Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah mobil Avanza hitam berhenti dan parkir di pelataran Rumah Makan Ponyo di Jalan Raya Cinunuk, Bandung, Kamis sekitar pukul 19.30 dua pekan silam. Pengemudinya, seorang wanita, tak turun. Ia, yang hanya sendirian di dalam mobil itu, terlihat asyik memencet-mencet nomor telepon selulernya dan kemudian menempelkannya ke kuping. Jelas tampak ia tengah menunggu seseorang.
Beberapa menit kemudian seorang pria keluar dari rumah makan tersebut. Menenteng kantong plastik hitam, pria itu sejenak bercakap-cakap dengan perempuan di dalam mobil. Lalu, sret, tas itu berpindah tangan. Sejurus kemudian pria itu meninggalkan si wanita. Ia masuk kembali ke restoran.
Begitu pria itu tak terlihat, perempuan tersebut menghidupkan kembali mesin mobilnya. Ia bersiap keluar dari halaman restoran ketika tiba-tiba sepuluh pria berhamburan mengepungnya. Mereka keluar dari dua mobil yang berhenti beberapa meter dari mobil perempuan itu. Mengeluarkan identitas sebagai penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi, salah seorang di antaranya menanyakan isi plastik hitam yang teronggok di jok mobil itu. "Bukan apa-apa," ujar perempuan itu. Suaranya bergetar.
Tak percaya, para pengepungnya membuka isi tas itu. Ahai, di dalamnya beberapa gepok duit seratusan ribu rupiah menyembul. Tidak ingin buruannya yang lain menghilang, beberapa orang kemudian merangsek masuk restoran. Di sana mereka mencokok pria yang tadi membawa tas plastik hitam itu. Kepada pria tersebut, petugas juga menunjukkan isi kantong miliknya yang berisi beberapa bundel uang seratusan ribu rupiah, yang belakangan diketahui jumlahnya, setelah dihitung, Rp 200 juta. "Kepada beberapa petugas keamanan juga diperlihatkan uang itu untuk saksi," kata Agus, seorang petugas keamanan Ponyo, yang menyaksikan peristiwa Kamis malam itu, kepada Tempo.
Perempuan yang ditangkap itu Imas Dianasari. Sehari-hari perempuan berumur 30-an tahun itu menjabat hakim ad hoc pada pengadilan industrial di Pengadilan Negeri Bandung. Adapun lelaki tadi adalah Odi Juanda, karyawan PT Onamba Indonesia, perusahaan industri kabel di Karawang, Jawa Barat. Semua proses penangkapan tersebut direkam oleh seorang penyelidik KPK lewat kamera tersembunyi.
Malam itu juga Imas, Odi, sopir Odi, dan Agus dibawa ke markas KPK di bilangan Kuningan, Jakarta. KPK perlu membawa satpam Ponyo itu untuk menjadi saksi penangkapan tersebut. Selain menyita duit dalam tas plastik, KPK menyita telepon seluler Imas dan Odi. Diperiksa sekitar 20 jam, esoknya Imas dan Odi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus penyuapan. "KPK Âtelah lama mengintai rencana penyuapan ini," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
KOMISI Yudisial sebenarnya sudah memasukkan nama Imas ke daftar hakim yang perlu diawasi. Karena itulah, sejak sekitar tiga bulan silam, bila Imas bersidang, sebuah tim dikirim Komisi Yudisial untuk memata-matai Imas. Tim yang terdiri atas tiga orang itu selalu muncul dalam setiap sidang Imas. Tidak hanya mencatat dan memerinci apa yang dikatakan perempuan itu, mereka memfoto dan merekam gerak-gerik Imas. Juga membuntuti jika mereka melihat Imas pergi ke tempat yang dicurigai. Sumber Tempo bercerita, tim itu memata-matai Imas jauh sebelum KPK mulai menguntit hakim perempuan tersebut.
Kepada Tempo, Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman tak membantah bahwa timnya memang sudah membuntuti Imas. "Ya, dia memang masuk daftar hakim yang mendapat perhatian khusus," ujar Eman.
Menurut Eman Suparman, Komisi Yudisial sudah dua kali menerima laporan negatif perihal sepak terjang Imas. Pertama pada 2009. Saat itu masuk laporan hakim ini juga diduga menerima suap sehingga memenangkan perkara sang penyuap. Tapi saat itu, ujarnya, pemeriksaan memutuskan Imas tak bersalah dan tak ada bukti pelanggaran. Lalu, kedua, masuk laporan tentang sepak terjangnya dalam memegang perkara sengketa industrial PT Onamba Indonesia. "Belum lagi kami panggil, dia ternyata sudah ditangkap KPK," kata Eman.
Selain memegang kasus sengketa Onamba dan pekerja mereka, Imas hingga kini tercatat tengah menangani enam perkara sengketa industrial, termasuk sengketa perburuhan di PT Dirgantara Indonesia. Menurut juru bicara Pengadilan Negeri Bandung, Sumantono, Imas adalah hakim ad hoc dari unsur pengusaha. Ia terhitung senior. Sudah bertugas lima tahun dan kemudian diperpanjang oleh Mahkamah Agung lima tahun lagi. "Sekarang menginjak dua tahun dari masa jabatannya lima tahun kedua itu," kata Sumantono. Lantaran Imas kini ditahan KPK, Sumantono menyatakan pihaknya akan segera mencari pengganti.
Kepada Tempo, pengacara Odi Juanda, Syafruddin, menegaskan bahwa Imaslah yang aktif menelepon kliennya dan menjanjikan akan memenangkan Onamba di tingkat kasasi, dengan syarat perusahaan itu membayar sejumlah uang. Sebelumnya, pada 29 Maret, majelis hakim sudah memenangkan Onamba di tingkat pengadilan industrial. "Imas juga yang menentukan harganya," ujar Syafruddin.
Menurut Syafruddin, awalnya harga yang ditetapkan Imas di atas Rp 300 juta. Ia menjamin perkara ini menang di Mahkamah Agung. Bertemu beberapa kali, tawar-menawar pun terjadi. Pihak Onamba tak setuju dengan besarnya angka itu. "Jatuhnya kemudian di angka Rp 200 juta itu," kata Syafruddin. Lalu tempat penyerahan fulus pun disepakati di Ponyo. Keduanya tak sadar, hubungan telepon mereka sudah disadap KPK. Adapun Imas tak berkomentar atas penangkapannya itu. Ketika diperiksa KPK pekan lalu, ia hanya diam tatkala diberondong wartawan dengan pertanyaan tentang tuduhan dirinya menerima suap.
Di Karawang, para buruh Onamba meminta KPK memeriksa semua anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara mereka. Kasus ini masuk pengadilan lantaran para buruh menolak pemecatan yang dilakukan perusahaan itu terhadap 176 rekan mereka. Para pekerja juga meminta Pengadilan Negeri Bandung mengganti semua hakim yang menangani kasus mereka. "Banyak yang janggal. Kami curiga Imas tidak sendirian," ujar Donny Abemozez, Ketua Presidium Serikat Pekerja PT Onamba.
Tertangkapnya hakim Imas itu, untuk kesekian kalinya, ujar Eman Suparman, menunjukkan rentannya hakim terhadap penyuapan. Menurut Eman, pihaknya kini bekerja sama dengan KPK untuk memerangi hakim yang terlibat praktek suap-menyuap. Dari laporan yang masuk, ujar Eman, hakim yang paling banyak diduga menerima suap adalah yang bertugas di pengadilan di kota besar. "Setiap data yang kami miliki kami berikan juga ke KPK."
Mahkamah Agung sudah menjatuhkan hukuman kepada Imas. Menurut Hatta Ali, juru bicara benteng peradilan terakhir itu, Imas sudah diberhentikan sementara dari posisinya sebagai hakim. Hatta menyilakan KPK mengusut kasus ini, juga hingga ke Mahkamah Agung jika ada buktinya. "Kami serahkan semuanya ke proses hukum," kata Hatta.
Sandy Indra Pratama, Rusman Paraqbueq (Jakarta), Erick P. Hardi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo