus sebagai candra sengkala yang berarti Sirno Ilang kerthaning bumi.
Filosofisnya, bulus mewakili tahun pembangunan Masjid Agung Demak pada 1401 Saka, dengan kepala bulus melambangkan angka 1, empat kaki bulus melambangkan angka 4, badan bulus melambangkan angka 0, dan ekor bulus melambangkan angka 1. Bulus menjadi simbol masjid ini, terbukti dari ornamen bergambar bulus di dinding masjid.
Secara arsitektural, Masjid Agung Demak mencerminkan arsitektur tradisional Indonesia yang khas dan penuh makna. Meskipun sederhana, tetapi terasa megah, anggun, indah, dan penuh karisma. Atapnya berbentuk limas tiga lapis, mewakili akidah Islam: Iman, Islam, dan Ihsan. Empat tiang utama di dalam masjid, yang disebut Saka Tatal/Saka Guru, dibuat oleh Walisongo masing-masing oleh Sunan Bonang di barat laut, Sunan Gunung Jati di barat daya, Sunan Apel di tenggara, dan Sunan Kalijaga di timur laut.
Kini, Masjid Agung Demak, yang telah berusia 542 tahun, kokoh berdiri di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kepala bulus melambangkan angka 1, empat kaki bulus melambangkan angka 4, badan bulus yang bulat melambangkan angka 0, dan ekor bulus melambangkan angka 1, secara filosofis mewakili tahun pendirian masjid. Ornamen bulus juga terdapat di dinding masjid.
Tujuan pendirian Masjid Agung Demak oleh Raden Patah adalah agar seluruh penduduk Jawa dapat memeluk agama Islam. Desain bangunan masjid ini kental dengan ornamen budaya Jawa, dengan interiornya menggunakan material kayu yang dihiasi ukiran kayu yang artistik. Di sekitar masjid ini terdapat museum yang menyimpan sejarah Masjid Demak, serta beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | ASMA AMIRAH
Pilihan Editor: Banjir Meluas Merendam Makam Kesultanan Demak