Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dikaruniai dengan bahasa daerah yang beragam. Masing-masing bahasa memiliki keunikan dan ragam kata yang menarik. Salah satunya adalah bahasa Sunda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain memiliki ungkapan dengan muatan kearifan lokal, bahasa Sunda juga memiliki beragam kosakata yang unik. Bahasa daerah yang penggunanya tersebar di Jawa Barat dan Banten ini, memiliki perbendaharaan kata yang sangat bervariasi.
Salah satu contohnya adalah kata “jatuh”. Kata tersebut dalam bahasa Sunda memiliki banyak istilah lain untuk mengungkapkannya.
Untuk menyebut jatuh dari ketinggian, bahasa Sunda yang umum dipakai ialah ragrag dan murag. Kata ragrag digunakan untuk makhluk hidup dan murag digunakan untuk benda mati.
Selain itu, masih ada banyak lagi kosakata untuk menyebutkan variasi jatuh yang makna dasarnya kurang lebih sama, yakni terjatuh. Di antaranya ada kata labuh dan geubis. Labuh termasuk kategori loma atau akrab, sedangkan geubis kesannya lebih lemes atau halus.
Adapun variasi lainnya adalah sebagai berikut:
Untuk menyatakan seseorang yang jatuh ke depan, bahasa Sunda menggunakan istilah tikusruk. Namun, jika jatuh ke belakang akan disebut tijengkang.
Bila jatuh terlempar disebut tijungkel. Jika jatuh karena tersandung, kata yang digunakan adalah tikosewad. Namun bila jatuh sambil meluncur, maka disebut tigolosor atau ngagolosor.
Lalu, jika jatuh masuk dalam lubang kata yang tepat adalah tigebrus, tetapi bila terpeleset itu tiseureuleu.
Melansir dari akun instagram @pemkotbogor, selain kata-kata di atas, tercatat pula sejumlah kosakata lain yang memiliki arti terjatuh, yakni tigedebru, tigubrag, tigedebut, tigejebur, tigujubar, tigorobas, tigorolong, tigulitik, tigurawil, tigolepak, tijalikeuh, tijengkang, tijongjolong, tijungkel, tinjungkir, tijurahroh, tikokojot, tikucuprak, tikudawet, tikunclung, tiporos, tiseureuleu, titiliktikan, titotolonjong, dan tisorodot.
Banyaknya istilah ini terkadang cukup membingungkan. Pasalnya, kosakata itu nantinya bakal membentuk kalimat seperti yang ingin diucapkan. Jangankan orang luar Sunda, sepertinya orang Sunda sendiri pun belum tentu paham semuanya.
M. RIZQI AKBAR
Baca juga: