Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bintan - Di ujung kampung Tanjungberakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau terdapat tungku arang bakau terbesar. Kawasan tungku ini hendak dijadikan destinasi wisata, tetapi sekarang kondisinya tidak terawat dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tungku arang bakau biasa digunakan warga untuk membakar kayu bakau (mangrove) agar menjadi arang. Arang kemudian dijual di dalam negeri atau diekspor ke luar negeri. Beberapa tahun belakangan pembuatan arang bakau dilarang pemerintah. Alhasil, tungku sebagai tempat membakar kayu bakau itupun kini tinggal kenangan.
Ciri Tungku Arang Bakau Tanjungberakit
Salah satu peninggalan tungku arang bakau yaitu di Desa Panglong, Tanjungberakit, Bintan. Di kawasan ini setidaknya terdapat empat titik tungku arang bakau berukuran besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasinya tepat berada di permukiman warga pesisir suku laut di Panglong. Keberadaan tungku arang bakau Tanjungberakit ini bisa dilihat di Googlemap. Sekilas tungku arang bakau ini seperti rumah suku Eskimo di Kutub Utara atau disebut Iglo. Tungku ini berbentuk setengah lingkaran yang dibangun dengan bata merah. Di bagian depan dan belakang tungku terdapat pintu kecil untuk memasukkan kayu yang akan dibakar.
Tungku arang bakau di Tanjungberakit ini memang lebih besar pada biasanya. Pintu saja sudah setinggi orang dewasa. Tidak seperti tungku arang bakau yang terdapat daerah lain.
Kondisi tungku arang bakau yang tidak terawat. Foto Yogi Eka Sahputra
Tungku Arang Bakau Tidak Terawat
Tungku arang bakau di Tanjungberakit sudah didesain pemerintah daerah menjadi museum destinasi wisata. Pemda setempat sudah membangunkan atap pelindung agar tungku arang bakau itu tidak lapuk diadang panas dan hujan.
Namun, tidak ada perawatan di sekitaran tungku. Banyak sampah berserakan. Begitu juga pada bagian pintu masuk tungku, terdapat bekas pembakaran sampah plastik dan sampah rumah tangga.
Selain itu tidak ada plang pemberitahuan sejarah museum tungku arang bakau tersebut. "Ya sekarang seperti inilah, seperti tidak terawat," kata Andi, salah seorang warga yang tinggal dikawasan itu.
Tungku Arang Erat dengan Sejarah Suku Laut
Tungku Arang Bakau di Tanjungberakit, Bintan. Foto Yogi Eka Sahputra
Permukiman pesisir Desa Panglong merupakan warga suku laut yang menetap ke darat. Mereka sebelumnya hidup nomaden di atas kapal. Tungku arang bakau menjadi salah satu cara mereka bertahan hidup, selain berharap kepada melaut.
Dalam situs https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ dapur arang tersebut dijadikan objek wisata oleh Pemkab Bintan. Informasi dari Ketua Suku Laut Desa Berakit Xaverius Tintin, dapur arang memproduksi puluhan ton arang setiap harinya saat aktif produksi. Aktivitas dapur arang sangat membantu perekonomian penduduk Suku Laut Berakit. Orang lagi tak tergantung 100 persen pada hasil mencari ikan di laut.
Namun, setelah pelarangan aktivitas dapur arang tahun 2013, warga Suku Laut kesulitan dalam mencari nafkah tambahan. Orang Laut menerima alasan pemerintah menutup aktivitas dapur arang karena dapat merusak habitat bakau di Bintan.