Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian masyarakat Tiongkok menyebut Menara Shanghai sebagai “Menara Termos”. Namun, dalam pandangan mata internasional, gedung itu lebih mirip gadis Shanghai yang sedang meliuk di catwalk dengan busana khasnya. Atau mirip kulit kayu yang mengelupas dari batangnya. Mengapa termos? Mengapa orang-orang Tiongkok terpersepsi dan lantas teringat termos? Ada ceritanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada suatu musim panas, saya bertamasya ke Yuntai Shan, sebuah gunung di Provinsi Henan. Setiap lekuk gunung itu dipenuhi orang, yang ternyata datang dari berbagai kota. Yang menarik, hampir semua orang di situ membawa termos. Ada yang mengantongi termos kecil. Tapi sebagian besar dari mereka menenteng termos besar, yang tingginya bisa 40 cm. Termos-termos itu ternyata berisi air panas. Apabila haus, mereka bergeser ke pinggiran. Lalu membuka termos dan menuangkan air panas itu ke dalam tutup termos yang berfungsi sebagai cangkir. Haiya, keberadaan termos telah menjadikan mereka biasa minum air panas di bawah sinar terik matahari yang membara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, pada zaman silam, orang-orang Tiongkok sangat suka mengkonsumsi air dingin. Bahkan, pada era Dinasti Song (960-1279), orang-orang Tiongkok sudah meminum es teh, dalam suhu menggigil. Pilihan ini konon diberangkatkan dari prinsip pengobatan Tiongkok yang mengacu pada upaya mencari asupan (makanan) dingin, seperti kacang hijau, cincau, lobak, dan semangka.
Tradisi minum dingin itu terus berjalan memasuki abad-abad baru, yang membawa air tidak lagi sesteril dan semurni dulu. Pada akhir abad ke-19 lantas muncul kejadian. Syahdan, orang-orang asing pemegang konsesi di berbagai kota di Tiongkok banyak yang meninggal karena tifoid, demam yang disebabkan penyebaran bakteri. Kemudian demam ini menulari masyarakat Tiongkok, lalu berkembang menjadi penyakit tifus. Setelah diselidiki, penyebabnya adalah air dingin yang selalu dikonsumsi dan terkontaminasi. Lalu tradisi minum air dingin pun pelan-pelan dikoreksi. Meski demikian, kebiasaan minum air dingin masih tak henti berlangsung.
Melihat kebiasaan itu tidak juga berakhir, pada 1934 penguasa berbagai kota di Tiongkok mengeluarkan aturan agar masyarakat selalu meminum air matang. Air harus dimasak mendidih untuk diminum dalam kadar hangat. Namun kehangatan air itu dianggap tidak cukup untuk menjaga kesehatan. Maka, pada 1950, pemerintah pimpinan Mao Tse Tung mengeluarkan perintah keras agar semua orang Tiongkok mengkonsumsi air panas. Bahkan seruan itu disiarkan lewat propaganda resmi kesehatan negara dan dijadikan slogan politik. Lalu muncullah ribuan poster yang berteks: “Jiankang jichu re shui. Re shuiyuan qiangjing!” (Air panas pangkal sehat. Air panas sumber kuat!).
Menara Shanghai (kanan), Shanghai World Financial Tower, dan Jin Mao Tower di Shanghai, Cina. Unsplash
Lalu negara dan lembaga swasta membangun “pabrik” air panas. Dan mulailah air panas menjadi bagian dari kehidupan rakyat Tiongkok. Bersamaan dengan itu, muncullah termos, tabung penyimpan air panas dalam waktu lama, yang bisa ditaruh di rumah atau dibawa ke mana-mana. Metode sterilisasi sederhana ini konon terbukti telah menyelamatkan rakyat Tiongkok dari berbagai wabah besar.
Air panas dan termos pun ada di semua penjuru. Meski itu tak cukup. Pada 1959, keluar ketentuan baru: seluruh pengelola taman kanak-kanak diinstruksikan untuk memberi para muridnya air panas tiga kali sehari. Alasannya, air panas paling sanggup membunuh kuman. Air panas dapat menjaga kesehatan usus. Air panas bisa membantai mikroorganisme bakteri di dalam air. Air panas dapat menjaga kesehatan lambung dan menangkal munculnya penyakit gastrointestinal. Bersamaan dengan itu, negara membagikan termos di semua sekolah. Sampai akhirnya, sekarang, termos diproduksi di mana-mana. Dan dipakai oleh warga Tiongkok di segala pelosok. Tiongkok pun selayak Negeri Termos. Menara Shanghai pun diam-diam dianggap sebagai lambangnya.
O ya, sebelum lupa. Untuk naik cruise selama 45 menit di Sungai Huangpu, wisatawan harus membeli tiket seharga 100 yuan atau sekitar Rp 220 ribu. Huangpu River Night Cruise ini beroperasi pada pukul 18.30 sampai 20.30 waktu Tiongkok. Sedangkan harga tiket masuk Menara Shanghai 175 yuan atau sekitar Rp 385 ribu. Dibuka dari pagi sampai malam. Catatan: harga bisa berubah selaras musim.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo